Amtolib Abuufaattarabani

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
SEKOLAH RAMAH ANAK, SAMPAI SISWA TERTIDUR

SEKOLAH RAMAH ANAK, SAMPAI SISWA TERTIDUR

Dengan adanya slogan sekolah ramah anak, kini guru dituntut bisa mengimplementasikan dalam situasi sehari-hari di sekolah. Padahal tabiat manusia, terlebih masih anak-anak pasti ada yang pendiam, pemarah, usil, periang, masa bodoh, dan lain-lain perilaku. Tabiat seperti ini tentunya sudah ada baik dalam situasi pendidikan jaman dulu (yang dikesankan dengan jaman feodal meskipun sudah merdeka) jaman sekarang, ataupun jaman yang akan datang.

Dahulu pada waktu saya masih duduk di kelas IV SD, saya menyaksikan sendiri temanku mendapat sangsi berdiri kaki satu dengan dua tangan memegang telinganya sendiri gara-gara perkalian dasar 7 (tujuh) belum hafal. Keesokan harinya (jika dulu saya sudah bisa menghitung persentase) hampir 80% siswa di kelas saya hapal perkalian dasar 7, dan pada akhir kelas IV sebagian besar siswa sudah menguasai fakta perkalian dasar 1 sampai 10. Hal ini mungkin karena ketekunan guru saya saat itu yang begitu telaten menguji kamampuan perkalian setiap menjelang pulang dengan reward pulang duluan bagi yang cepat dan tepat menjawab. Selain itu “metode intimidasi” yang beliau terapkan sangat memotivasi kami untuk belajar. Saya pakai istilah “metode intimidasi” karena memang sudah ada kesepakatan antara guru dan siswa bahwa setiap siswa yang tidak menepati janji bersedia menerima sangsi (diancam seperti contoh sangsi di atas), salah satunya adalah janji hapal fakta perkalian dasar. Orang tua siswa pun tidak ada yang protes ke sekolah gara-gara anaknya diberi sangsi oleh gurunya.

Lain dulu lain sekarang. Dengan metode pemebelajaran yang variatif dan kekinian, sebagian besar siswa sampai di kelas VI di tempat saya mengajar tidak hapal fakta perkalian dasar. Bahkan yang lebih parah lagi saya guru kelas VI beberapa perieode dan beberapa sekolah (saya guru sering mutasi) menemukan anak belum bisa membaca. Saya sudah mencoba berbagai metode agar ketertinggalan ini teratasi, hanya satu metode yang tidak saya terapkan, yaitu”metode intimidasi”.

Saya berusaha seramah-ramahnya dalam setiap mengelola pembelajran, dan berusaha semenarik mungkin. Misalnya dengan permainan, penggunaan LCD, quis (meskipun sering tidak terjawab), dan dongeng misalnya. Ternyata dongeng (bercerita) masih disukai di kelas saya mengajar. Terbukti pada pembelajaran Bahasa Indonesia dengan pembahasan cerita fiksi sejarah dan sejarah, salah satu anak didik yang bernama Arif Khasbialloh minta diceritakan bagaiamana situasi perang gerilyanya Jenderal Sudirman. Anak ini sebenarnya tidak begitu cerdas, malah kadang menjengkelkan karena sering iseng dengan temannya. Misalnya menjulurkan kaki secara mendadak pada saat temannya disuruh maju oleh gurunya sehingga bisa membahayakan, karena temannya bisa jatuh. Atau menyembunyikan kotak pensil temannya, kadang menulisi meja dengan tipext, dan berbagai ulah lainnya yang bisa memancing emosi guru. Sebagai guru tentu dengan senang hati memenuhi permintaan peserta didik yang saya anggap cukup berani. Saya bersedia bercerita dengan syarat betu-betul di dengarkan dan iswa tidak ada yang usil.

Saya bercerita tentang perang gerilyanya Jenderal Sudirman disertai dengan eksprsi dan intonasi sebagaimana perkiraan kondisi di jaman itu. Misalnya mengekspresikan penderitaan rakyat yang barusan disiksa tentara Belanda gara-gara tidak mau menunjukkan arah perginya pasukan Jenderal Sudirman. Siswa-siswa memenuhi janjinya dengan tekun menyimak. Ada yang bergidik, ada yang tampak sedih, dan si Arif pun yang biasanya usial dengan arif dia betul-betul menyimak. Sangkin tekunnya satu kelas menyimak sampai ada satu siswa tertidur pulas di kelas teman sebangkunya tak menyadari. Segera saya ambil ponsel dan “klik” saya abadikan. Suasana berubah, anak-anak cekikak cekikik menertawakan Muhamad Itmam yang tidurnya sampai mendengkur (Jawa:ngorok). Tapi anak-anak tidak berani tertawa lepas karena saya berisarat diam dengan menempelkan jari di bibir saya. Kebetulan waktu sudah menunjukkan pukul 11.55, saya menyuruh ketua kelas memimpin doa untuk persiapan pulang. Tanpa diperintah semua siswa berdoa dan mengucap salam dengan perlahan sehingga yang sedang tidur tidak terganggu. Satu per satu siswa menyalami saya sambil pamit pulang. Hingga semua siswa sudah pulang dia tetap tertidur. Saya beranjak mau sholat dzuhur dan meminta penjaga sekolah tidak mengunci satu pintu kelas karena ada anak tidur di kelas. Penjaga sekolah pun memenuhi permintaan saya.

Baik anak-anak maupun penjaga sekolah tidak heran dengan kasus ini, sebab ini bukan kali yang pertama, ini adalah sudah yang ke sekian kalinya. Makanya tanpa dikomando teman-teman Itmam tidak ada yang mengganggu tidurnya. Waktu baru pertama kali dia tidur di kelas, saya membangunkan dan menyuruhnya cuci muka. Saat itu baru jam ke-4, saat istirahat ke -2 dia ikut bermain di luar bersama temannya. Setelah istirahat ke-2 ternyata dia tidur lagi sampai jam pelajaran terakhir, saya membangunkan dan menanyai setelah teman-temannya pulang. Dia memberikan penjelasan kalau malam ikut ngaji pada tetangganya yang jadi ustad dan punya pondok. Keseokan harinya anak ini terulang lagi tidur di kelas. Akhirnya saya memanggil orang tuanya dan mengkonfirmasi jawaban anaknya. Ternyata betul bahwa anak ini setiap malam tidak pulang ke rumah tapi di pondok pak ustad. Apakah betul ngaji sampai larut malam sebagaimana yang dia ceritakan? Wallahu a`lam, yang jelas saya harus tidak boleh marah, karena saya mengemban misi “sekolah ramah anak” walaupun anak tidak ramah terhadap sekolah.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

The power of khusnudxon saja,, nice story,,,pengen nangis malahan bacanya,,,

11 Oct
Balas

Pengin nangis karena isi cerita atau karena tulisannya tak layak? Maaf baru belajar nulis!

12 Oct

Kalau bangun sih katanya waktu subuh, hanya habis subuh tidur lagi, kadang tidurnya disambung di sekolah. ha ha ha

12 Oct
Balas

Ramah anak di satu posisi kadang bertentangan dg nurani terlalu memberi ruang pada anak bs akibatnya ank trlalu manja tidak mandiri ....serba serbi jadi guru hrs pandai-pandai menempatkan diri...besok tanya sma itman bangun jam berapakah? Hhe...

12 Oct
Balas



search

New Post