Banjir Bandang Lereng Gunung Raung, Alarm Keras bagi Kita Semua (T.487)
Musibah banjir bandang yang menerjang kawasan lereng Gunung Raung pada Sabtu malam, 29 Juni 2025, menjadi peringatan keras bagi kita semua, khususnya warga Desa Garahan, Kecamatan Silo, Kabupaten Jember. Dalam sekejap, hujan yang mengguyur selama satu hari satu malam berubah menjadi bencana yang menyapu persawahan, merusak infrastruktur, bahkan memporak-porandakan tempat wisata dan rumah ibadah.
Bencana ini bukan hanya menimpa satu titik, melainkan menyebar ke beberapa desa sekitar seperti Sumberjati, Paloombo, dan Sumbersalak yang masuk wilayah Kecamatan Ledokombo. Sungai Gila begitulah masyarakat Paloombo menyebut aliran sungai yang berhulu di Gunung Raung meluap hebat, membawa serta lumpur dan kayu-kayu glondongan, menghantam sawah-sawah yang siap panen, menjebol jembatan, dan menyebabkan longsor di berbagai titik.
Tempat wisata kolam renang Biskit di Dusun Sepuran, Desa Sumberjati, yang biasanya menjadi tempat rekreasi warga, kini tertutup lumpur dan reruntuhan kayu. Bahkan sebuah musholla ikut hanyut tersapu air bah. Tak hanya itu, lahan-lahan kopi yang menjadi mata pencaharian warga pun ikut terseret dalam arus banjir bandang.


Namun, apakah ini semata-mata karena hujan deras?
Curah hujan yang tinggi memang menjadi pemicu langsung, tetapi akar persoalan sesungguhnya lebih dalam. Kerusakan lingkungan, terutama penggundulan hutan di sekitar kawasan Gunung Raung, menjadi faktor utama yang memperparah situasi. Hutan yang semestinya menjadi penjaga air hujan, telah kehilangan kemampuannya untuk menyerap dan menahan air. Akibatnya, air hujan langsung meluncur deras ke bawah tanpa kendali, membawa serta tanah, batu, dan kayu, menciptakan banjir bandang yang mematikan.
Kejadian ini seharusnya membuka mata kita semua tentang pentingnya menjaga kelestarian alam. Hutan bukan sekadar kumpulan pohon, melainkan sistem penyangga kehidupan. Ketika ia rusak, maka yang akan datang bukan sekadar kerugian materi, tapi juga penderitaan sosial yang berkepanjangan.
Dampak banjir bandang ini pun tidak hanya berhenti di desa-desa sekitar lereng Gunung Raung. Aliran air dan lumpur terus mengalir ke sungai-sungai di hilir, melewati Desa Sempolan, Sumberkejayan, hingga ke Kecamatan Mayang dan bahkan Kota Jember, sebelum akhirnya bermuara di pantai selatan. Artinya, kerusakan di satu titik dapat memberikan dampak yang sangat luas.
Kini saatnya kita berpikir dan bertindak. Pemerintah daerah harus segera melakukan pemulihan dan perbaikan infrastruktur yang rusak. Namun lebih dari itu, harus ada langkah nyata dalam upaya reboisasi dan pengawasan ketat terhadap aktivitas yang merusak lingkungan. Masyarakat juga perlu dilibatkan dalam edukasi dan tindakan pelestarian lingkungan, karena mereka adalah garda terdepan dalam menjaga alam sekitar.
Bencana ini mungkin telah terjadi, tetapi bukan berarti kita tidak bisa mencegah bencana berikutnya. Mari jadikan musibah ini sebagai momentum untuk berubahuntuk lebih mencintai alam, menjaga hutan, dan membangun kesadaran kolektif bahwa keselamatan kita, anak cucu kita, sangat bergantung pada bagaimana kita memperlakukan alam hari ini.
===========================================================================================
Garahan, 01 Juli 2025 / Selasa, 04 Muharram 1447 H, 00.32 WIB



Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Smga semua dlm perlindungan-Nya
Amin Oma,
Semoga diberikan kesabaran dan ketabahan.