Afrial

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Hari ini Sepuluh Tahun yang Lalu

Hari ini Sepuluh Tahun yang Lalu

Suatu kali di bulan puasa, aku berangkat menuju Muara Telang. Berangkat dari Palembang sekitar pukul 13.45 WIB. Cuaca bagus dan tak ada tanda tanda akan hujan.

Berbekal segelas jus alpokat yang sudah dibuat dan sebotol teh manis dingin dalam tas, naik motor menuju Muara Telang via Desa Srimenanti.

Tanpa ku ketahui sebelumnya ternyata semalam di wilayah Srimenanti hujan deras sehingga jalan jadi becek.

Karena sudah terlanjur berangkat, dengan semangat tinggi, perjalanan ku lanjutkan dengan usaha jatuh bangun dari motor. Jarak yang hanya tiga kilo seharusnya bisa ditempuh limabelas menit, namun kali ini sudah satu jam lebih baru bisa menempuh jarak satu kilo.

Dibawah terik matahari pukul 15.00 an, aku berjuang memdorong, mengangkat dan sesekali harus terpeleset dalam lumpur agar motor ku bisa bergerak. Namun usahaku sia sia.

Pukul 15.30, haus semakin menyiksa, sementara kutatap kedepan, jarak masih satu setengah kilo lagi. Aku berada tepat ditengah tengah, dan keraguan mulai menyeruak dalam hati, apakah akan melanjutkan perjalanan atau kembali ke Palembang.

Aku berusaha lanjut sampai satu titik, motorku sudah tidak bisa lagi bergerak, hampir setengahnya terbenam masuk lumpur. Tenagaku mulai terkuras, tidak kuat lagi untuk mendorong apalagi mengangkat motor keluar dari jepitan lumpur.

Aku duduk diatas rumput, disela sela jalan yang berlumpur, sambil menyiapkan kembali tenaga dan sekaligus berharap kalau saja ada orang yang lewat.

Namun sejauh ini tidak seorangpun manusia yang melewati jalanan ini, bagaikan terdampar di pulau tak berpenghuni.

Haus ku semakin menjadi, panas terik masih terasa.

Dalam keletihan akhirnya aku memutuskan untuk membatalkan perjalanan ke Muara Telang dimana besok aku harus mengajar. Apa boleh buat, aku sudah berusaha sekuat tenaga namun jika aku paksakan untuk melanjutkan perjalanan maka aku harus berjalan malam dalam lingkungan yang waktu itu masih mengerikan, sepi....

Perlahan aku bangkit kembali dan berusaha menganhkat roda motor bagian depan dan memutarkan arahnya kembali menuju titik berangkat.

Perjuangan ku membuahkan hasil setelah berusaha penuh hampir satu jam, sampai posisi motorku telah berputar arah kembali menuju Palembang. Namun belum bisa bergerak.

Aku harus istirahat lagi dan menyiapkan tenaga lagi. Sementara haus dan lapar hampir mencapai puncaknya. Pertempuranku belum berakhir, dari sela sela tas yang kubawa, nampak makanan persiapan berbuka sore nanti, dan menggantung di sisi samping sepeda motor ku tampak jelas, es teh manis dan jus alpokatnya sudah mencair.

Akankah aku batal puasa?

Aku kira tidak. Karena saat itu hari sudah menunjukkan lewat dari pukul empat sore.

Setelah letihku berkurang aku kembali mendekati sepeda motor ku dan perlahan kudorong menjauhi kubangan lumpur yang dalam, sedikit demi sedikit, motor mulai bergeser, sampai akhirnya bisa kuparkirkan beberapa langkah dari kubangan lumpur yang telah menjebak motor ku hampir dua jam.

Kembali aku duduk istirahat, walaupun panas terik masih terasa namun tak ada lagi pilihan lain untuk berlindung karena kemanapun mata memandang hanya hamparan sawah tanpa pohon yang melindungi.

Dalam keletihanku yang tiada tara, dalam kecewa aku tetap bersyukur bahwa ternyata aku disini tidak sendirian, orang yang sangat kuharapkan akan datang lebih awal, sehingga aku bisa minta bantuan akhirnya datang juga. Walau sekarang tiada arti lagi karena motorku sudah keluar dari lumpur. Aku hanya bisa bersyukur ternyata aku tidaklah terdampar di pulau yang tak berpenghuni.

Akhirnya aku mulai bangkit kembali dan menuju sepeda motorku yang sudah tidak bisa lagi dikenali bentuknya karena penuh lumpur, hanya mungkin tempat duduknya saja yang masih bersih.. Mesin kuhidupkan dan mulai bergerak perlahan kembali menuju Palembang.

Sekitar satu kilo perjalanan aku berhenti dan berusaha membersihkan sebagian lumpur yang bergayut di kaki dan celana ku serta menyiramkan air ke motorku agar kembali bisa dilihat warna aslinya.

Mendapat percikan air dari badan motorku, serasa bisa mengurangi rasa haus yang sudah sampai pada titik balik, dengan keyakinan selama aku tidak meminumnya puasaku takkan batal maka aku tetap bertahan sampai akhir dimana bedug maghrib sebagai tanda berbuka dimulai.

Mungkin sekitar sepuluh menit sebelum berbuka puasa, aku kembali sampai di rumah yang seharusnya baru bisa kumasuki lima hari yang akan datang.

Wellcome home daddy...

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Inspiratif sekali bang Afrial. Luar biasa. Salut.

09 Jun
Balas



search

New Post