BUKAN AHLINYA

Oleh : Ade Putra

#MenulisHariKe-244

Sepulang sekolah, saya melihat orang menjual.layang - layang. Teringat anak bujang di rumah, yang selalu berlarian sana - sini melihat orang bermain layang - layang depan rumah. Spontan saja berhenti dan menanyakan berapa harga layang - layang tersebut. Lumayan satu layangan dijual seharga Rp.20.000. Karena saya bukan pakar membuat layang - layang, tidak ada kata tawar menawar yang saya lakukan. Begitu dapat yang cocok, saya langsung bayar.

Ukuran layang - layangnya tidaklah terlalu besar. Di bagian bawah terdapat ekor panjang, untuk menambah keseimbangan ketika layangan mau dinaikkan. Layangan ini setidaknya bisa membuat senang anak bujang pas sampai di rumah.

Saya tidak melihat anak bujang dekat pintu, langsung saja motor dimasukkan kedalam rumah. Sambil meletakkan layangan di dinding, tiba - tiba dia muncul dari dalam kamar, dan langsung menuju ketempat saya, yang masih membuka sepatu dan jaket. Dia belum sadar didekatnya terdapat layang - layang.

Tiba - tiba dia tampak kegirangan, ketika melihat layangan itu, dia peluk layangannya, dia ajak layangan itu berbicara, "hai layangan, nama aku Khenzhie, itu bumbum escavator, itu mama, itu papa, itu bang dodo" cilotehnya kepada layang - layang. Capek di badan rasanya hilang, ketika melihat anak bujang bahagia.

Setelah shalat ashar, saya mengajaknya ke tanah lapang, yang tidak jauh dari rumah. Saya melihat raut wajah bahagia, berlarian membawa layangannya. Walaupun layangan itu tidak terbang tinggi seperti layangan orang - orang, setidaknya anak bujang sudah bisa menikmati bermain layang - layang.

Saya hanya berpikir untuk menghabiskan masa kanak - kanaknya dengan berbagai macam permainan yang bisa meningkatkan kecerdasan dan ketangkasannya.

Dharmasraya, 15 Agustus 2020