Suherman, C.DAI., M.A., M.Pd

Riwayat Pendidikan : S.1 Fakultas Dirosat Islamiyyah UIN Syarief Hidayatullah Jakarta S.2 Dirosat Islamiyyah SPS UIN Syarief Hidayatullah Jakarta S.2 Pendidi...

Selengkapnya
Navigasi Web
Pahami dulu sebelum menilai (Renungan untuk para guru)
Bu Gina dengan beberapa murid kesayangannya

Pahami dulu sebelum menilai (Renungan untuk para guru)

Suatu hari, Bu Gina seorang guru kelas IV SD, masuk kelas seperti biasa. Sebelum memulai pelajaran, ia berkata pada murid-muridnya, “Anak-anak, Ibu Guru sangat menyayangi kalian semua…”.

Tapi dalam hatinya ia berkata, “Kecuali Firlana…”. Ia sangat tidak suka pada murid yang satu ini. Firlana anak yang nakal, pemalas, bahkan sering tidak mengerjakan tugas, badan dan bajunya selalu kotor, rambut tak pernah disisir dan ia sering tidak merespon apa yang disampaikan oleh para guru. Begitu bencinya Bu Gina pada Firlana, sampai-sampai ia merasa sangat puas ketika mencantumkan nilai 50 di rapornya.

Suatu ketika, pihak sekolah mengharuskan semua guru untuk melihat catatan setiap anak dari awal masuk sekolah. Bu Gina pun melihat catatan setiap muridnya dari kelas I sampai kelas IV. Firlana ia periksa di bagian akhir sekali.

Guru kelas I menulis tentang Firlana: “Firlana anak yang berbakat, berpotensi dan berprestasi.”

Bu Gina kaget. Firlana anak berbakat? Apa tidak salah? Tapi ia melanjutkan membaca catatan guru-guru kelas selanjutnya.

Guru kelas II menulis: “Firlana sangat disukai teman-temannya. Ia punya selera humor yang bagus. Tapi ia agak terganggu karena ibunya menderita sakit keras."

Guru kelas III menulis: “Prestasi Firlana turun drastis. Ia sangat terpukul dengan kematian ibunya. Ia mencoba mempertahankan prestasinya, tapi ayahnya tak memberikan perhatian yang semestinya.”

Guru kelas IV yang baru masuk dan tidak tahu cerita tentang Firlana menulis: “Firlana anak yang bodoh, suka tidur di kelas, tidak merespon apapun yang disampaikan padanya.”

Seketika Bu Gina merasa sangat terpukul. Ia merasa sangat bersalah telah keliru menilai Firlana. Ia menyesal kenapa tidak tahu cerita ini dari awal sebelum ia akhirnya ‘membenci’ Firlana.

Di akhir tahun ajaran, seperti biasa, setiap anak akan membawa hadiah untuk para guru. Mereka membawa hadiah-hadiah yang mahal dan dibungkus dengan kertas kado yang cantik.

Kecuali Firlana. Ia membungkus hadiahnya dengan selembar kertas koran bekas. Teman-temannya menertawakannya. Tapi Bu Gina langsung menghampiri Firlana dan membuka kadonya, sambil berkata: “Wow, hadiahmu luar biasa, Firlana…”.

Kado Firlana berisi gelang bekas dan satu botol parfum yang isinya tinggal seperempat. Bu Gina langsung memakai gelang itu dan menyemprotkan parfum tersebut ke badannya seraya berkata, “Wah, parfum ini wangi sekali, Nak…”. Ia pun memeluk Firlana dengan penuh cinta.

Selesai acara, Firlana tidak langsung pulang. Ia menunggu Bu Gina di depan gedung sekolah. Ketika Bu Gina keluar, Firlana langsung menghampirinya dan berkata, “Bu, izinkan aku menyampaikan bahwa aroma Ibu hari ini mengingatkanku pada ibuku. Ia menggunakan parfum itu di setiap salat dan terakhir sebelum ia meninggal.” Setelah menyampaikan itu Firlana pun berlalu.

Mendengar itu, Bu Gina menangis sejadi-jadinya lebih dari satu jam. Sejak saat itu ia berjanji untuk mengembalikan kepercayaan diri Firlana yang hilang karena kematian ibunya. Bu Gina memberikan perhatian khusus pada Firlana. Ia berikan motivasi, inspirasi dan bantuan apapun yang dibutuhkan Firlana. Tak sampai satu semester, Firlana sudah kembali berada di posisi puncak di kelasnya.

Saat libur, Firlana menulis sepucuk surat yang diletakkannya di pintu rumah Bu Gina. Firlana menulis, “Izinkan aku untuk mengatakan bahwa Ibu adalah guru terbaik yang kutemui dalam hidupku.”

Delapan tahun kemudian, Firlana kembali menulis surat pada Bu Gina. Ia mengabarkan bahwa ia telah tamat SMA dan dapat juara II. Ia telah bertemu dengan banyak guru, tapi tak ada yang sehebat dan sebaik ibu gurunya; Bu Gina.

Beberapa tahun kemudian, Firlana menulis surat lagi dan mengabarkan bahwa ia sudah tamat kuliah fakultas kedokteran. Dan, Bu Gina tetap menjadi guru terbaik yang penah ia temui dalam hidupnya.

Beberapa tahun berikutnya, Firlana kembali menulis surat pada Bu Gina. Ia mengabarkan kalau ia sudah bertemu dengan wanita yang dicintainya untuk dijadikan pasangan hidup. Ia meminta Bu Gina hadir di acara pesta dan duduk di kursi yang biasa diduduki oleh seorang ibu kandung.

Dengan penuh bahagia Bu Gina mengabulkan undangan Firlana. Ia duduk di kursi yang seharusnya diduduki oleh ibu kandung Firlana jika ia masih hidup.

Firlana melangkah ke arah ibu gurunya itu dan berkata, “Terimakasih untuk semua yang Ibu berikan. Ibu telah mempercayaiku dan mengembalikan rasa percaya diriku. Tanpa Ibu, saya tak mungkin bisa seperti sekarang.”

Bu Gina menimpali, “Firlana, engkau salah… Bukan Ibu yang mengajarkanmu… Ibu awalnya adalah guru yang tak pandai mengajar… Tapi setelah bertemu kamu, Ibu menjadi guru yang tahu apa arti mendidik dan bagaimana cara mendidik… Engkaulah yang berjasa menjadikan Ibu seorang guru yang berhasil…”.

Semoga Firlana menjadi dokter terbaik di Indonesia. Dengan segudang prestasi yang diraih.

اللهم علمنا ما ينفعنا وانفعنا بما علمتنا

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post