Ade Erma Wardani

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Siluet Anak Kecil

By Ade Erma

Seorang anak kecil berlari telanjang dada di trotoar depan toko sore itu. Celana kolor biru telah berubah warna, warna gelap penuh masa. Disepanjang lubang clana itu sudah penuh dengan robekan kecil berbaris rapi dan di setiap sudut bongkahan bahannya terseruak lobang-lobang. Anak tersebut terus berlari kesana kesini di emperan toko abah Munir membawa layangan kecil yang sudah robek bagian ekornya. Diterbangkannya layangan itu dengan segulung benang hasil meminta di toko sebelah abah Munir. Begitu riang dan lepas, anak kecil itu bermain layangan sendiri. Gigi-gigi yang menguning terlihat jelas saat tertawa. Gigi tengahnya sudah habis di makan gula-gula. Tinggal gupis yang ada. Tawa renyahnya menggetarkan jiwa yang melihatnya.

Nang ... ojo banter-banter mlayumu, mundak tibo. Kono dolanan layanan neng lapangan pojok kono. Isih ono angin. Rono dewe, simbah wes ra kuat mlayu, " teriak simbah kakung yang duduk selonjor di sela toko abah Munir dan abah Chong.

Iya mbah ... ," jawab anak kecil itu.

Hari ini, toko abah Munir tutup karena keluar kota selama 3 hari. Simbah kakung agak leluasa dalam selonjornya. Abah Munir tidak keberatan simbah kakung dan cucunya duduk dan menginap dengan atap langit di emperan itu. Sudah 1 tahun simbah kakung lontang lantung mencari tempat berteduh namun selalu di usir oleh empunya tempat. Akhirnya ditemukan teras depan toko abah Munir dan meminta ijin untuk bermalam disitu sampai menemukan tempat tinggal. Abah Munir tidak keberatan namun bila pagi hari saat toko buka, simbah kakung dan cucunya harus pergi. Simbah kakung setuju.

Nang ... ojo banter-banter mlayumu," teriak simbah kakung lagi.

Iya mbah ... kesel yo mbah, hozz hozzz hozzzz ...," ucap anak kecil dengan suara megap-megapnya.

Rene nang... iki lho kaos mu di enggo, anyes nek ra kaosan, mengko masuk angin. Simbah sing repot," simbah kakung berkata lagi.

Emoh mbah .. kaose wes elek, kui ,, sebelah mburi wes sowek. Aku ra sah kaosan. Enak mbah ... silir," si anak kecil menjawab dengan spontan.

Untung tho nang, isih ono sisa kaos iki. Sing liyane lak wes kebakar kabeh. Disyukuri yo nang, moga-moga bapakmu, simbokmu lan mbakyumu mlebu suargo. Gari dewe wong loro yo kudu iso urip tho," kata simbah kakung.

Iyo mbah .. simbok neng suargo yo, suargo ki sebelah endi, aku pingin rono ketemu simbok, bapak lan mbak Lestari," jawan anak kecil itu lagi.

Gaweo amal sing becik lan percoyo karo Gusti Allah, insya Allah sesok ketemu wong tuwomu neng suargo kono. Yok ... siap-siap neng mesjid, meh magrib ," kata simbah lagi.

Iyo ,, iyo .. ayo mbah, aku tuntun simbah neng mesjid. Dalane isih rame. Motor-motore isih okeh lan mlakune banter-banter," jawab anak kecil itu lagi.

Anak kecil itu menuntun simbah kakungnya dengan penuh kasih sayang. Sarung warna kusam membalut tubuh kurus simbah kakung. Mereka berjalan dengan langkah pasti menuju mesjid. Mesjid besar ada di seberang jalan kurang lebih 1 km jaraknya. Mesjid Al Ikhlas yang selalu ramai dan penuh dengan jamaah. Tempat parkirnya luas, tempat wudhunya bersih dan nyaman, kamar mandinya juga bersih dan nyaman. Potret sebuah tempat peribadatan yang sudah sesuai dengan konsep bersih dalam fiqih sunnah. Setiap 5 waktu, simbah kakung dan cucunya pergi ke mesjid. Selalu ikutan kajian setiap ada kajian. Bila pagi, ikut bersih-bersih sekitar mesjid dan tidak meminta upah, hanya meminta bisa duduk di pojok parkir sekedar melepas lelah. Sering ada yang memberi uang saat simbah kakung tertidur. Biasanya simbah kakung menolak bila ada yang memberi uang karena dia bukan pengemis. Petugas mesjid selalu memberi nasi bungkus ke simbah kakung dan cucunya. Awalnya tidak mau tapi karena di paksa, beliau menerimanya. Sudah 1 bulan simbah kakung di kota itu. Setiap hari selalu mendapatkan rejeki dari Allah lewat perantara orang-orang yang ke mesjid. Saat sore menjelang, giliran abah Munir yang memberi nasi bungkus. Semenjak simbah kakung dan cucunya ikut tidur di depan tokonya, tokonya jadi laris. Teras depan tokonya bersih karena setiap pagi di sapu dan di pel. Semua itu dilakukannya dengan ikhlas dan senang hati tanpa meminta imbalan. Abah Munir juga senang karena teras tokonya bersih.

