Lilynd Madjid

Lilynd Madjid is me

Selengkapnya
Navigasi Web
NIRWANA 5 (RENCANA PERNIKAHAN OM JONI)

NIRWANA 5 (RENCANA PERNIKAHAN OM JONI)

Om Joni akhirnya pulang satu minggu kemudian. Ia mengetuk pintu saat Awan baru saja akan terlelap. Tampangnya terlihat kelelahan. Pakaiannya lusuh sekali. Berbagai bayangan buruk sempat terlintas di benak Nirwana saat melihat kondisi sang paman. Namun, tak urung ia merasa sangat senang.

“Om Jon!” seru Nirwana. Lega rasanya melihat Oom Joni akhirnya pulang.

“Wan, sehat-sehat kau, Nak?” Om Joni merangkul bahu kemenakannya itu erat. “Maafkan Om Joni, ya?” bisiknya. Nirwana terdiam. “Maaf Om tak bisa hadir mengantar Mamak kau ke peristirahatan terakhirnya. Maafkan juga Om tak bisa mengabari kalau tertahan di sana dan baru bisa pulang sekarang,” kata lelaki berusia akhir dua puluhan itu. Ia merenggangkan rangkulannya. Menatap wajah Nirwana lekat-lekat.

“Tak apa, Om. Soal Mamak, memang sudah begitulah jalannya.” Nirwana mencoba tersenyum. “Eh, Awan ambilkan minum dulu ya. Om nampak penat sangat.” Nirwana beranjak ke dapur dengan membawa kelegaan yang luar biasa. Kekhawatirannya selama ini serta merta mereda.

“Air putih dingin sajalah, Wan.” Terdengar suara Om Joni berseru. Tak lama kemudian Nirwana menyodorkan segelas penuh air dingin yang segera diteguk habis oleh pamannya.

“Awan siapkan makan malam sekarangkah, Om? Biar Awan rebuskan mie instan dengan telur. Nasi ada juga sedikit.”

“Tak perlu, tak perlu. Om tidak lapar. Mau mandi saja. Lengket badan ini rasanya. Kau tidurlah lagi, esok baru kita bercakap.”

*** *** ***

Esok harinya barulah Nirwana mengetahui mengapa Om Joni baru bisa pulang ke rumah saat itu. Rupanya di perkebunan milik perusahaan tempat Oom Joni bekerja sedang ada masalah. Beberapa blok lahan terbakar, akibat meluasnya titik api dari kebakaran hutan dan lahan yang memang sedang terjadi di beberapa daerah di sana.

Otomatis jadwal Om Joni yang seharusnya hanya dua minggu, jadi semakin molor. Sebagai pengawas, ia merasa bertanggung jawab hingga memutuskan untuk bertahan sampai orang-orang yang melakukan pemeriksaan selesai.

Beberapa kali setelah itu, Om Joni juga sempat meninggalkan Nirwana selama beberapa hari untuk kembali menyelesaikan urusan tersebut. Nirwana sedikitnya dapat memahami. Oleh karena itu ia memakluminya.

Sering Nirwana merasa kasihan pada Om Joni, sebab pamannya itu terlihat seperti memikul beban berat. Apalagi, saat Nirwana membaca di beberapa surat kabar, bahwa kasus kebakaran lahan di perkebunan milik perusahaan itu kini sudah masuk dalam pemeriksaan pihak berwenang.

Untuk itu Nirwana mencoba untuk tidak menambah beban pikiran pamannya. Apa yang dapat ia kerjakan di rumah, semua dilakukan. Membersihkan rumah, membereskan pagar besi yang berderit, menyiangi rumput di halaman, mencuci, memasak. Padahal dulu mereka selalu berbagi tugas. Tidak masalah buat Nirwana. Ia senang, apalagi jika itu bisa membantu meringankan beban Om Joni.

Untuk masalah keuangan pun Nirwana tidak terlalu risau. Diam-diam, dia punya pekerjaan sambilan yang dirahasiakannya dari siapa saja, terutama dari Om Joni. Bahkan sahabatnya, Jimmy, pun tidak tahu.

Itu dilakukan sepulang sekolah hingga pukul lima, kadang lebih. Tidak banyak memang yang bisa ia peroleh, tetapi lumayan. Dapat ia pergunakan untuk cadangan membeli alat tulis atau iuran kas kelas. Kadang-kadang juga ia gunakan untuk membeli makanan di kantin jika paginya tak sempat sarapan dari rumah.

Ya, Om Joni memang memberinya uang saku bulanan. Akan tetapi Nirwana merasa, ia harus menabung. Ia ingin melanjutkan sekolah setinggi-tingginya, seperti cita-cita Mamak dulu. Dalam pikirannya, tak mungkin jika ia bergantung terus pada Om Joni. Apalagi, beberapa waktu lalu pamannya itu pernah mengatakan bahwa ia berencana untuk menikah tahun ini.

Nirwana tahu, untuk menikah Om Joni harus menyiapkan biaya yang cukup besar. Persiapan untuk meminang, mengantar tanda, mengantar belanja, hantaran, dan lain-lain. Semuanya memerlukan persiapan, terutama dalam hal keuangan. Nirwana yakin, keseluruhan biayanya tidak dalam hitungan nominal yang kecil.

*** *** ***

Malam itu Om Joni pulang dengan wajah lebih cerah dibanding hari-hari kemarin. Membuat Nirwana bertanya-tanya.

“Om nampak senang kali malam ini?”

“Hah? Masa iya, Wan?”

“Iye. Cerah betul wajah Om nih Awan lihat,” katanya, sejenak ia berhenti dari aktivitasnya mengerjakan tugas sekolah. Om Joni tertawa.

“Ya. Memang sedang senang hatiku, Wan?”

“Mengapa? Ah, Awan tahu, pasti karena kasus yang kemarin itu sudah selesai, ya?”

“Ah, itu. Itu masih dalam proses. Panjang itu urusannya, Wan. Namun pertanggungjawabannya diambil alih oleh pihak perusahaan langsung,” jelas Om Joni. “Bukan, bukan itu yang membuat Oom senang, Wan.” Om Joni tersenyum lebar.

“Lalu sebab apa?”

“Sebab … sebentar lagi aku hendak melamar Halimah.” Om Joni tersenyum semakin lebar. Wajahnya semakin cerah.

“Wah! Bila, Om akan melamar Cik Halimah?”

“Kupikir dalam waktu dekat ini. Tapi harus kubicarakan dulu dengan sanak keluarga kita yang lain.”

“Nah. Selamatlah kalau begitu, Om. Awan doakan semuanya lancar, hingga tercapai semua tujuan.”

“Terimakasih, Wan. Terimakasih.”

*** *** ***

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post