A.Faizin

Nama ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Cintaku Terukir di Jam Gadang  Bagian#3

Cintaku Terukir di Jam Gadang Bagian#3

Cintaku Terukir di Jam Gadang

Bagian#3

Tidak sampai sesrutupan kopi, untuk berjalan mencapai mushalla. Bangunan kecil, anggun dan berwibawa. Pelataran yang tidak luas, tapi tampak terawat dengan baik. Tampak dari bekas bekas aroma pengharum lantai yang baru di pel. Saya berasumsi, pasti warga disekitar mushalla ini mempunyai kesadaran tinggi untuk merawat rumah Tuhannya.

Mataku berputar mencari-cari seseorang. Seorang gadis remaja yang cukup membuat dag dig dug perasaanku karena kejujuran, keberanian dan ketaatan pada Tuhannya. Jujur kukatakan bahwa bibit-bibit cinta mulai bersemi, walau tak pernah kuhiraukan dan tak pernah kupikirkan. Aku sadar bahwa cinta urusan Tuhan bukan urusan manusia. Bukankah Allah sudah mentakdirkan hambanya sejak zaman azali ?

Ah ...., persetan dengan cinta, takdir dan semua perasaanku. Satu hal yang pasti gadis misterius ini harus kutemukan dalam keadaan hidup atau mati. Eh salah, kayak film India saja.

Angin sepoi-sepoi menerpa bagian belakang rambutku yang gondrog tak terawat. ada aroma melati yang tercium tipis. Makin lama makin menyengat. Tiba-tiba teringat kisah dalam sinetron horor. Tanda-tandanya persis seperti yang kualami saat ini. Otak bawah sadarku mulai bekerja menciptakan bayangan putih dengan rambut terurai menutupi wajahnya. Kaki tidak menginjak tanah, dengan punggung berlubang.

“ Hiiii..., “ tanpa sadar aku merinding. Tiba-tiba saja sesuatu memecahkan kesunyian.

“ Tolong..., tolong ..., tolong ”. teriakan itu terdengar seperti kilat menyambar. Reflek saja kedua kakiku melangkah dengan hati-hati, mencoba mencari sumber suara. Dan kutemukan gadis misterius itu sedang mengerang kesakitan. Dengan hati bertanya-tanya. Kukuatkan hati untuk bertanya.

“ Ada apa sayang ..., ” ucapku tanpa sadar. Diluar dugaan dia menjawab.

“ Sayang-sayang bathukmu amblek ” katanya bersungut-sungut.

Deg. Kecut hatiku mendengar jawabannya. Mulutku serasa terkunci, tak mampu berkata apapun.

“ Cepaat, ” katanya merajuk.

“ Apanya ?” jawabku sekenanya.

“ Ambil wudlu, kita shalat berjamaah, gara-gara kamu kita telah shalat berjamaah bersama yang lain ” penyakit lamanya kambuh, berkata dengan cepat, tegas tanpa ampun.

“ Kau kira aku minta tolong apa he ?”

“ Sembarangan kalau ngomong ” masih dalam intonasi yang sama.

“ Aku kira kamu celaka ...” jawabku merasa bersalah.

“ Apakah tidak pantas, kalau seorang hamba Tuhannya minta tolong kepada hamba lainnya yang kebetulan laki-laki” jawabnya ketus.

“ Bukankah dua puluh tujuh lebih baik dari pada satu derajat ? ”

“ Bukankah shalat berjamaah lebih utama dari pada shalat munfarid” gertaknya mulai meninggi.

Aku kebingungan menjawabnya. Kuanggkat kedua tanganku tanda menyerah sambila ku goyangkan badanku beberapa kali. Dan ... , berhasil. Dia terdiam.

“ Kalau kamu nyerocos terus, kapan aku bisa berwudlu” sambil ngeloyor pergi, tanpa minta persetujuannya.

“ Tempat wudlu yang nyaman “, gumamku.

“ Ada apa dik ! ”, sesorang menjawab dan berhasil mengagetkanku. Penyakit lamaku yang tak pernah hilang sampai sekarang, ketika terkejut, reflek saja memasang kuda-kuda sambil menggertak.

“ Siapa disitu ? ” kataku nyaring.

“ Ya ...., Salaaam ” terdengar suara pelan dan berwibawa mendekat, yang mampu membuatku sadar.

