Terdapat dua masalah pokok disamping masalah lain yang harus diselesaikan oleh pemerintah, pertama bagaimana alat ukur evaluasi berupa Assesmen kedepan hadir sebagai instrumen mengukur kemampuan siswa secara standar, karena tanpa standar apapun itu tidak dapat diukur, kedua bagaimana alat alat ukur yang digunakan harus berorientasi konsep bukan coba-coba, karena konteks kontroversial Ujian Nasional (UN) tanpak jelas bagaimana pemerintah memposisikan diri sebagai penguasa, setidaknya pemerintah telah menghapus UN yang disinyalir dapat menghambat proses berpikir kreatif anak tetapi juga secara yuridis bertentangan dengan UU nomor 20 tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional

Kritikan kebijakan pendidikan yang dikeluarkan pemerintah, yakni Rencana Startegis Departemen Pendidikan Nasional dan PP nomor 19 tahun 2005 tentang Standar nasional Pendidikan, terlalu dilandasi episterma ekonomi dan ini bertentangan dengan UUD 1945 dan UU Sisdiknas, Kebijakan nasoinal yang kurang jelas oleh karena didasari kepada visi yang kurang jelas pula, kritikan lain yakni bercokolnya paradigma pedagang (pabrik) yang digunakan pemerintah dalam mengelola pendidikan, karena sekolah dituntut membelajarkan anak ke lembaga pendidikan untuk belajar dalam meningkatkan nilai UN, selain itu juga dinilai adalanya bisnis buku dalam proses pembelajaran dalam satuan pendidikan, sumber kekacauan utama sebenarnya adalah kebanyakan politik pendidikan pemerintah, selama ini kebijakan pemeintah bercirikan Error, hit dan run, (Kacau , kren dan tetap berjalan) dengan ciri ini pemerintah bisa saja menyalahkan pihak lain (kambing hitam) ketika hasil kebijakannya bermasalah, seperti yang terjadi saat ini Jika UN dihapus adakan diganti dengan Assesment yang akan dilaksakan di tengah, jika SD itu dikelas 4, SMP kelas 8 sedangkan SMK/SMA itu dikelas 11, sedangkan USBN diganti dengan Asesmen yang dilaksanakan di sekolah, padahal pemerintah itu tahu kualitas disetiap satuan pemerintah itu tidak sama, prasarana tidak standar, bagaimana mungkin guru membuat soal bisa dimengerti siswa jika gurunya tidak pernah dilatih dan dimagangkan, karena dalam mengevaluasi bukan saja mengukur dan menilai, tetapi adalah keduanya digabung menjadi satu . dengan adanya tugas ini mengingatkan kita kembali pada arah filosifis pendidikan nasional kita. kekacauan pendidikan kita selama ini seperti gunug es dalam lautan, yang nampaknya puncaknya, sebenarnya masalahnya jauh lebih besar seperti yang nampak, kekisruhan ini juga disebabkan kesadaran kita kearah pendidikan kita, tidak sulit dicari maslahnya karena sebenarnya ia akan sangat menyatu dengan berdirinya bangsa ini, namun karena pertarungan politik dalam negeri dan nafsu persaingan global telah membelokan arah yang telah dibangun oleh pendiri bangsa, krena menghubungkan kebijakan dengan fenomenna mengusulkan kita untuk mampu membangun nasional Indonesia yang bhineka tunggal ika, tujuan UN sangat bagus agar pendidikan didaerah sama atau minimal sesuai standar , tapi mereka lupa tentang Bhineka Tunggal Ika begitu juga dengan delapan standar pendidikan yang sangat berpengaruh terhadap mutu pendidikan

#Puri Masurai 2, 16 November 2020

#tantanganmenulisgurusianan365

#tagurh123