Shodaqoh dan Berlian
Kisah ini aku alami tatkala masih kanak-kanak sekitar awal tahun1980-an. Saat itu ada seorang warga di kampung yang berniat untuk sedekah sebesar 500 ribu kepada siapa saja yang menemuinya pertama kali pada hari Jumat. Ia tidak akan membedakan siapapun yang datang, apakah keluarga atau bukan, tetangga dekat ataupun orang yang tidak ia kenal. Ia hanya berniat bahwa pada hari Jumat adalah hari yang bagus dan akan berlipat ganda jika ia bersedekah. Lelaki dermawan itu bernama Pak Suryo. Ia memang ahli ibadah dan pemilik beberapa sawah yang dipekerjakan kepada para tetangga sekitar yang tidak memiliki lahan.
Di tempat lain ada seorang buruh yang juga pekerja keras sedang dalam perjalanan menuju sawah untuk menggarap lahan. Namanya Pak Warno, ia tidak menggarap lahan Pak Suryo, namun ia mengerjakan lahan sawah tetangga kampung sebelah. Dalam perjalanannya sambil menenteng sabit dan memanggul cangkul ia berjalan ke arah timur kampung Sukorejo kampung kami di wilayah Selatan daerah Jawa Tengah. Dalam perjalanannya ia melihat sebuah benda yang berkilau dan sangat indah. Matanya sampi terpicing untuk melihat benda itu dan menghindari cahaya matahari dari arah timur.
"Wah benda apa ini ya, kok bagus sekali, berkilauan terkena cahaya matahari", guman Pak Warno.
Masih sambil berguman ia mengitari benda kecil tadi, serupa beling atau pecahan kaca namun berwarna warni kilauannya.
Ia berpikir, "apakah ini yang dinamakan berlian itu ya. Tapi kalau di televisi kan warnanya biru".
Ya pada saat itu televisi belum ada yang berwarna hanya hitam putih dan diberi penutup fiber berwarna biru untuk mengurangi radiasinya. Itupun sekampung hanya ada satu atau dua dengan sumber tenaga dari Accu atau aki yang seminggu sekali harus di stroom ke kota agar ada listriknya.
"Wah sebaiknya aku ambil saja ah benda ini siapa tahu ini benar berlian seperti yang pernah aku lihat di televisi, dan jika aku jual pastilah aku bisa dapatkan uang banyak untuk keperluan keluargaku", pikir Pak Warno tersenyum, sambil mengambil benda itu dan membungkusnya dengan sobekan kain iket, yaitu kain untuk lurik untuk menutup kepala saat panas baru dipakaikan caping di bagian luarnya.
"Lalu siapa yang sanggup membayarnya ya jika ini berlian, serasa belum ada orang yang punya berlian di kampung ini, paling mahal emas itupun jarang orang memakainya, dan harus ke kota aku menjualnya. Jauh juga ya", pikir Pak Warno
Saat ia termenung tiba-tiba ia teringat Pak Suryo pemilik Langgar Al Mutaqin orang kaya di kampung Sukorejo ini.
"Baiklah aku tawarkan saja berlian ini pada Pak Suryo siapa tahu beliau mau membeli berlian ini satu juta, aku bisa beli sawah dan tidak usah buruh menggarap sawah orang lain", katanya sambil tersenyum gembira.
Perlu kita ketahui bahwa saat itu uang 1 juta mungkin nilainya sama dengan 100 juta atau lebih untuk.saat ini.
"Assalamualaikum...", teriak pak Warno di depan gerbang rumah Pak Suryo.
"Wa alaikum salam warrahmatullahi wabarakatuh...eh Pak Warno mari pak masuk, silakan duduk , gembira sekali keliatannya pagi ini. Lhoh ini bawa cangkul dan sabit, masih menggarap sawah Pak Mulyono kah saat ini", kata pak Suryo.
"Iya pak, musim tanam ini mungkin terakhir saya menggarap lahan sawah Pak Mul. Kalau boleh musim depan saya menggarapa sawah Pak Suryo saja biar ndak kejauhan kerjanya", jawab Pak Warno sambil tersenyum.
"Lhoh koq senyum, serius tidak ini sampeyan, kalau iya itu yang barat kampung yang digarap pak Wiro mau dilepas satu, anaknya akan pergi kerja ke Jakarta katanya, dia kuwalahan kalau harus nggarap 2 sawah sekaligus ndak punya tenaga" kata Pak Suryo menyambung.
"I..iya Pak saya serius, tapi ini saya ada keperluan lain, " kata Pak Warno sambil membuka caping dan kain iket di kepalanya
"Koq pake buka kain iket segala ada apa ya?", tanya pak Suryo heran.
"Ini pak, saya tadi menemukan berlian di tepi jalan. Sekiranya bapak mau ini saya jual kepada bapak satu juta saja. Warnanya indah sekali berkilauan seperti pelangi pak, berwarna-warni, coba perhatikan Pak", kata Pak.Warno.sambil memperlihatkan pecahan kaca yang dianggapnya berlian itu.
"Owh itu ya, mana coba saya lihat dulu, iya bagus ya berkilau diterpa sinar matahari", kata Pak Suryo
"Iya kan pak bagus sekali. Murah lhoh pak saya cuma tawarkan ke Bapak satu juta. Kata televisi berlian ini bisa berharga 5 juta-an lhoh Pak", kata Pak Warno sambil menirukan iklan televisi.
