ADA KOPI DI SEKOLAH
AFIF RAHMAN, S.Pd. M.Si
SDN SENGON 01 KAB. BATANG PROV. JAWA TENGAH
A. Pendahuluan
Dalam analogi kopi, gula dan rasa, orang tua siswa diibaratkan kopi, guru diibaratkan sebagai gula dan siswa dibaratkan rasa. Dengan ilustrasi jika rasa kopi terlalu pahit maka yang disalahkan adalah gulanya karena terlalu sedikit. Jika rasa kopi terlalu manis gula juga yang disalahkan karena gula terlalu banyak. Dan ketiga takaran kopi dan gulanya pas maka yang dipuji adalah kopi dan rasanya yang mantab. Analaogi tersebut menunjukkan posisi guru dalam sistem pendidikan kita. Guru dibutuhkan dan memiliki posisi yang sangat strategis tetapi keberadaanya hanya sebagai pelengkap dan jika ada yang kurang maka sang pelengkap inilah yang disalahkan. Jika siswa nakal maka gurulah yang disalahkan tetapi jika siswa beprestasi maka orangtualah yang membanggakan. Dalam kondisi tersebut guru rawan diskiriminasi dan mendapatkan tindakan kekerasan seperti kasus kasus yang bebrapa kali muncul di berbagai daerah. Dalam menjalankan profesinya guru dilindungi dalam oleh undang-undang yaitu UU Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengatur tentang perlindungan guru dalam melaksanakan tugasnya. Pasal 39 UU No 14 tahun 2005 menegaskan bahwa pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas. Perlindungan terhadap guru tersebut meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana bentuk perlindungan guru dan perlindungan anak dalam undang-undang?
2. Bagaimana solusi tumpang tindihnya antar aturan ?
C. Pembahasan
Perlindungan hukum terhadap guru sesuai amanat undang-undang mencakup perlindungan hukum terhadap tindak kekerasan, perlakuan diskriminatif, intimidasi, ancaman, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, maupun pihak lain. Dasar hukum ini tentu saja sangat kuat karena telah ditetapkan sebagai undang-undang. Sedangkan Sanksi pelanggaran tata tertib sekolah yang diberikan guru terhadap siswanya juga dilindungi oleh undang undang dan memiliki dasar hukum yang kuat yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 tahun 2008 tentang Guru. Pasal 39 PP No 78 tahun 2008 tentang guru menyatakan bahwa guru memiliki kebebasan memberikan sanksi kepada peserta didiknya yang melanggar norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, peraturan tertulis maupun tidak tertulis yang ditetapkan guru, peraturan tingkat satuan pendidikan, dan peraturan perundangundangan dalam proses pembelajaran yang berada di bawah kewenangannya. Guru dapat memberikan sanksi berupa teguran dan/atau peringatan, baik lisan maupun tulisan, serta hukuman yang bersifat mendidik sesuai dengan kaedah pendidikan, kode etik Guru, dan peraturan perundang-undangan. Jika pemberian sanksi terhadap pelanggaran tersebut di luar kewenangan guru, maka dapat melaporkannya kepada pemimpin satuan pendidikan. Namun hal itu seperti bertentangan dengan Undang-undang Perlindungan Anak (UUPA) dan menjadi buah simalakama dan seakan menyandera, dan alat untuk melakukan kriminilasasi bagi guru. Pasal yang biasanya dijadikan rujukan dalam laporan pengaduan kekerasan terhadap anak oleh guru adalah pasal 54 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang menyatakan bahwa “anak di dalam dan di lingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah atau teman-temanya di dalam sekolah yang bersangkutan, atau lembaga pendidikan lainnya.” Adapun jenis-jenis kekerasan tercantum pada pasal 69, yaitu kekerasan fisik, psikis, dan seksual. Sedangkan pada situs Wikipedia disebutkan ada empat kategori utama tindak kekerasan terhadap anak, yaitu : (1) pengabaian, (2) kekerasan fisik, (3) pelecehan emosional/psikologis, dan (4) pelecehan seksual anak. Tindakan hukuman disiplin yang dilakukan oleh guru pada waktu dulu dianggap biasabiasa saja, kini dinilai melanggar HAM. Akibatnya guru seperti menghadapi dilema, disatu sisi dia harus menegakkan disiplin dan tata tertib sekolah, sementara disisi lain, khawatir dikriminalisasi atas tuduhan melakukan kekerasan terhadap anak.
D. Saran
Solusi dari tumpang tindihnya aturan dan undang undang yang menjadikan guru seakan takut dalam melakasanakan profesinya adalah dengan persan serta semua eleman masyarakat baik orang tua siswa disekolah, kepolisian dan kejaksaan dalam memaknai aturan dan profesi guru disekolah dengan langkah – langkah sebagai berikut
1. Pemahaman tentang aturan dan tata tertib sekolah beserta sanksi apabila terjadi pelanggaran kepada masyarakat dan orang tua siswa dalam kode etik guru.
2. Organiasi profesi dan pemerintah daerah dalam hal ini diwakili dinas pendidikan melaksanakan Memorandum Of Understanding (Mou) dengan pihak kepolisian dan kejaksaan dalam hal permasalahan dalam sekolah yang masih dalam konteks pembelajaran dan pembiasaan diselesaikan disekolah dan dengan mengacu pada undang- undang dan kode etik guru.
3. Kesadaran hukum dan kesadaran bersama dalam konteks pembelajaran dan pendidikan disekolah apabila ada sanksi dari guru dalam pelanggran aturan sekolah merupakan cara dan metode dalam pembelajaran, selama masih dalam tahap kode etik guru.
4. Bantuan hukum dari organisasi profesi dan pemerintah daerah apabila ada guru yang mengalami kriminalisasi dalam mendisiplinkan siswa disekolah.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Keren. Lanjutkan