Perkenalkan Aku Nava, usiaku baru saja 17 tahun tadi malam. Tapi, tak seindah masa remaja anak seusiaku. Aku punya ibu yang berjualan kue basah setiap paginya, Ayah yang tidak tau dimana. Kadang aku marah kepada Tuhan kenapa  Takdirku seperti ini.

"Mak istirahat di rumah saja. Biar nava yang menggantikan berjualan mulai besok". Kataku sambil mengusap tangan mamak yang berbekas minyak panas pagi tadi.

" Jangan pikirkan mamak va, tugas kau sekolah yang rajin. Biar nasib kau tak seperti mamakmu ini" jawab mamak sambil mengelus tanganku.

" Tapi mak, nava gak bisa lihat mamak begini. Sakit dada nava mak."

Air mataku turun, pengorbanan mamak begitu besar untukku. Sejak ayahku hilang tanpa pesan. Waktu itu usiaku baru 6 tahun, kami hidup bahagia sederhana. Aku tidak paham kenapa ayahku pergi tanpa pamit. Padahal aku begitu merindukan pelukannya.

"Nav, cukup kau naik kelas saja. Dan mamak tak dapat panggilan walikelasmu. Mamak sudah bahagia."

Tambah jatuh sudah airmataku mendengarkan mamak bicara. Mulai saat ini, aku bertekad untuk rajin sekolah dan membuat mamak bahagia karena prestasiku. Setidaknya setelah ini aku bisa mendapatkan beasiswa di universitas.

"InsyaAllah, Nava janji mak untuk diri Nava sendiri." 

Setelah janji malam itu, aku rajin masuk sekolah dan tidak bolos lagi.

(Bersambung)