Malam itu ada yang mengganggu pemikiran saya. Seorang wanita muda menulis status atau story di salah satu media sosialnya. Dengan nada kesal dia tuliskan, "Ini nihhh biang keroknya!"

Kebetulan dia teman saya. Kami berteman saat kuliah dulu. Jadi, nomor teleponnya tersimpan di HP saya. Statusnya di WA sering kali saya baca. Termasuk status malam itu.

Dia nampak kesal dan menyebut buku biru sebagai biang keroknya. Buku biru? Ya, begitu dia menyebut buku saya "Guru Desa Membelah Angkasa" yang diterbitkan MediaGuru.

Buku ini disebutnya sebagai "kompor". Dia pun mengaku sebagai "korbannya". Bagi yang belum membaca buku saya, bisa jadi bingung dengan pernyataan ini.

Cerita selengkapnya begini. Buku ini berisi kisah inspiratif. Catatan perjalanan saya sejak menjadi guru di daerah pedesaan hingga bisa turut andil di berbagai ajang bergengsi saya tuliskan. Tampaknya dia "baper" dan ingin seperti apa yang dikisahkan dalam buku ini.

Saya dapat menyebut demikian karena saya langsung mengontaknya saat menulis status itu. Saya menanyakan ada apa sebenarnya. Dia pun menceritakan keinginannya mengikuti suatu ajang tingkat nasional. Namun, sang suami tak memberikan restunya, mengingat buah hati mereka masih kecil. Sang suami tak ingin anak semata wayangnya (untuk saat ini) menjadi korbannya.

Mendengar kisah ini saya pun berpikir, sampai seperti itukah kekuatan "kompor" si buku biru. Tampaknya saya harus mendengar testimoni yang lainnya dulu.

Salam Literasi!

I'm back, Gurusiana!!!