Salat Idul Adha 10 Dzulhijjah 1441 H, telah kita tunaikan pada hari ini Jumat, 31 Juli 2020. Momentum Hari Raya Idul Adha (Hari Raya Kurban) merupakan pembelajaran pengorbanan dan ujian keimanan terberat sepanjang sejarah peradaban manusia. Skenario ini diperankan oleh Nabi Ibrahim AS bersama putranya Ismail AS. Hal ini dijelaskan oleh Allah SWT dalam firmanNya, "Sesungguhnya ini merupakan uji coba yang nyata" (QS. Ash-Shafat: 106). Dalam lanjutan kisah pengorbanan tersebut, atas kuasa dan kehendak Allah SWT maka Ismail digantikan dengan domba besar dan sangat indah, yang sebelumnya dikorbankan oleh Habil (putra Nabi Adam, AS). Sebagaimana firman Allah SWT, “Kami tebus karena itu dengan sembelihan besar (kambing/kibas)” (QS. Ash-Shafat: 107)

Ketaatan Nabi Ibrahim AS serta keikhlasan dan kesabaran Ismail AS dalam menjunjung tinggi perintah Allah SWT mengundang kekaguman para malaikat. Malaikatpun segera menyerukan kalimat takbir, “Allahu akbar, Allahu akbar”, dan juga Nabi Ibrahim dengan kalimat tahlil, “ Laa ilaaha illallahu Allahu akbar ”. Disusul seruan Ismail dengan ucapan tahmid, “Allahu akbar walillahilhamd”. Rangkaian kalimat suci diabadikan hingga sekarang. Rangkaian kalimat yang mulia ini menghiasi bibir jutaan umat Islam saat memenangkan Idul Adha.

Peristiwa besar nan agung ini mengandung banyak hikmah dan pelajaran yang sangat bermanfaat bagi seluruh umat manusia. Yakni, pertama hendaknya hanya ditujukan kepada Allah segenap cinta yang dicurahkan, sebab rahmat dan nikmat-Nya kita terima setiap saat. Tak terhitung nilai dan kuantitas nikmat Allah kepada kita. Meski seluruh air laut sebagai tintanya dan seluruh ranting pepohonan sebagai penanya. Niscaya akan kering seluruh lautan dan habis semua pepohonan, sedangkan nikmat Allah masih terlalu banyak yang belum bisa dituliskan.

Hal ini dinyatakan difirmankan Allah dalam Al Quran: "Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak, maka dirikanlah salat karena Tuhanmu dan berkurbanlah" (QS. Al-Kautsar: 1-2). Ibadah kurban merupakan perintah Allah untuk menyembelih sifat egois, sikap mementingkan diri sendiri, rakus dan serakah, yang dibarengi dengan kecintaan kepada Allah, diwujudkan dalam bentuk solidaritas dan kesetiakawanan sosial. Teladan paling mulia tentang kecintaan kepada Allah telah dibuktikan oleh Nabi Ibrahim dengan kesediaan menyembelih putra kesayangannya.

Kedua, selayaknya hanya untuk Allah yang dipersembahkan semua puja dan puji. Perintah berkurban bagi mereka yang berhak menerima rezeki dan sumbangan daging bagi kaum miskin dan dhuafa memuat pesan penting tentang Islam “Kamu bisa dekat dengan Allah hanya bisa mengompilasi kamu dan bisa menolong saudara-saudara kita yang serba kekurangan”, jadi terbangun ikatan solidaritas sosial dan semangat tolong-menolong antaranggota masyarakat. Sikap ini dapat mengurangi kesenjangan sosial dan menyelamatkan kehidupan harmonis di antara sesama warga.

Ketiga, hanya kepada Allah tempat berserah diri atas segala amal ibadah yang kita lakukan siang dan malam. Dzikir yang dilafadzkan pagi dan petang adalah wujud pengabdian hamba untuk Rabb-nya. Meskipun setiap hari kita berikrar dalam doa iftitah setiap menunaikan ibadah salat, “Sesungguhnya shalatku dan semua ibadahku, hidupku dan matiku hanya untuk Allah, SWT, Tuhan semesta alam.”

Masih banyak hikmah dan pelajaran yang bisa diambil dari ibadah kurban. Melalui ibadah kurban, nurani manusia diasah. Kerakusan manusia digugat, bahkan segala bentuk ketidakadilan sosial digugat bahkan ‘siafat kebinatangan manusia disembeli’..Wallahu a’lam bissawab..

Selamat Idul Adha 1441 H, mohon maaf lahir dan bathin.

Salamaki To Pada Salama

#Soppeng, 31072020

#Tantangan Menulis 365 Hari

#TaGur Hari ke-132