#Pentigraf

#Tantangan Gurusiana Hari Ke-131

Pemuda kota harus bekerja. Selain untuk memenuhi kebutuhan, juga untuk prestise. Namun, sepertinya kondisi nyata lebih lantang berbicara. Tanpa kemauan dan tekat yang kuat, hidup di kota bisa mati sengsara. Yohan sarjana ekonomi. Pekan-pekan awal setelah wisuda ia rajin melamar pekerjaan tetapi tidak menghasilkan apa-apa. Alhasil, dalam ‘diam’ di rumah, Yohan memeras otak, menyusun rumus pemecahan. Dan ketemulah kangkung.

Yohan sibuk membuka lahan tidur yang cukup luas tidak jauh dari rumahnya. Tentu setelah memohon izin sang pemilik. Digunakanlah sisa tabungannya untuk bibit, pupuk, dan tenaga Mang Suta. Kini petakan-petakan kangkungnya sudah menghijau. Tiap pagi dan sore ia sirami. Yohan tahu, setiap kali ia pamit, pasti ibunya diam menahan sedih. “Orang akan menyebutmu sarjana kangkung, Han?” kalimat itulah bukti keprihatinan ibu. Yohan maklum. Beliaulah yang menanggung beratnya beban memandaikannya. Yohan hanya tersenyum dan tetap memohon ibunya untuk tidak berhenti mendoakan. Di doa itulah ada berkah.

Dengan bronjong di motor, Yohan keliling kompleks menjajakan seratus ikat kangkung. Sang ibu benar-benar menangis melihat kerja anak sarjananya. Namun, tangis ibu berubah senyum saat Yohan menunjukkan lembar-lembar Soekarno-Hatta. “Bu, tiap hari Yohan panen. Mulai besok Mang Suta yang melakukannya. Besok Yohan buka usaha lain. Doakan, ya, Bu,” ungkap Yohan bangga.

Boyolali, 24 Juni 2020