MENJADI GURU SLB Bagian 1 (Sebuah Catatan Perjalanan LISZA MEGASARI)
MENJADI GURU SLB – Bagian 1
(Sebuah Catatan Perjalanan LISZA MEGASARI)
Tantangan Hari Ketiga (3)
#TantanganGurusiana
Namaku Lisza Megasari. Aku guru SLB. Aku sudah mengajar di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri sejak 2006. Aku bukan sarjana Pendidikan Luar Biasa (PLB). Aku adalah sarjana Pendidikan Biologi dari sebuah universitas negeri di Medan. Kekurangan jumlah guru dengan latar belakang PLB di Sumatra Utara membuat Dinas Pendidikan Provinsi merekrut guru-guru sarjana pendidikan non PLB untuk menjadi PNS guru SLB. Hingga tahun 2020 ini pun, mayoritas guru SLB negeri dan swasta di Sumatra Utara masih didominasi guru non PLB.
Begitu lulus ujian Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) 2006, aku tidak tahu bahwa aku akan ditempatkan di SLB. Formasi yang kuikuti ujiannya adalah formasi guru Biologi SMP. Aku mengira karena Pemerintah Provinsi (Pemprov) tidak memiliki sekolah, maka aku akan menempati formasi pegawai di Dinas Pendidikan yang akan mengurusi guru Biologi SMP. Waktu itu, aku memang tidak ingin mengajar. Menjadi pegawai di kantor dinas terasa lebih mentereng.
Betapa terkejutnya aku ketika menerima Surat Keputusan (SK) CPNS. Di SK itu tertulis nama Lisza Megasari sebagai guru SLB Negeri Padangsidimpuan (kota kecil sekitar 12 jam dengan bus dari Medan). Aku tidak pernah tinggal di kota lain selain Medan, tidak ada saudara/ sanak famili di Padangsidimpuan, dan harus mengajar SLB pula. Rasanya ingin menolak, namun Ayah menyarankan untuk menjalani beberapa tahun, barulah urus pindah ke SMP/ SMA umum. “Yang penting sudah dapat NIP (Nomor Induk Pegawai). Sabar saja dulu. Belum tentu akan ada tes CPNS murni lagi”, kata Ayah meyakinkanku.
Aku pun mengikuti saran Ayah. Dengan berat hati, aku datang ke Padangsidimpuan. “Bapak/ Ibu yang PLB akan mengajar Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yang penanganannya lebih berat. Karena siswa-siswi kita belum ada yang jenjang SMP, semuanya masih SD, maka guru yang non PLB akan menjadi guru kelas SDLB dan mengajar ABK yang ringan”, ujar Kepala SLB Negeri Padangsidimpuan kepada sekitar 15 guru CPNS (5 orang guru PLB dan sisanya 10 guru non PLB).
Pikiran berkecamuk di benakku. ABK yang bagaimana yang akan ku ajari? Standar ringan dan berat ABK ini yang bagaimana? Tidak berapa lama, pertanyaanku terjawab. ABK yang memiliki ketunaan ganda dan/ atau masih labil ditangani oleh guru-guru PLB, sedangkan ABK dengan salah satu ketunaan dan/ atau sudah relatif tenang ditangani guru non PLB. Aku sendiri diberikan kelas 1 SDLB Tunarungu (anak dengan hambatan pendengaran/ tuli).
Aku ingat sekali hari itu, pertama sekali aku bertemu dengan tiga siswa tuli pertamaku. Aku ingat sekali tatapan menyelidik mereka, dan ingat sekali betapa bingungnya harus mengajar apa. Bayangkan siswa daerah pinggiran, ABK pula, tidak bisa mendengar dan bicara, ditangani oleh fresh graduate sarjana pendidikan Biologi yang tidak pernah mendapatkan mata kuliah pendidikan khusus selama kuliah. “Yang penting mereka tidak keluar kelas, dan kelihatan belajar, bu Ega”, saran salah seorang teman guru non PLB yang sebenarnya juga bingung sepertiku.
(bersambung)
*****
Catatan Penulis:
Tulisan ini adalah salah satu tulisan yang akan dirangkum menjadi naskah buku, yang direncanakan akan diterbitkan sesudah 90 hari pasca tantangan. Yaitu buku yang berjudul "Menjadi Guru SLB (Sebuah Catatan Perjalanan Dari Kota Padangsidimpuan Hingga Kota Seoul)". Mohon doa..
*****
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Semoga tercapai apa yg diinginkan ya Ga, sukses terus, semangat
Makasih kak. Aamiin..