Adjar Dwija Tanaya

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Acuhkan Sindiran Itu

Acuhkan Sindiran Itu

Acuhkan sindiran itu.......

Pada perayaan hari kebangkitan Nasional tahun ini saya seperti biasanya untuk membebaskan para "Tanayaku"yang menempuh bangku perkuliahan memberikan perihal pertanyaan yang bebas liar berkecamuk di isi nalarnya, satu pertanyaan yang cukup menarik dan menggelitik untuk saya tuliskan. Pagi ini beberapa diantaranya mereka menanyakan perihal mengapa pemuda yang dengan congkaknya melabeli dirinya dengan golongan reformis era reformasi tidak menghasilkan banyak tokoh negarawan, tetapi banyak menghasilkan tokoh politik nasional yang sibuk berseteru bukan sibuk menghimpun dan mensinergikan niat serta pikiran untuk kemajuan negeri ini? padahal pemudalah yang memberikan kepemimpinan dan energi dalam setiap perubahan penting disepanjang sejarah Indonesia serta tampil menjadi tokoh nasional. Mengapa sekarang tidak? Apakah negeri ini memang sudah miskin negarawan.

Pertanyaan tersebut cukup membuat diri saya mencari menelaah panjang apa yang terjadi sebenarnya dalam benak pikiran beberapa anak yang anti mainstream negeri kita. Saya teringat para mahasiswa bersama rakyat yang telah berhasil membuat tonggak sejarah baru pada mei 1998, tetapi tidak mampu turut menyingkirkan orang-orang dalam lingkaran lingkaran sistem yang telah mengakar. Mungkinkah senior senior saya tidak menghasilkan tokoh populis yang menuntun agenda besar kemajuan nasional bersama sama. Sehingga agenda reformasi tak mampu mendorong perubahan besar, karena kroni-kroni era sebelum reformasi masih tetap bergentayangan pada para pemangku pengambilan keputusan.

Setelah hampir dua windu dikurangi umurku reformasi ada banyak sekali kegundahan terhadap aktivisme gerakan Mahasiswa. Mitos mahasiswa sebagai agent of change menjauh dari realita yang ada dan tri dharma perguruan tinggi. Para mahasiswa lebih senang dan bangga jadi juru keplok (tepuk tangan) di acara-acara TV atau duduk manis di pusat perbelanjaan atau di tempat nongkong modern yang begitu gemerlap dan jauh dari kesulitan hidup rakyat kecil. Disana mereka dapat leluasa berbicara tentang artis idola, film populer serta trend atau mode pakain terbaru, serta mencibir setiap kali ada demo yang memacetkan jalan atau tak terima ketika kebijakan yang timpang membuat para tetangganya tidak dapat tentram hidupnya.

Disisi yang lain gerakan mahasiswa era sekarang dalam sisi saya pribadi organisasi kemahasiswaan cenderung tersandra dengan isu-isu para elit yang menyetir media massa nasional. Mereka seringkali terjebak pada romantisme masa lalu, seperti seorang ABG galau yang ditinggal kekasihnya kemudian gagal move-on. Prestasi bagi mereka adalah ketika berhasil membuat event besar dengan mendatangkan artis papan atas di dunia maupun akhirat. Kalau begitu apa bedanya mahasiswa dengan event organizer (EO) sekumpulan panitia?. Coba hitung berapa banyak organisasi mahasiswa yang tetap berada di rel awalnya untuk mengasah para intelektual muda yang mampu memperjuangkan kehidupan rakyat dan mengkritisi penguasa, memberikan dan menawarkan solusi untuk Pertiwi dan tetap berani bertanggung jawab atas buah pemikirannya.

Problematika tersebut bukanlah sesuatu yang jatuh dari langit begitu saja. Tetapi tak dapat dilepaskan pada akar sejarah. Banyak para pengamat yang menganggap hal ini adalah buah dari neoliberalisme yang membuat terjadinya komersialisasi pendidikan atau analisa budaya yang melihat karena pengaruh habitus. Namun analisa tersebut mengandaikan mahasiswa sebagai makhluk yang tak bererak seperti robot yang dapat disetir kesana kemari generasi takut nilai mengkerdilkan buah pikirannya. Padahal mahasiswa adalah manusia yang berfikir, berhasrat dan bergerak (hidup). Itu adalah faktor eksternal sedangkan faktor internal adalah tentang dinamika pikiran yang harus tersalurkan. Analisa yang lebih lucu lagi adalah ketika menganggap hal tersebut adalah faktor pendidik pendidik mereka yang tidak pernah membiarkan mereka berfikir kritis sejak masa sekolah.

Akankah kebangkitan Nasional hari ini hanya diisi dengan puluhan selogan kebangkitan bangsa yang ternyata masih banyak rasa bangkit itu sendiri tersandera. Buat Tanayaku, teruslah berfikir dan berkarya. Acuhkan saja segala bising nyiyir pada bentuk pengabdianmu pada negerimu. Doaku menyertaimu... Gusti Allah selalu melindungimu.

Madiun,20 Mei 2017 arep magrib.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post