ISMUNINGSIH

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Sekolah Kita (katanya) 'KANDANG SAPI'

Sekolah Kita (katanya) 'KANDANG SAPI'

Penulis adalah Peserta WORKSHOP PENULIS BAHAN LITERASI BAGI GTK PAUD DAN DIKMAS.

Surabaya, 2017, Jauh darimu. Hujan dan dingin malam ini. Ditelingaku, irama hujan memiliki ketukan terindah. Seperti katamu, hujan adalah waktu tepat mencatat setiap langkah kita. Langkah yang semakin mengikat erat, engkau dan aku.

Kata orang, kita pasangan gila. Iya, engkau dan aku. Gila dengan mimpi yang tak kunjung padam. Kasih tulusmu tertulis dalam prasasti nyata bernama sekolah budaya Fairuz Aqila. Engkau hanya ingin mewujudkan impianku. Memiliki sebuah sekolah anak balita berbasiskan budaya jawa. Sekolah balita yang ramah. Taman di mana anak anak tumbuh berkembang sempurna. Banyak anak yang tak mampu sekolah di kelas balita.. Ah, bukan rahasia lagi, , bagaimana bombatisnya biaya masuk sekolah balita di Yogya.

Aku masih berdiri di garis keraguan. Diantara garis asa dan kenyataan. Bagaimana mungkin membuat sekolah jika kita belum memiliki sebuah rumah layak huni? Ah, yang benar saja, Sebagai tukang gas keliling, bagaimana mungkin kita membangun sebuah sekolah? Bagaimana mungkin buruh seperti kita mewujudkan impian?

Katamu,saat hujan malam itu, kita pasti bisa mewujudkannya. Kau gengam tanganku, dan berbisik; impianmu pasti terwujud. Engkau menagih janji sebelum pernikahan, bahwa perempuan yang akan dinikahinya adalah wanita yang siap miskin demi sebuah pengabdian. Sepertinya engkau lupa ya, apa jawabku. Baiklah, aku ingatkan kembali. saat itu jawabanku ringkas saja. Aku tidak pernah siap menjadi miskin, aku hanya mampu hidup dengan kerja keras. Engkau meyakinkanku, meskipun hanya seorang istri tukang gas keliling, mimpi itu pasti terwujud. Katamu, kita memiliki kunci membangun impian yaitu kerja keras, kerja cerdas dengan keikhlasan.

2007, tahun dimana kita mulai menapaki dunia impian. Babat alas membuka sekolah. Bermodalkan sepuluh juta rupiah pinjaman dari tabungan haji. Sepuluh juta, merupakan modal awal kita mewujudkan sekolah. Mencari sebuah tempat belajar adalah langkah pertama kita. Rumah itu kita dapatkan. Rumah kuno dengan sejuta cerita mistis di dalamnya. Enam juta lima ratus ribu rupiah yang kita bayarkan untuk biaya kontrak selama tiga tahun. Membersihkan bangunan secara fisik dan non fisik. Begitu menguras tenaga. Dan, engkau tetap melangkah menyelesaikan ‘proyek’ besar ini.

Dimulailah saat berburu. Berburu mainan bekas di pengepul mainan. Hanya mainan rongsokan seperti ayunan, mangkok putar dan perosotan, yang mampu kita beli. Syukurlah, engkau lelaki dengan berbagai keterampilan. Engkau terampil mengelas, mengecat, dan merekayasa bangunan. Mainan bekas tak terpakai di tanganmu berubah menjadi mainan layak guna. Sisa uang yang tersisa digunakan membeli pernik pernik penitipan anak. Busa, loker, dan berbagai hiasan. Habislah uang sepuluh juta. Mengapa semangatmu begitu besar? Pertanyaan yang tak pernah kau jawab hingga hari inI.

Hari hari selanjutnya sungguh melelahkan kita. Membuat brosur, mencari pendidik, mencari murid, mengurus perijinan,dan mengatur sekolah. Selama dua tahun pertama, biaya operasional berasal dari penghasilan kita berdua. Jualan konsep sebagai sekolah budaya mulai dipropagandakan. Hingga sekolah ini mulai dipercaya orang tua. Sayang, Fairuz Aqila, terbentur pada bangunan.

Keterbatasan dana membuat sekolah kita terbuat dari rangkaian besi dan gedhek. Beberapa bagian kita beli di rongsokan yang dipoles. Sekolah kendang sapi, sebutan sekolah kita. Sebutan yang mengandung begitu dalam penghinaan. Beberapa anak sekolah lain mempopulerkan istilah ‘Kandang Sapi..’ Kandang Sapi…’. Saat pulang sekolah, mereka selalu meneriakan kata tersebut. (ssst…. Kata anak TK mereka mendengar dari guru gurunya)

Hingga suatu hari, sebagai bentuk semangat corp, anak balitaku bertengkar hebat dengan anak balita sekolah tetangga. Sungguh, hatiku teriris saat itu. Melihat anak didikku yang balita menjadi sangat kasar dengan sebutan sekolah kendang sapi. Kandang sapi membuatku semakin ingin membuktikan bahwa impian kita mesti terwujud. Menjadi sekolah berkualitas ditengah keterbatasan.

Engkau tetap menyemagatiku, pahit manis, jatuh bangun terlewati, hingga di tahun 2016. Takdir membuktikan bahwa kita mampu mewujudkan impian. Diusir dari rumah kontrakan membuat kita semakin militan. 2016, sekolah kendang sapi tak lagi menjadi kandang sapi, dengan tiga local sekolah meraih mimpi.

(bersambung…)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

tulisannya keren, menginspirasi ..

11 Aug
Balas

Sip..menginspirasi

10 Aug
Balas

kerenn mb muning...itulah sebabnya ..njenengan layak menjadi Sang Juara.. Juara Sejati..ia pasti punya hati yang teguh meski gelombang datang menguji..

10 Aug
Balas



search

New Post