Sekadar Opini
Pegawai honor, jarang masuk (jangan disalahkan, mereka hanya digaji 200 sampai 300 ribu perbulan. Mau tidak mau, mereka harus mencari tambahan penghasilan di luar sekolah untuk memenuhi kebutuhan keluarga). Imbasnya, tanggung jawab sekolah terbengkalai.
Tenaga kontrak, tidak bisa hadir tiap hari (harus dimaklumi juga. Alasannya cari biaya hidup di luar sekolah. Hak mereka tidak terbayar sesuai dengan kewajiban yang sudah dilaksanakan. Berapa bulan? Entahlah...) imbasnya tugas mengajar mereka tidak maksimal.
Guru PNS, Kadang semangat, terkadang jenuh, harus mengajar beberapa mapel bahkan terkadang setiap jam harus masuk untuk mengisi jadwal yang kosong alias tidak ada gurunya. Tidak boleh mengeluh, risikonya memang seperti itu. Anda abdi negara yang digaji pemerintah. Apalagi kalau Anda guru sertifikasi, waoooww seolah-olah semua tugas dan tanggung jawab sekolah sudah harus diemban.
Singkatnya, honor jarang masuk, tenaga kontrak tidak bisa hadir tiap hari, guru PNS harus mengajar multimapel ( ini kasusnya di sekolah yang kekurangan GTK ya). Ditambah lagi jika ada sekolah yang gurunya mengikuti daring PPG pasti tugas mengajar guru yang bersangkutan tidak akan maksimal. Prosesi pra PPG dari tahun ke tahun semakin ribet (banyak yang mengeluh heheeh) Belum lagi kalau sudah waktunya masuk kampus untuk mengikuti PPG, mesti meninggalkan sekolah 2 sampai 3 bulan. Kalau tidak ada guru pengganti, tugas dan tanggung jawab mengajarnya bagaimana? Solusi yang dipaksakan, guru IPA mengajar Matematika atau sebaliknya, Guru Bindo mengajar B. Inggris atau sebaliknya. Bagaimana dengan guru Agama Kristen dan Agama Islam jika salah satunya tidak ada? Meskipun sama- sama eksakta atau bahasa atau agama namun jauh dari linier, materinya pasti berbeda, penjelasannya tidak sesederhana yang kita pikirkan (menurut saya).
Hasil akhir dari kondisi seperti ini dipastikan pembelajaran tidak akan efektif dan efisien yang berpengaruh terhadap menurunnya kualitas pendidikan (saya belum menyinggung masalah sarana prasarana dan kepemimpinan kepala sekolah).
Harapannya, pemerintah memperhatikan kesejahteraan Guru dan Tenaga Pendidik (GTK). Paling tidak hak dan kewajiban dipenuhi tepat waktu. GTK yang baik pasti memiliki beban moral akan tugas dan tanggungjawabnya ketika pemerintah memenuhi segala hak dan kewajibannya. Bukan berarti kami bekerja tidak ikhlas atau hanya karena mengharap upah. Tetapi hidup itu yaaa perlu realistis "butuh uang untuk memenuhi kebutuhan hidup".
Pemerintah memperhatikan masalah pemerataan dan pengadaan GTK, tidak asal mengangkat dan memutasikan berdasarkan kedekatan personal atau kepentingan tertentu melainkan mempertimbangkan kondisi dan kebutuhan sekolah. Pemerintah mengevaluasi proses sertifikasi guru jangan sampai merugikan sekolah. Kalau bisa tidak usah ribet-ribet amat, kasihan guru. Sudah mengemban tugas mengajar, tugas tambahan, beberapa tugas admin (syukur" kalau tidak ada masalah keluarga hihihi) tambah lagi tugas PPG ohhhh no...
#inti opininya mungkin "koq sampai sekarang kami belum gajian, sekolahku kekurangan guru, n sertifikasi koq ribet amat"
#Banyak faktor yang berpengaruh terhadap kualitas pendidikan. Jika sekolah tidak bisa dimaksimalkan baik dalam hal sarana prasarana, GTK, perhatian dan dukungan pemerintah, lingkungan masyarakat, maka kualitas pendidikan yang baik juga akan sulit diwujudkan.
Aeny_Ajis, 13 Februari 19
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Curhat pak heheh
bagus tulisannya,
Aku seperti tertamvar
Hahahah pdhl gk ad mksd lo pak,,hanya berbagi pengalaman pribadi