Sudahkah Kita Merdeka Belajar?
Merdeka adalah bebas, lepas dari tuntutan. Merdeka belajar, berarti bebas dalam belajar. Lepas dari tuntutan. Kurikulum 2013 yang diharapkan akan membawa generasi muda bangsa menjadi generasi emas. Sepertinya belum bisa tertunaikan. Kanapa?. Karena di dalam kurikulum 2013 terlalu padat penilaian menurut saya. Hingga sang guru terlalu sibuk dengan namanya penilaian. Bahkan tak jarang dari beberapa sang guru keteteran dengan penilaian tersebut. Terutama sang guru yang telah tergolong tua yang tidak mampu mengoperasikan komputer.
Memasuki tahun ke-8 Kurikulum 2013 dijalani oleh pendidik seluruh penjuru Indonesia. Rasanya belum ada hasil terutama di daerah pedesaan. Menyangkut penilaian yang dibahas di atas. Penulis sering menemukan fakta di lapangan jika ujian semester telah usai, sang guru kelabakan dengan yang namanya nilai. Belum lagi sang guru yang Gaptek. Penilaian yang seharusnya bersifat shahih. Jauh melenceng dari sifatnya. Karena, bagi sang guru yang Gaptek dia akan pasrah saja nilainya mau diapakan oleh operator atau teman yang dimintai tolong untuk mengentrikannya ke aplikasi raport. Yang penting baginya pengerjaan raport selesai jelang hari H penerimaan.
Jika jadwal penerimaan rapor sudah mepet. Alhasil nilai sang guru yang gaptek diketik beberapa kolom saja. Lalu disulap dengan Copi Paste dari nilai yang diketik beberapa kolom tadi. Walau demikin enteng kedengarannya. Namun sejatinya bukanlah enteng dengan hal demikian. Karena sang operator atau guru yang dimintai tolong sampai tidak tidur semalaman mengolah nilai sang guru gaptek. Demi apa? Demi esok harinya semua siswa bisa menerima rapor.
Penerimaan rapor adalah waktu yang ditunggu-tunggu peserta didik dan orangtua. Hummm... ternyata rapor yang mereka terima tidak bersifat sahih. Hanya angka-angka siluman yang tertera karena copi paste.
Penilaian keterampilan dan sikap yang diutamakan hanya tinggal semboyan yang tak kunjung bisa diterapkan sepertinya. Di dalam rapor nilai keterampilan kebanyakan juga disulap dari nilai pengetahuan, bukan dari nilai keterampilan yang sebenarnya. Ini diakibatkan karena padatnya penilaian tadi. Sehingga guru tidak bisa memenuhi tuntutan kurikulum 2013 itu sendiri. Dari itu, untuk mewujudkan harapan menteri pendidikan nadiem makarim dan mimpi semua rakyat indonesia untuk menjadikan pemuda harapan bangsa menjadi generasi emas. Hal utama yang harus diprioritaskan adalah guru. Jadikan sang guru lebih sejahtera baik moril maupun materil. Jangan bebani guru dengan seabrek penilaian, seabrek administrasi seperti tuntutan harus adanya buku kerja guru 1-4 dan lainnya. Sehingga anak didik kadang terabaikan karena memprioritaskan hal-hal tersebut.
Kira-kira sudah merdekakah kita belajar dengan uraian di atas? Sepertinya belum. Karena merdeka adalah bebas, terlepas dari banyaknya tuntutan. Jika masih banyak tuntutan ini, itunya, menurut saya kita belum merdeka belajar.
Harapan saya, kedepannya pak menteri pendidikan juga bisa merampingkan terkait penilaian di rapor. Hal ini berdasarkan temuan-temuan saya terkait penilaian yang dilakukan oleh teman sesama guru baik yang satu almamater maupun beda almamater. Supaya tidak ada lagi nilai siluman yang muncul. Jadi kesahihan penilaian itu memang sahih adanya
Tantangan menulis hari ke-56
#tantangangurusiana
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar