Sebagai seorang pengajar, guru akan menghadapi banyak hal dinamis dalam proses dan progresnya. Pedagogi sudah bukan lagi sekedar paket teoritis siap pakai. Kreativitas guru dalam mengembangkan sejumlah metode kini menjadi mesin olahan yang paling dibutuhkan.

Menyelesaikan sejumlah tantangan tentunya bukan semudah 'membalik telapak tangan'. Keahlian untuk menjadi mesin pengolah yang baik juga bukannya didapat dengan begitu saja. Di Indonesia sendiri, kemendikbud rutin mengadakan pelatihan untuk para guru. Mengikuti pelatihan ini pun tentunya harus memenuhi syarat-syarat administrasi tertentu. Sayangnya kemendikbud secara sadar atau tidak telah merekrut berulang kali beberapa guru yang sama dalam pelatihan tersebut. Bukan salahnya menginginkan ilmu yang lebih dan lebih lagi. Tulisan mengenai hal ini pun telah dimuat dalam tulisan seorang gurusianer, bapak Eko Prasetyo dalam judul "DILEMA GURU SPD(SPESIALIS DIKLAT)".

Guru yang sering mengikuti pelatihan pastilah sering meninggalkan tugas mengajarnya, meninggalkan anak didiknya. Jika terus-terusan begini, untuk apa pelatihan yang diterimanya? kapan akan mulai mengaplikasikan ilmu yang didapatkannya? karena sejatinya hal-hal penting dalam mengajar berkembang ketika praktek secara langsung. Tidak salah bila seorang guru hendak meningkatkan kemampuan diri dalam sebuah pelatihan, namun "hendaknya sang guru tau kapan dan pelatihan apa yang tepat untuk diikutinya"-demikian kata Pak Eko.

Lebih lanjut, Pak Eko menceritakan bagaimana hubungan kerja yang dialami guru tersebut dengan guru lainnya, ia sering disindir. Merasa tidak nyaman dalam pekerjaannya, bagaimana dia bisa leluasa mengemban tugas mengajarnya?. Dalam materi yang memuat topik pedagogi abad 21 salah satu hambatan yang dihadapi guru adalah pengekangan kreativitas. Hal ini tentu menjadi bunga pikiran yang tidak diperlukan dalam mencapai kreativitas. Dukungan sesama rekan penting untuk mengembangkan rangkaian praktek dari teori pedagogi itu sendiri. Guru yang lainnya pun sebaiknya sadar bahwa mereka juga perlu mengikuti pelatihan dan perlu mendukung rekannya. Bukan malah menyindir, sebaiknya gali ilmunya. Bekerjasama dalam membangun materi-materi baru yang dapat mendukung perkembangan seni mengajar mereka.

Hal lainnya adalah kemampuan guru dalam mengomunikasikan ilmunya. Tak akan berpengaruh sebuah ilmu yang diutarakan bila kemampuan berbicara guru masih terganggu. Oleh karena itu, pendekatan terhadap karakter anak didiknya juga tidak kalah penting dalam hal ini. Sehingga guru akhirnya bisa tau bagaimana sebaiknya berkomunikasi dengan anak didiknya. Kembali lagi, hal ini melibatkan praktek secara langsung. Dalam tulisan yang lain Pak Eko menyebutkan betapa gawat apabila seseorang yang berada di depan umum tidak mampu menguasai apa yang disampaikannya, kalimatnya dikhawatirkan amburadul memecah suasana. Maka ditekankan lagi bahwa kemampuan berbicara didepan umum (public speaking) adalah faktor penting dalam seni mengajar.

Tidak sampai disini saja, perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan nyatanya lebih dinamis daripada yang kita perkirakan. Tantangan baru akan terus bermunculan. Pelatihan tentu saja masih sangat dibutuhkan, dan lagi-lagi saya tekankan bahwa praktek secara langsung adalah hakikat yang penting untuk mengembangkan seni mengajar. Guru harus menggarap segala informasi yang tersedia dan terus menggarap ilmu. Untuk selanjutnya, semoga kelak melalui pedagogi para guru akan mencetak generasi-generasi penggarap ilmu yang berdedikasi untuk negeri.

Referensi:

http://ekoprasetyo.gurusiana.id/article/dilema-guru-spd-spesialis-diklat-2630752

http://ekoprasetyo.gurusiana.id/article/keterampilan-pegang-mik-4466721