“ Maaf bapak ” jawabku malu.

“ Sudah wudhu sana, anakku sudah menantimu dari tadi” jawabnya jujur.

Prang ..., ala maaak. Kaget, heran dan malu bercampur aduk. Rupanya gadis misterius itu anaknya.

Seperti kerbau dicucuk hidungnya, aku cepat-cepat mengambil air wudlu dan berlalu.

Si gadis misterius sudah menantiku dengan gusar, ketika aku masuk ruang shalat yang sejuk harum dan nyaman. Senyaman hatiku saat ini. Jujur baru sekali ini mau di daulat menjadi imam yang makmumnya gadis muda. Berduaan lagi.

Sajadah sudah terkembang dengan baik, ketika aku datang dan tangan mungil gadis tanpa nama itu mempersilahkan aku untuk menjadi imam. Ada suasana syahdu, tenteram dan aku tak bisa mengungkapkan dengan kata-kata.

Kupasang niat dengan baik, kubaca dengan jahr.

“ Ushali fardhal maghribi tsalatsa rakaatim mustakbilal kiblati adaan makmumal lillahi ta’ala” Allahu Akbar.

Doa iftitah ku baca, kuresapi sampai sumsum tulang. Sampai satu kata “ Inna shalati wa nusuki wamahyaya wa mamati lillahi rabbil alamin “, hatiku bergetar hebat. Ujung mataku terasa menghangat.

“ Bismillahirrahmanir rahim ” kumulai baca surat Al-Fatihah dengan murattal Thaha Al Junaidi ini sanggup menggetarkan kalbu. Sampai akhir bacaan fatihah masih terdengar doa lirih, “Aaamin”.

Surat Al-A’la, menjadi pilihanku untuk kubaca di rakaat pertamaku. Masih dengan murattal yang sama. Kekhusyukanku mampu menembus langit-langit perasaanku. Kutundukkkan badan dan kesombonganku di hadapan –Mu. Aku hambamu yang lemah, yang setiap saat berbuat salah. Jangankan ketika berucap dan beramal, berfikirpun kadang aku telah menghianatimu.

Sujud pertamaku hanya mampu menahan suaraku untuk tidak terisak. Hanya bulir-bulir air bening menetes di sajadah. Akankah ampunan-Mu akan menyertaiku, akankah dosaku terampuni, akankah aku bisa menemui-Mu sebagaimana Engkau melahirkan aku kedunia.Perasaan tak karuan berkecamuk dalam hati, sampai aku lupa kalau aku menjadi imam shalat.

Pada rakaat terakhir, kubaca Surat Al-isra’ ayat 24 dan 25, kemudian kurangkai dengan Surat Luqman ayat 14 dan 15. Gadis dibelakangku terisak keras, menangis sesenggukan, sudah tidak aku pedulikan. Angan dan hatiku melayang berkasih dan bercinta dengan Tuhan. Kenikmatan yang tiada tara. Maghrib terindah dalam hidupku.

Suara isakan tak terdengar lagi, sampai salam yang kuucapkan.

Selesai berdzikir dan berdoa, kutengok kebelakang. Sosok mungil, manis, manja tapi galak masih terlihat bersujud. Aku membiarkannya.

Satu menit berlalu, menunggu sujudnya. Aku masih sabar. Sepuluh menit berlalu gadis misterius itu masih bersujud. Kucoba mendekatinya dan kupegang bahunya.

“ Ya Allah gusti ... , ” jantungku seolah terhenti berdegup. Gadis yang kusentuh jatuh kesamping kanan. Ku panggil dia ..

“ Bangun...., banguuun, banguuun ” sapaku makin keras.

Kuperiksa nafas hidungnya, kupegang nadi tangannnya.

“ Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun”.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Barakallah PakKeren menewen...Tulisannya.

04 Feb
Balas

masih belajar bu

04 Feb

Pingsan atau mati suri?

05 Feb
Balas

nunggu hasil diagnosa dokter dulu bun...

06 Feb

Sungguh kali ini penasaran...di tunggu...

04 Feb
Balas

Hmmmm mantap pak..jadinya penasaran ???di tunggu ni pak cerita berikutnya...

04 Feb
Balas

part #4 sudah tayang lho ...

06 Feb

doakan saja ya

04 Feb
Balas



search

New Post