Siluet jingga merona masih terlihat di ufuk barat. Sang surya mulai turun ke peraduannya tuk menyinari mayapada belahan lainnya. Simbah kakung duduk bersila di teras mesjid sambil memandang jauh ke atas langit yang mulai redup cahayanya berganti malam. Satu dua bintang mulai muncul menghiasi langit. Malam ini cerah seperti malam-malam sebelumnya. Sudah hampir 1 bulan ini, kota Megasari tidak diguyur hujan. Rumput di taman pasar Srengteng kering. Pohon-pohon mulai redup raganya, terkulai tanpa daya. Begitulah potret musim panas bulan ini. Cucunya berlari lari di serambi mesjid dengan kaos sobeknya yang berkibar-kibar. Menyembul gigi-giginya yang kuning. Berkejaran dengan anak-anak kecil yang ikut bapaknya ke mesjid. Begitu riang dan renyah candanya. Tawa anak-anak polos tak berdosa. Simbah kakung semakin takzim memandang langit.

Simbah kakung masih merenung di teras mesjid Al Ikhlas. Orang masih lalu lalang untuk sholat magrib, waktunya masih ada. Dia masih merenung sambil sesekali dahinya berkerut, ada beban dalam pikirannya. Beban berat dengan cucunya yang masih kecil, baru umur 5 tahun. Seharusnya sudah sekolah di Taman Kanak-kanak, namun peristiwa kebakaran rumahnya membuat cucunya tidak bisa sekolah lagi. Api telah melumat habis rumah dan semua yang ada di rumah itu. Anaknya, menantunya dan cucunya ikut terbakar hidup-hidup dalam amukan api itu. Simbah kakung hanya berhasil menyelematkan cucunya yang pada waktu itu tidur dengannya di ruang tamu. Cucunya dengan cepat diseret keluar sambil meronta kesakitan. Suara parau minta tolong samar terdengar oleh warga sekitar. Api sudah semakin ganas, saat simbah kakung masuk dan akan membangunkan anak dan menantunya semua sudah terlambat. Kayu besar telah menutupi pintu kamar anaknya, api berkobar sangat besar. Simbah kakung tidak kuat memindahkan kayu besar tersebut. Hanya terdengar jeritan memilukan minta tolong dari kamar itu. Air mata simbah kakung menetes. Teringat saat-saat akhir kematian anak, menantu dan cucunya. Warga mulai berbondong-bondong membantu setelah api melahap separuh rumahnya. Hanya tangis yang bisa keluar, hanya kesedihan yang nampak pada waktu itu.

Mbah ... ingat lagi peristiwa kebakaran itu ya," pak Misro petugas mesjid duduk mendekatinya.

Iya nak ... rasanya belum bisa hilang dari ingatanku, masih di otak dan di depanku. Aku selalu menyalahkan diriku sendiri karena tidak bisa menolong anak, menantu dan cucuku," kata simbah Kakun sambil menyeka air matanya.

Yang sabar dan ikhlas mbah. Semua itu cobaan. Masih ingat kajian kemarin mbah. Allah akan menguji kaumnya sesuai dengan kadar seseorang. Insya Allah simbah kuat dan sabar menerima cobaan itu, " pak Misro berkata lagi.

Iya nak ... Doakan saya kuat dan bisa menemani cucu saya itu," simbah kakung berujar lagi sambil menunjuk ke arah cucunya.

Ogh iya ... si Adi gimana mbah, sudah dapat sekolah. Kasihan kalau tidak sekolah mbah. Coba ke yayasan Al Ikhlas di belakang mesjid ini, barangkali bisa membantu dan mencarikan orang tua asuh buat Adi. Simbah kelihatannya sudah sangat tua," kata pak Misro lagi.

