TANGISAN AWAL PERUBAHAN
TANGISAN AWAL PERUBAHAN
#Tantangan Menulis Gurusiana (H.3)
Oleh: Abu Husen
Pagi itu, waktu telah menunjukkan pukul 10.15 WIB. Tanda bel dimulainya jam ke-5 telah berbunyi, aku segera menuju ke Laboratorium Biologi untuk melaksanakan praktikum identifikasi tumbuhan dikotil dan monokotil dengan siswa kelas X IPA-2. Minggu kemarin aku telah meminta siswa kelas X IPA-2 untuk mempersiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan dalam praktikum kali ini, termasuk beberapa spesies tanaman yang akan diidentifikasi. Aku segera masuk ke dalam laboratorium Biologi yang telah dihuni oleh siswa kelas X IPA-2.
“Assalamualaikum wr. wb.” Ku buka pembelajaran dengan mengucapkan salam. “Waalaikum salam wr. wb.” Jawab anak-anak kelas X IPA-2. Setelah membuka pelajaran, memeriksa kehadiran siswa, dan memeriksa kelengkapan alat dan bahan, aku memberikan pendahuluan berupa penjelasan singkat dari langkah-langkah praktikum yang akan dilaksanakan oleh siswa. Aku segera menyilakan anak-anak untuk melaksanakan praktikum identifikasi tumbuhan dikotil dan monokotil berdasarkan ciri-ciri yang tampak, baik dari akar, batang, daun, maupun bunga yang mereka bawa.
Kegiatan praktikum pun dimulai. Masing-masing kelompok menyiapkan alat dan bahan yang minggu lalu telah kuperintahkan untuk dibawa saat praktikum. Aku berkeliling ke beberapa kelompok untuk mengamati siswaku bekerja dalam kelompoknya masing-masing. Beberapa saat setelah kegiatan praktikum dimulai, aku mendengar keributan dari kelompok 4 yang dihuni oleh Erni, Galuh, Siti, Joko, dan Danang. Kelompok ini sejak saat aku memulai pembelajaran memang tampak tidak bisa tenang. Entah apa yang mereka ributkan.
“Erni dan kawan-kawan, tolong bekerja dengan baik dan tenang. Jangan gaduh!” Tegurku.
“Baik Pak.” Jawab mereka secara bersamaan.
Kelaspun kembali tenang, hanya suara diskusi antar anggota kelompok yang terdengar. Selang beberapa saat terdengar lagi keramaian dari kelompok 4, kali ini suara Joko dan Danang yang sedang memperebutkan sesuatu. Mereka sedang ditengahi oleh Erni agar tidak semakin gaduh.
“Joko, Danang, apa yang sedang diperebutkan?” Tanyaku.
“Joko tidak membawa tumbuhan yang menjadi tugasnya Pak, malah merebut tumbuhan saya. Kami jadi kekurangan spesimen untuk diidentifikasi.” Jawab Danang.
“Joko, apa benar yang dikatakan Danang?” Tanyaku memastikan kebenaran jawaban Danang. “Benar Pak, saya kemarin lupa sehingga tidak mempersiapkan tumbuhan yang ditugaskan kepada saya.” Jawab Joko. “Kalau memang benar-benar tidak membawa, nanti bisa pinjam salah satu spesimen ke kelompok lain yang telah selesai diidentifikasi, jangan berebut spesimen, nanti tumbuhannya jadi rusak dan sulit diidentifikasi. Sekarang, tolong fokus untuk mengerjakan identifikasi tumbuhannya.” Ucapku memberikan solusi kepada mereka.
“ Baik Pak.” Jawab mereka sambil saling menyalahkan karena telah kutegur.
Merekapun kembali tenang. Para siswa kembali sibuk dengan pekerjaan di kelompoknya masing-masing. Tiba-tiba sayup-sayup kudengar isak tangis dari arah kelompok 4. Aku segera menghampiri kelompok 4, kulihat Erni sedang menangis dan berusaha di tenangkan oleh teman-temannya. Walaupun termasuk siswa yang cerdas, tetapi Erni selama ini memang mempunyai kelemahan dalam mengontrol emosinya.
“Ada apa Erni? Kenapa menangis?” Tanyaku.
“Begini Pak, saya kesulitan mengidentifikasi perhiasan bunga Lombok, bunganya terlalu kecil.”