"Maaf Pak Warno, saya pikir hanya punya uang 500 ribu untuk hari Jumat ini, inipun bukan karena benda itu, tetali karena niat saya sedekah di hari jumat ini", kata Pak Suryo sambil tersenyum.
"Eah jangan terlalu jauh pak nawarnya, ini benda sangat berharga, berlian pak", lanjut Pak Warno
"Sekali lagi Pak Warno, saya berikan uang ini bukan karena bendanya. Tapi saya pagi ini sudah niat bahwa siapapun yang menemui saya di awal Jumat ini saya berikan sedekah 500 ribu, begitu pak. Jadi saya hanya sediakan uang 500 ribu itu", kata Pak Suryo menjelaskan.
"Wah ya sudah Pak Suryo, saya akan bawa berlian ini ke kota saja. Di kota pasti berlian ini akan laku lebih dari satu juta", kata Pak Warno sambil melipat kembali kait iket dan mengambil capingnya
"Baiklah kalau begitu tapi ini 500 ribu sedekah dari saya silakan diterima", kata Pak Suryo sambil mengulungkan beberapa lembar uang puluhan ribu
"Tidak pak terimakasih, ndak usah saja. Nanti saya akan bawa uang lebih banyak dari sedekah bapak ini, mohon maaf dan terima kasih", jawab Pak Warno sambil mengambil sabit dan cangkulnya.
Kemudian Pak Warno berjalan menuju kota yang jaraknya lumayan jauh sekitar 7 km dari kampung kami butuh waktu 2 jam untuk bisa sampai di kota, karena selain belum banyak angkutan, dia sendiri tidak membawa bekal uang .
Sesampai di kota ia tengak tengok melihat jika ada orang yang menawarkan jasa timbangan emas di dekat pasar, ada beberapa orang yang menjual jasa menimbang emas di sana dan Pak Warno menghampiri salah satunya.
"Bu, maaf kalau perhiasan seperti emas, intan dan berlian bisa dijual kemana ya", tanya Pak Warno kepada seorang ibu yang masih menimbang cincin emas milik seorang pelanggan yang sudah lusuh warnanya.
"Kalau gelang, cincing, giwang di sini bisa pak, tapi kalau intan dan berlian sampeyan ke toko emas saja, harganya sangat tinggi, kami ndak mampu membelinya. Bisa 10 kali lipat harga emas", kata si ibu penimbang emas tadi.
"Baiklah bu, terimakasih ya. Wah bakal dapat uang berlimpah hari ini aku", kata Pak Warno sambil ngeloyor pergi. Wajahnya ceria dan senyum mengembang di bibirnya.
"Mbak saya mau jual berlian, harganya berapa ya?", tanya Pak Warno kepada seorang pelayan di toko mas itu.
"Satu juta pergramnya pak, nanti kita lihat kalau sempurna ndak ada cacat juragan sendiri yang akan memberi harga lebih baik, mana barangnya pak?", tanya pelayan tadi
Sambil gemetar Pak Warno mengeluarkan iket kepala yang tertutup caping itu. Ia buka dan serahkan benda berkilauan sebesar ujung jari kelimgking di tangannya.
" Cik ini ada barang saya belum pernah liat, bapak ini mau menjualnya bisa di chek ndak barangnya, katanya sih berlian", teriak pelayan tadi pada nona muda keturuan tinghoa di dekat kasir.
" Bawa sini Tin, saya cari pembesar di lemari dulu", kata nona muda yang dipanggil cici tadi.
"Semoga bisa laku mahal berlian temuanku ini, bisa buat beli sawah dan biaya anak-anak sekolah nanti," pikir Pak Warno masih tersenyum
Lalu benda itu berpindah tangan dan si cici tadi mengeluarkan semacam lensa atau teropong seperti dalam film bajak laut itu. Lama barang itu diincar dan dan dibolak balik dan diterawang ke arah cahaya lampu dan cahaya matahari.
Raut muka Pak Warno makin berseri melihat si cici asik tersenyum dan melihat benda temuannya dengan lensa itu dan setelah selesai si cici memanggil Pak Warno.
"Pak benda ini memang sangat bagus, tetapi saya yakin benda ini bukan berlian. Benda ini pecahan dari kaca aklirik kaca hias yang ada di lampu-lampu gantung itu. Memag berkilau karena dibuat supaya ada bentuk pantulan yang berbeda warnanya. Kalau berlian pinggirnya tajam tetapi benda ini pepat dan halus, jadi ini adalah kaca pak bukan berlian. Silakan dibawa pulang lagi ya pak", kata si cici sambil menyerahkan berlian temuan Pak Warno tadi.
Lemas badan Pak Warno, pucat raut wajahnya mendengar penjelasan si cici, hari ini ia tidak berhasil mendapat uang jutaan, ia tidak.bekerja di sawah sehingga uang buruh hari ini.juga lepas. Dan yang paling ia sesali uang sedekah Pak Suryo sebeaar 500 yang jelas di depan mata telah ia tolak mentah-mentah hanya karena memgharap hasil yang ia sendiri tak yakin mendapatkannya.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Ambil dulu ya pak rejeki didepan mata sebelum mendapat rejeki lainnya.
Iya Bund...