Iya nak, terima kasih sarannya. Insya Allah besok pagi saya dan cucu saya ke sana," simbah kakung menjawab lirih.

Iya mbah, sama-sama. Kita saling menolong sesama manusia. Ogh iya .. ini ada sedikit baju ganti dan sarung buat simbah dan Adi, walaupun bekas tapi masih bagus. Semoga cukup," kata pak Misro.

Terima kasih sekali pak Misro. Njenengan baik sekali," jawab simbah kakung terharu.

Saya pamit dulu ya mbah, ada kepentingan dengan pak RT," kata pak Misro sambil bersalaman.

Iya pak, monggo," jawab simbah kakung.

Simbah kakung masih duduk bersila sambil memandang langit. Masih berpikir keras untuk masa depan cucunya. Rumah tinggal belum didapatnya karena uangnya tidak cukup untuk sewa satu kamar. Ingin ikut kerja di bangunan tapi tenaganya tidak kuat. Hanya bisa berdoa dan berdoa dan selalu yakin bahwa setelah kesulitan ada kemudahan.

Adzan isha berkumandang dengan merdunya. Simbah kakung beranjak dari duduknya dan menuju saf terdepan. Cucunya mengikuti dari belakang dan duduk di sampingnya sambil mengikuti komat kamit simbahnya. Begitu polos anak kecil itu. Siluet yang nyata dalam garis hidupnya. Setelah selesai sholat isha, simbah kakung dan Adi kembali ke teras toko Abah Munir. Dua kardus dihamparkan bersisian, satu untuknya dan satu lagi untuk cucunya. Tidak ada bantal, hanya bungkusan kecil cukup untuk mengganjal kepala cucunya. Simbah kakung Tarmiji sangat sayang dengan cucunya karena hanya tinggal cucunya yang masih ada. Istrinya sudah meninggal lima tahun yang lalu. Istrinya hanya memberikan satu anak perempuan dan sudah meninggal juga pada peristiwa kebakaran itu.

Orang masih lalu lalang di trotoar. Warung kelontong bu Ijah seberang jalan masih buka. Angkringan sebelah warung kelontong bu Ijah juga sudah ramai. Setiap malam mas Bagyo penjual angkringan selalu memberi satu gelas kopi tubruk dan dua bungkus nasi untuk Adi cucunya. Semua itu diberikan mas Bagyo dengan ikhlas karena sesama perantau dan orang susah. Simbah Tarmiji sangat bersyukur dengan semua pemberian dari orang-orang di sekelilingnya. Malam mulai menjelang, angin malam ini begitu kencang. Adi sudah meringkuk dan tertidur pulas dengan dengkurannya. Simbahnya menutup separuh badannya dengan sarung pemberian pak Misro. Begitu lelap tidurnya karena lelah tadi siang.

Malam semakin larut, angkringan mas Bagyo masih ramai. Banyak anak muda bergerombol di sana hanya sekedar ngopi atau bercerita dengan temannya. Terkadang tawa mereka membahana di malam gelap ini. Terkadang begitu sepi, hanya ada asap yang mengepul dari mulut-mulut mereka. Bulan sudah semakin meninggi, langit begitu cerah dengan hamparan bintang berkerlap kerlip. Simbah kakung masih termenung dalam duduknya. Matanya tidak bisa terpejam, hanya keryap keryip dalam remangnya teras toko abah Munir. Simbah kakung berdiri dan membawa gelas yang sudah kosong. Dia berjalan terbungkuk-bungkuk menyebrang jalan. Jalanan sudah sepi, tidak ada motor ataupun mobil yang lewat. Dia bisa berjalan dengan leluasa tanpa harus berhenti dan menunggu motor lewat. Satu dua pelanggan mulai pergi. Hanya tinggal 4 orang yang masih asyik bercakap padahal gelas-gelasnya sudah kosong.

Mas Bagyo, gelasnya saya cuci dulu ya. Terima kasih sudah memberiku minum kopi setiap malam. Semoga Gusti Allah selalu memberi rejeki yang lebih banyak untukmu. Maafkan simbah yang sudah tua ini dan cucuku yang selalu membuat repot mas Bagyo, " simbah Tarmiji berkata dengan nafas satu dua.

