Sirih dan Tembakau Nenek
Saat libur, saya sering berkunjung ke rumah nenek. Rumah nenek berada dekat kaki gunung. Suasana di sana sangat nyaman dan sejuk.air mengalir jernih di sekeliling rumah nenek. Di depan rumah nenek ada aliran air dengan bebatuan yang besar-besar sekali. Di belakang rumah nenek ada air mata air yang juga sangat jernih dan sejuk. Sebagian dialirkan di sepanjang belakang rumah nenek yang bermuara pada aliran air yang berada di depan rumah nenek. Di pojok kanan rumah nenek terdapat pancuran yang terbuat dari bambu.
Di sebelah timur rumah nenekku ada bukit yang lumayan tinggi. Di atasnya ada surau kecil. Di lembah surau juga terdapat anak air nan jernih mengalir indah menuju muaranya. Aku senang sekali bermain di rumah nenek. Tentunya karena suasananya yang sejuk, nyaman, bisa main air di pancuran, naik turun bebukitan sambil berlari dengan sepupuku dan lain-lain.
Bibir nenekku selalu merah setiap hari, begitupun giginya, karena nenekku suka memakan sirih. Di sela gusi dan kulit bibir nenek terdapat "sugi". Sesekali nenek memegang sugi tersebut dan digosok-gosokkan ke giginya. Setelah digosokkan. Sugi kembali ditaruh nenek di sela gusi dan kulit bibirnya bagian dalam. Sehingga bibir nenek terlihat monyong.
Melihat nenek memakan sirih. Akupun mencobanya. Aku ambil sehelai sirih, ku oles sedikit kapurnya, kuletakkan sehelai daun gambir kering di atasnya. O ya. Tak lupa sedikit rautan pinang di rautkan nenek di atas sirihku. Lalu semuanya dilipat dan digulung. Aku mulai mengunyah-ngunyah sirih tersebut. Rasanya nano-nano. Ada pahit, kelat, pedas dan emmmm... Tak bisa digambarkan persis.
Untuk kunyahan pertama terasa kelat dan pahit. Biasanya aku membuangnya, sampai pada kunyahan ketiga. Setelah itu rasa pahit atau kelatnya hilang dan warna airnyapun sudah berubah menjadi merah. Aku merasa asyik mengunyahnya hingga habis sekapur sirih tersebut olehku.
Kita harus hati-hati lho. Saat mengolesi kapurnya ke daun sirih. Karena, jika kapurnya terlalu banyak atau kebanyakan dioles. Maka lidah atau mulut kita akan terasa terbakar kata nenek. Jadi jika memakan sirih, olesilah sekedarnya saja kapur tersebut pada daun sirihmu. Jika kamu tidak ingin merasa lidahmu terbakar. Tapi, jika kapurnya terlalu sedikit. Nanti air sirihnya tidak akan merah. Rasanyapun tidak akan enak... Bersambung.
Tantangan menulis hari ke-96
#Tantangangurusiana
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Wah ...enak itu bun. Dulu zaman SD di kampung sy juga suka ikutan. Namanya nyeupah kl di sunda. Ntar mulut merah merah seperti ada darahnya hehe. Slm hormat.
iyes bund yayah yang masyaallah luar biasa. barakallah bund
Cerita bu Yeni kereeennn...Tak apa kalau ikut jejak si nenek untuk makan siriah...tapi itu... rasanya..yang bikin kita tdk sampai mengunyahnya sampai jadi sugi...heheSalam sibuk di pagi hari......Follback akunku juga ya bu Yeni syantikk...hehe
aku suka sirih juga bu kade. gegara sering ngikutin nenek waktu masih SD dulu. kemaren tu udah mau difollback bu. tp susah. mgkin cause signal bu kade. ntik coba lg deh.