Harry poter vs Mahesa jenar
Harry Potter bersimpuh dihadapan mahesa jenar.
Masih ingatkah kita dengan team "bal balan" yang memiliki penyerang lincah asli purwodadi Jawa Tengah bernama Tugiyo? Eaa,betul PSIS semarang, team kota lumpia menjadi juara Liga Indonesia di musim 1999/2000 mempunyai julukan Laskar Mahesa Jenar. Sementara di Surakarta yang bisa kita tempuh 3 jam dari kota pecel ada sebuah stadion sepakbola diberi nama Stadion Manahan. Di sebuah tempat di daerah lereng Gunung Merapi dipercaya sebagai tempat bertemunya tiga tokoh, Kebo Kanigara, Kebo Kenanga (Ki Ageng Pengging – ayah Joko Tingkir), dan seorang prajurit Demak bernama Rangga Tohjaya.
Dalam sebuah cerita silat populer era 80an yang berjudul Nagasasra dan Sabuk Inten, karangan S.H Mintardja, Mahesa Jenar menjadi tokoh utamanya. Dalam cerita tersebut, Mahesa Jenar merupakan murid Pangeran Handayaningrat. Sebuah cerita kolosal bertabur sisi psikologi dari setiap fragment nya,yang mungkin bisa kita ulas dalam pembelajaran di dunia pendidikan era sekarang, sebagai wujud mencintai karya sastra dengan penuh sisi "local wisdom".
Kemudian dalam cerita yang berseting pada masa keemasan Kerajaan Demak ini, Mahesa Jenar mengabdikan diri sebagai prajurit di Demak. Sebagai prajurit ia berjasa dalam mengamankan dua keris pusaka, Keris Nagasasra dan Sabuk Inten yang dicuri oleh penjahat terkenal bernama Lawa Ijo dari Alas Mentaok (Kotagede). Atas jasa itu ia memperoleh gelar keprajuritan dengan sebutan Rangga Tohjaya. Pada suatu kali ia berkelana, dan menggunakan nama Manahan.
Banyak sekali pembaca cerita tersebut terhanyut dalam suasana alur yang disajikan secara sempurna. setipe Shakespeare menulis Roman Romeo and Juliet sehingga banyak orang menganggap mahesa jenar, si tokoh utama adalah nyata.
Sebenarnya, apa yang menjadikan tokoh ini sangat terkenal sekaligus kontroversial adalah tidak terlepas dari pengarang, yaitu S.H Mintardja. Mungkin beliau memiliki beberapa kewaskitaan memilih frasa dalam cerita beberapa level diatas J.K Rowling. Pak S.H Mintardja yang dengan piawai menyajikan peristiwa-peristiwa, tokoh-tokoh, dan tempat-tempat yang benar-benar ada, dengan peristiwa-peristiwa, tokoh-tokoh, dan tempat-tempat fiksi menjadi sebuah jalan cerita yang utuh dan sempurna.
Setting peristiwa pilihan yang pada saat itu di Jawa agama Islam sedang berkembang, dan salah satu yang paling dikenang pada saat itu adalah konflik antara Wali Songo dan Syeh Siti Jenar. Cerdiknya, S.H Mintardja tidak mengambil tema itu sebagai kisah utama (karena S.H Mintardja adalah non-muslim, sehingga ia mengetahui keterbatasannya jika ia menggunakan tema itu), tapi mengambil tema lain sebagai permasalahan utama, yaitu tentang dua keris pusaka Tanah Jawa, barang siapa mampu menyatukan keris tersebut menjadi kerajaan penguasa tanah jawa.
Dua keris tersebut (benar-benar ada, sekarang tersimpan di Kraton Surakarta), merupakan sipat kandel (pusaka) bagi siapapun yang ingin menjadi raja di Tanah Jawa, ditambah satu buah keris bernama Keris Kiai Sangkelat (juga benar-benar ada, dibuat pada masa Kerajaan Majapahit). Maka dibuatlah tema dengan keris-keris tersebut sebagai pusat permasalahan. Mungkin di peramu cerita memahami kelak United Nation Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO) akan menjadikan keris sebagai warisan budaya dunia. ternyata setelah cerita silat karangan beliau dikalahkan era cerita novel terjemahan bangsa luar, tepatnya 25 November 2005 organisasi bidang pendidikan dan kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tersebut MENGUKUHKAN KERIS INDONESIA sebagai maha karya agung warisan kemanusiaan milik seluruh bangsa di dunia.
Kembali kita ke cerita karya pak S.H Mintardja. yang membuat cerita ini sangat populer adalah karakteristik sang tokoh utama, Mahesa Jenar, yang benar-benar menggambarkan sosok manusia Jawa tulen. Ia tak tergoda dengan gemerlap kraton, dan memilih keluar dari Kraton Demak, dan berkelana. Ia benar-benar sosok manusia tanpa pamrih, dan lebih suka mengalah meskipun ilmu silatnya cukup tinggi. Mencoba menjadi manusia yang "life is Shine" mencari sejatinya hidup yang selalu urup( menyala).
Pendiriannya teguh, tak mudah berubah jika telah menyinggung tentang kebenaran. Ia akan membela tanpa rasa takut. Namun sebagai seorang manusia, khususnya sebagai laki-laki, ia tak bisa berbuat banyak di hadapan seorang wanita, bahkan cenderung sangat menghargai wanita. Hal itulah yang membuat Mahesa Jenar sangat populer di kalangan masyarakat.
Peracik cerita ini mampu menghadirkan tokoh
tokoh yang benar-benar ada dalam kenyataan di masa lalu yang mengambil peran di kisah ini: Pangeran Handayaningrat, Kebo Kanigara, Kebo Kenanga, Ki Ageng Sela, Ki Ageng Ngenis, Sultan Trenggana (Sultan Demak), Pangeran Timur, Sambernyawa, Sunan Prawata, dan Jaka Tingkir.
Beliau mampu menyandingkanya secara apik dengan tokoh-tokoh fiksi seperti: Mahesa Jenar, Lawa Ijo, Jaka Soka, Nagapasa, Pasingsingan, Radite, Anggara, Arya Salaka, Ki Ageng Gajah Sora, Ki Ageng Lembu Sora, Rara Wilis, Mantingan, dll.
Yang sangat berkesan sekali,bawasanya ketokohan mahesa jenar di tuangkan dalam sebuah lirik lagu....anda penasaran? Silahkan search dan unduh cerita dan lagu yang menggambarkan mahesa jenar. Cerita penuh heroik berjuta makna dalam runtutan kalimat serta penokohanya. Saya rasa sudah saatnya, ketika mas Potter dengan tongkatnya mampu di taklukan dan akhirnya bersimpuh berguru kepada mahesa jenar tentang arti pengabdian menjalankan URIP IKU URUP
#lesbumi medioen
#adjar dwija
#IGIers madiun
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Urip iku urup. Setuju!!