Adi Faridh

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Skema Pembelajaran di Era Normal Baru  (Bagian 1 dari 2 Tulisan)

Skema Pembelajaran di Era Normal Baru (Bagian 1 dari 2 Tulisan)

Skema Pembelajaran di Era Normal Baru

(Bagian 1 dari 2 Tulisan)

Oleh

Adi Faridh

Kurva epidemologi yang mendeskripsikan angka paparan positif Covid-19 belum juga melandai. Kurun waktu 12 pekan sejak pandemi ditemukan pertama kali menjangkiti warga negeri ini, paparannya sudah menembus 18.010 jiwa dengan korban meninggal 1.191 dan yang berhasil disembuhkan 4.324 jiwa (www.covid19.go.id.19/5). Harapan agar kurva penularan menunjukkan tren penurunan di bulan ini sepertinya meleset.

Berbagai lembaga penelitian dengan beragam pemodelan dan metodologi menghasilkan prediksi yang berbeda akan ramalan masa akhir pandemi. Bahkan diantara prediksi itu semakin memunculkan kecemasan karena virus corona baru ini masih belum dipastikan kapan akhirl penularannya. Bersandar pada ikhtiar segera ditemukannya vaksin, disertai kepatuhan dan kedisiplinan menjalankan kebijakan yang digariskan pemerintah adalah kuncinya.

Kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang ditempuh oleh beberapa daerah terbukti efektif mengerem laju percepatan jumlah warga positif terpapar. Di daerah yang menerapkan PSBB kontribusi pasien terkonfirmasi menurun drastis. DKI Jakarta sebagai episentrum yang semula menyumbang kasus positif 50% pada awal April berangsur landai sampai 39% di pertengahan Mei ini. Keampuhan PSBB berlanjut jika semua pihak konsisten menaati ketentuan.

Filosofi PSBB yang mengedepankan social distancing dan physical distancing dirancang untuk memutus mata rantai pandemi tanpa harus memupus total nadi kehidupan sosial dan kegiatan ekonomi. Ketika PSBB memberi hasil nyata maka tak ada salahnya jika pemerintah kemudian mempertimbangkan pelonggaran PSBB. Sebagai bangsa yang dikenal berkarakter gotong royong dengan jiwa sosial yang tinggi tidak mungkin kita selamanya hidup dalam pembatasan. Hidup normal tanpa ada jarak fisik dan sosial adalah keinginan kita sebagaimana kodrat manusia sebagai mahluk sosial.

Pada momentum ini wacana berdamai dengan Covid-19 sampai antivirus ditemukan tepat dilontarkan oleh pemerintah. Mulanya ajakan ini dinilai kontradiktif karena kurva korban yang masih terus naik, tetapi realistis untuk penyelamatan ekonomi dan kesinambungan pembangunan. Riak-riak psikologi massa yang jenuh terbaca jelas oleh pemerintah.

“Lebih baik mati karena Corona ketika bekerja di luar rumah daripada mati kelaparan akibat diam di rumah” merupakan satire kegemasan rakyat karena perut lapar yang susah dikompromi. Merespon secara bijak dengan membuka kran kegiatan ekonomi perlu dipertimbangkan.

Tatanan kehidupan normal baru (New Normal) yang didefinisikan oleh ketua tim pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Prof. Wiku Adisasmita adalah kehidupan yang akan dijalankan seperti biasa dengan protokol kesehatan sampai ditemukannya vaksin atau penangkal virus. Dari konsepsi inilah frasa berdamai dengan Covid-19 diwacanakan oleh pemerintah dengan praktik PSBB yang dilonggarkan, kegiatan ekonomi, sosial, dan pendidikan juga dinormalbarukan.

Pelonggaran PSBB untuk menggerakkan perekonomian juga akan diikuti dengan dimulainya kembali aktivitas pendidikan formal di sekolah-sekolah. Saat ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sedang mengkaji kemungkinan dibukanya kembali sekolah pada pertengahan Juli 2020. Kajian yang nantinya menghasilkan rekomendasi kepada pemerintah untuk mengaktifkan kembali pembelajaran tatap muka di sekolah.

Sebelumnya, Mendikbud Nadiem Makariem menegaskan bahwa yang paling penting dari belajar dari rumah ini adalah siswa masih terlibat dalam pembelajaran yang relevan seperti keterampilan hidup, jaga kesehatan, dan menumbuhkan empati. Tentang menyelesaikan kurikulum dimaklumi mas menteri agar tidak usah dijadikan target karena dikhawatirkan membebani siswa dengan tumpukan tugas yang menjemukan.

Dalam praktiknya, harus diakui jika pembelajaran jarak jauh dengan moda daring serta platform berbasis teknologi informasi dan komunikasi sebagai alternatif belajar dari rumah terbukti belum cukup efektif untuk mengganti pembelajaran klasikal tatap muka guru dengan siswa di kelas. Masih banyak kelemahan yang perlu dipoles dari disrupsi pembelajaran daring ini. Antara lain, minimnya mketersediaan jaringan internet yang lancar. Belum lagi lemahnya kecakapan penguasaan dan mengaplikasikan TIK di kalangan siswa dan kurang handalnya guru memadukan kompetensi pedagogi berbasis teknologi. Problematika ini tentu akan menyulut kerenggangan sinergi guru dengan orang tua siswa. Relasi komplementer ysng semula harmonis dapat mengarah pada hubungan disharmonis karena belajar identik dengan tugas siswa, tagihan paket data internet membengkak, serta iuran sekolah masih dipungut.

*) Penulis Guru SMAN 1 Karangbinangun Lamongan

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post