Rasa
Chapter 8 by Ade Erma Wardani
Mandelo sudah siap mengikuti ekstrakurikuler perkusi. Dengan modal tangan dan mulutnya. Teman-teman yang lain sudah memegang alat yang dibawa. Semua sudah siap berjajar di halaman sekolah. Hari ini bu Umi ingin mendengar suara alat-alat itu di luar ruangan. Minggu kemaren berlatih di ruang kelas, suara bisa menyatu dan padu dan keras. Ibu Umi juga sudah siap dengan botol bekas sirup orson yang dipunya dan sendok. Salah satu siswa ditunjuk untuk memandu teman-temannya. Semua duduk dengan rapi. Mandelo juga ikut duduk dengan rapi. Di dengarkan instruksi dari bu Umi dengan seksama. Satu per satu di suruh membunyikan alat yang dibawa. Mandelo hanya membunyikan tangan dan mulutnya. Suaranya bernada. Suara yang keluar dari mulutnya begitu bernada dengan iringan tangannya. Kadang bersiul untuk nada tinggi, padu padannya begitu bernada. Bu Umi begitu takjub mendengar suara dan nadanya. Bu Umi mendekati Mandelo dan beucap," Mandelo, coba berdiri dan maju ke depan. Tunjukkan pada teman-temanmu musik yang kamu punya.
Mandelo dengan sigap maju ke depan tanpa malu-malu. Berjalan dengan mantap dan percaya diri. Beda sekali dengan Samsul dan Setyo yang masih malu bila disuruh maju ke depan. Contoh anak bangsa yang siap jadi garda depan membangun bangsa dengan karakter percaya diri. Mandelo, seorang anak desa terpencil yang bersemangat yang ingin belajar dan menjadi pintar. Cita-citanya sangat mulia, ingin membangun desanya lebih maju dan semua warganya mempunyai kompetensi yang tidak kalah dengan orang kota. Sosok anak muda penerus bangsa.
Mandelo sudah berdiri di depan dan mulai memainkan tangan dan mulutnya. Terkadang bergerak je kanan dan ke kiri. Nadanya begitu syahdu. Semua anak terpaku dan terbengong bengong melihat penampilannya. Bu Umi juga terpukau dan menitikkan air matanya. Suaranya begitu padu. Tidak disangka dengan kepolosannya bisa menciptakan suatu bunyi yang indah. Luar biasa hebat penampilannya.
Semua bertepuk tangan dan semua berdiri merubung Mandelo dan menyalaminya. Mandelo hanya tersipu malu tidak tahu apa yang harus diucapkan. Bu Umi menerobos masuk anak-anak yang mengerumuni Mandelo. Bu Umi memeluk Mandelo seperti memeluk anaknya sendiri. Mandelo semakin malu.
Anak-anak ,, saya terharu dan terkesima dengan penampilan Mandelo. Luar biasa Mandelo," kata bu Umi sambil mengacungkan 2 jempolnya.
Mari anak-anak ,, kita berlatih dari Mandelo. Alat musik bisa menggunakan apa saja, tidak harus beli dan tidak harus mahal. Kita bisa menggunakan tubuh kita yang bisa menghasilkan suara dan suara yang muncul tidak kalah dengan alat musik yang di jual di toko. Ayooo anak-anak, kita coba padukan suara yang dimunculkan Mandelo dengan alat-alat yang dibawa," kata bu Umi panjang lebar.
Iyaaaaaaaaa buuuuuuu ,,,," jawab mereka setentak.
Mandelo mulai membunyikan mulut dan tangannya. Semua anak mengiringi dan mengikuti. Ada nada sumbang di sana sini. Bu Umi membiarkan saja semua dengan nada sumbang itu. Lambat laun semua bernada sesuai dengan ketukannya. Anak-anak senang dan bangga sekali bisa mengiringi Mandelo. Waktu tidak dirasakan oleh mereka. Mereka asyek dengan alatnya masing-masing. Mereka menikmati setiap ketukan yang dimainkannya. Sudah pukul 4 sore, anak-anak mulai berkemas dan bergegas pulang. Semua bersalaman satu persatu dengan bu Umi. Mandelo paling terakhir.
Bu .. ibu pulang dengan siapa. Bapak ibu guru yang lain sudah pulang," kata Mandelo.
Ya sendiri, kamu mau menemani ibu. Boleh ... sebentar ya ibu beresi dulu barang-barang ibu," jawab bu Umi.
Mandelo menunggu bu Umi sambil duduk di selasar kantor. Sepatunya sudah butut, banyak lobang di sana sini, sepatu sebelah kanan mulai menganga minta ganti. Sudah 10 kali dijahit dan sudah lapuk kulit sepatunya. Sepatu itu sudah 3 tahun dan belum diganti. Setiap Mandelo minta sepatu pada mama dan papanya selalu dijawab sepatumu masih bisa dipake. Uangnya untuk yang lain dulu. Mandelo hanya manggut dan terdiam. Mandelo sangat paham kondisi ibu bapaknya yang berada pada garis miskin. Bapaknya hanya seorang buruh kasar yang tidak tentu pekerjaanya. Anaknya 4, Mandelo anak nomor 2, kakaknya Rosida tidak melanjutkan sekolah karena tidak punya biaya. Hanya lulus SMP.
Ayooo Mandelo," bu Umi berkata pada Mandelo.
Eghh oghh iya bu," jawab Mandelo dan membuyarkan lamunannya.
Lamunan dalam nada hatinya. Lamunan pengharapan dalam setiap langkahnya.
*bersambung
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Ditunggu lanjutannya bu
Iya pak ,, waktunya padat merayap