Sudah satu minggu ini, asma nya kambuh tapi tidak diobati karena tidak punya uang untuk membeli obat apalagi ke dokter atau rumah sakit. Paling-paling diusir dan dibentak. Akhirnya hanya dirasa sesak nya. Selalu menutupi sakitnya di depan cucunya. Selalu bersikap kuat dan tegar dalam menghadapi hidup.

Mas Bagyo, saya mau minta tolong," kata simbah Tarmijji lagi.

Iya mbah, apa yang bisa saya bantu," jawab mas Bagyo.

Saya tidak kuat gendong cucuku ke mesjid. Bisa minta tolong untuk digendong sampai ke mesjid. Saya pingin sholat malam lebih awal. Saya tidak mau menggangu tidurnya. Bisa ya mas," kata simbah Tarmiji.

Bisa mbah, sebentar lagi saya tutup. Daganganku hari ini sudah habis. Terima kasih ya mbah karena selalu mendoakan aku. Saya beresi dulu gelas dan yang lainnya," jawab Mas Bagyo.

Iya mas, matur nuwun. Saya juga beresi dulu kardus2 yang disana," kata simbah Tarmiji sambil berjalan menyebrang.

Simbah memberesi kardus-kardus yang berserak dengan rapi sambil bergumam," abah Munir, terima kasih sekali telah menampung saya dan cucuku di teras ini. Semoga kebaikan abah akan diganti oleh Allah berlipat-lipat, toko material abah akan terus laris dan rejekinya akan terus mengalir. Saya pamit dan mungkin nanti malam dan seterusnya tidak bisa menjaga toko abah dan tidak bisa bersih-bersih lagi. Air mata simbah menetes, berasa sedih. Berasa waktunya sudah dekat. Dielusnya kepala cucunya yang masih tidur pulas. Diciuminya berkali-kali seperti mau ditinggalkan dalam waktu yang lama. Air matanya menetes lagi dan sesenggukan.

"Maafkan aku, cucuku. Simbah tidak bisa menemanimu sampai dewasa, simbah lelah dan terlalu tua untuk berpindah-pindah tempat. Semoga kamu mendapatkan tempat berteduh yang nyaman. Orang tua yang akan merawatmu dan mengasuhmu dengan kasih sayang yang lebih, " gumam simbah lirih.

Mbah .. kenapa menangis? Ada apa mbah, sepertinya simbah sedih sekali," kata mas Bagyo sambil duduk di sebelahnya.

Eghhh ... mas Bagyo. Tidak ... tidak apa-apa. Sedih saja mengingat peristiwa kebakaran itu. Kasihan cucuku, sudah yatim piatu," jawab Simbah Tarmiji sambil menyeka air matanya.

Yang sabar ya mbah. Itu ujian, harus ikhlas menghadapi. Kita sama-sama orang susah mbah. Semua ada waktunya, semua ada masanya. Bahagia itu sederhana tho mbah," kata mas Bagyo lagi.

Simbah terkekeh diikuti mas Bagyo. Mereka tersenyum bersama dalam buaian malam. Mas Bagyo menggendong Adi dan berjalan menuju mesjid Al Ikhlas diikuti simbah Tarmiji di belakangnya. Simbah hanya membawa buntalan kecil isi sarung dan baju cucunya. Satu tas kresek mainan Adi, pemberian orang-orang di sekitar toko abah Munir. Trotoar malam ini sangat sepi, jalanan begitu lengang. Hanya ada lampu kerlap kerlip di sepanjang trotoar dan lampu jalan untuk menerangi malam. Mas Bagyo dan simbah Tarmiji sudah berada di teras mesjid.

Mbah ... Adi ditidurkan dimana?," kata mas Bagyo.

Di pinggir saf depan saya. Terima kasih mas, terima kasih banyak untuk semua kopi dan nasi bungkus yang kau berikan pada kami. Saya pamit dan besok malam tidak usah anter kopi lagi Semoga jualanmu selalu laris, rejekimu mengalir terus. Ingat istirahat ya, pake jaket. Angin malam itu jahat. Jaga kesehatanmu. Segera cari istri untuk teman dan membantumu. Sekali lagi terima kasih," ucap simbah Tarmiji panjang lebar.

Simbah ini ada-ada saja, seperti mau pergi jauh dan tidak kembali. Jangan bilang gitu mbah. Saya senang sejak ada simbah, bisa untuk teman. Saya pamit dulu ya mbah, " jawab mas Bagyo sambil bersalaman.