“Kenapa tidak bertanya?” Tanyaku lagi
“Saya takut Pak. Teman-teman juga ramai terus dari tadi sehingga saya tidak bisa mendengarkan penjelasan Pak Husen dengan baik. Saya tidak paham Pak, saya jadi bingung.” Jawabnya. “Ayo teman-teman satu kelompoknya, tolong Erni dibantu, bagaimana cara mengidentifikasi perhiasan bunga Lombok yang kecil ini, bisa kan?” Perintahku pada anggota kelompok 4.
“Maaf Pak, kami juga tidak bisa.” Jawab Joko dan Danang bersamaan. “Makanya kalau ada guru menjelaskan pelajaran itu didengarkan, jangan ramai melulu, tidak paham kan jadinya? Kegaduhan kalian juga membuat temanmu tidak bisa mendengarkan dengan baik, sehingga membuatnya tidak paham juga.” Ucapku berusaha memberikan pengertian. Mereka diam memperhatikan, tampak rasa bersalah tergambar pada raut muka mereka.
Kemudian dengan sabar aku menjelaskan ulang kepada kelompok tersebut langkah-langkah untuk mengidentifikasi bagian-bagian bunga sebuah tanaman. Termasuk membedakan antara kelopak, mahkota, dan perhiasan bunga lainnya, dan menghitung jumlahnya yang dapat menjadi salah satu dasar membedakan antara tumbuhan monokotil dan dikotil. Aku menyarankan mereka untuk memakai lup yang telah disediakan untuk mengidentifikasi bagian-bagian bunga tanaman Lombok yang memang berukuran kecil. Erni dan kawan-kawannya kemudian dapat mengidentifikasi bagian-bagian bunga tanaman Lombok dengan benar. Mereka kemudian juga mengidentifikasi tumbuhan lain yang mereka bawa. Kuperhatikan mereka mampu memahami prosedur praktikum dan terampil mengidentifikasi tanaman dikotil dan monokotil dari bagian-bagian tumbuhannya. Aku senang sekali melihat Erni dan kawan-kawan akhirnya dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan penuh semangat. Akhirnya praktikum hari itu berjalan dengan baik dan lancar.
Setelah peristiwa tersebut Erni dan teman-temannya kelompok 4 semangat sekali belajar Biologi. Erni memperoleh nilai raport tertinggi untuk mata pelajaran Biologi. Secara mengejutkan, Joko dan Danang memperoleh nilai yang memuaskan pada ulangan harian materi plantae dan materi-materi setelahnya. Padahal sebelumnya untuk mencapai nilai KKM saja mereka harus ulangan remidi. Hal tersebut membuatku senang sekali. Ternyata perhatian dan kesabaranku dalam menghadapi mereka berbuah manis dengan naiknya motivasi mereka dalam belajar sehingga juga berefek positif terhadap prestasi mereka dalam pelajaran Biologi.
Sebagai guru janganlah kita langsung memarahi dan memvonis anak-anak yang suka membuat kegaduhan di kelas sebagai anak yang nakal. Tetapi berikanlah mereka perhatian dan tuntunlah mereka dengan sabar dan penuh kasih sayang. Sehingga mereka merasa diperhatikan dan tumbuh motivasinya dalam belajar dan akhirnya dapat meningkatkan prestasi dan keterampilan mereka.
Dewasa ini mungkin kita sebagai guru memang diuji sampai batas kesabaran kita dalam menghadapi perilaku generasi milenial. Namun melalui kesabaran, perhatian, dan do’a kita, hati mereka akan tersentuh. Mereka akan merasa diperlakukan dengan baik sehingga mereka kemudian dapat tumbuh motivasinya untuk memperbaiki diri dan kemudian berkembang menjadi manusia yang berhasil meraih cita-cita dan kesuksesan mereka di masa depan. Bukankah keberhasilan siswa kita merupakan nikmat yang luar biasa bagi kita para gurunya?
Pinggiran Bojonegoro, 1 Mei 2020
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Waduh Pak.. ide muncul di last minutes.. deg-degan g karuan takut g nyampe
Enak juga ngajar di SD ya Pak siswa dalam gemlengan guru, penurut, patuh dan kita disayang mereka. Bapak guru yg penyabar perhatian modal menghadapi siswa SMA sukses buat bapak.
Aamiin, Makasih Bu.. ya pintar-pintarnya kita menemukan strategi yang teat untuk mendidik mereka bu.. dan memang harus sabar menghadapi generasi milenial
Mantap, Ayo dilanjutkan perjuangannya. Wassalamu'alaikum.