Mas Bagyo pergi dengan langkah gontai. Simbah masih berdiri dan memandangnya sampai hilang dari belokan mesjid. Simbah menarik nafas dalam-dalam. Nafasnya sangat susah, sesekali batuknya ditahan agar tidak mengganggu orang yang ada di mesjid. Simbah berjalan menuju tempat wudhu kemudian berwudhu membersihkan semua kotoran yang ada, mengenakan koko dan sarung yang diberi bapak petugas mesjid tadi malam. Simbah pingin tampil bersih dan rapi dihadapan Allah. Dia merasa waktunya sudah dekat. Dia merapikan sarung yang menyelimuti cucunya dan mencium kening, pipi kanan dan pipi kiri. Digenggamnya tangan mungil cucunya. Dipandanginya lamaaa sekali untuk terakhir kalinya. Diucapkan kata-kata lirih ," jadilah anak yang sholeh ya cuuuu,,, jujur, sopan, suka bekerja keras, suka menolong dan pinter. Air matanya menetes dan menunduk sedih. Maafkan simbahmu yang tidak bisa menjagamu lagi," gumamnya lirih dan parau. Simbah berdiri untuk melaksanakan sholat malam, pada sujud ke dua dia tidak bangun.

Jam dinding di mesjid berdentang tiga kali. Adi kaget dan terbangun. Dia tersenyum setelah melihat simbahnya sedang sujud. Muadzin datang dan menyalami Adi. Pak Bisro sang muadzin melakukan sholat sunah dan kemudian duduk bersila sambil berdoa dan bersholawat. Sudah sepuluh menit pak Bisro bersholawat dan menengok ke simbah kakung yang masih bersujud. Cucunya tidak ada di sampingnya karena sedang ke toilet. Dihampirinya simbah itu dan digoyang-goyangkan tubuhnya sambil berucap," mbah ,,, mbah ... tidak ada gerakan dan tubuh tua itu terjatuh.

Inna lillahi wa inna ialihi rojiun. Simbah ini sudah meninggal dalam sujudnya," ucapnya lirih.

Pak Bisro meluruskan tubuh tua itu dan menutupnya dengan sarung cucunya. Adi menghampiri dan bertanya dengan pak Bisro," simbah kok belum bangun, ini kan hampir adzan subuh.

Pak Bisro hanya terdiam, tidak bisa berbuat apa-apa. Adi menggoyang-goyang tubuh simbahnya dan berkata," mbah .. mbah bangun. Mbah ..

bangun, sebentar lagi subuh. Berulang kali Adi menggoyang-goyang tubuh simbahnya. Simbahnya tetap terdiam dan tak bersuara. Adi mulai menangis dan terus memanggil simbahnya. Pak Bisro memeluk anak kecil itu dan ikut menangis. Orang-orang mulai berdatangan ke mesjid dan melihat kejadian tersebut. Semua ikut sedih, semua ikut berkabung. Pak Bisro tetap kuat untuk mengumandangkan adzan subuh. Sholat subuh dilaksanakan dan setelah sholat subuh, mbah Tarmiji dimandikan dan dikafani karena memang tidak punya sanak saudara di kota ini. Setelah itu di tempatkam di saf depan untuk disholati. Cucunya ikut mensholati. Anak kecil baru berusia 5 tahun begitu polos dan tidak tahu apa yang sedang menimpanya. Senyumnya masih tersungging di pipinya. Gigi-giginya yang sudah gupis terlihat dengan jelas. Dengan kaos oblongnya yang sudah sobek di pinggir, Adi mengikuti jenazah simbahnya untuk dikubur di pekuburan sebelah pasar sayur. Ada pekuburan umum dan letaknya dari mesjid Al Ikhlas 1 km. Pak Bisro menuntun Adi. Prosesi penguburan jenazah sudah selesai. Pak Bisro dan Adi masih duduk di depan makam simbah Tarmiji.

Saya akan rawat cucumu, mbah. Walaupun anak saya sudah tiga tapi saya akan angkat cucumu jadi anak saya yang ke empat. Tenanglah disana mbah, smoga khusnul khotimah, " ucap pak Bisro.

Pak Bisro menggendong Adi pulang ke rumah. Begitu senang Adi mendapatkan pak Bisro yang sangat sayang padanya. Istri dan ke tiga anaknya begitu riang menyambut kedatangan Adi yang lucu dan pintar. Bahagia pak Bisro dengan keluarganya karena bertambah satu lagi anak dalam keluarganya. Semakin ramai dengan celoteh mereka.

*tamat

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post