Menguak Misteri Rendahnya Minat Menjadi Kepala Sekolah
Suatu malam ada pertanyaan sulit diajukan ke saya. Seorang teman bertanya tentang rendahnya minat menjadi kepala sekolah. "Jane kok dho ra gelem dadi kepala sekolah kie ngapa, to?", begitu pertanyaan itu saya terima.
Tentu saja bukan hal yang mudah untuk menjawabnya. Saya pun sempat berpikir sejenak. Apapun jawabannya, tentu saja saya tak ingin ada masalah dari jawaban yang saya berikan.
Bukan tanpa alasan tentunya saya berpikir demikian. Saat ini banyak pihak tahu, bagaimana mekanisme seleksi kepala sekolah dilangsungkan. Meski bisa disebut rumor, karena tidak mudah untuk membuktikannya.
Mendapatkan pertanyaan itu, saya pun menjawab secara normatif. "Tunjangan kepala sekolah tak sebesar resikonya", begitu kira-kira jawaban saya saat itu. Jawaban ini tampaknya menjadi alternatif jawaban yang tepat. Mengapa demikian?
Kabarnya dulu jabatan kepala sekolah adalah "lahan basah". Sehingga, orang berebut mendapatkannya. Sekarang jika guru ditawari menjadi kepala sekolah kebanyakan menolak. Resiko besar ada di depan mata jika mendapatkan tugas tambahan ini.
Saat ini pendidikan gratis didengungkan di mana-mana. Masyarakat dan media pun semakin kritis. Tak heran jika saat ini masyarakat sering menanyakan kebijakan sekolah. Terlebih jika menyangkut keuangan. Termasuk media tentu saja.
Hampir semua anggaran langsung masuk ke rekening sekolah saat ini. Kondisi ini menuntut konsekuensi tersendiri. Setiap kesalahan pengelolaannya menjadi tanggung jawab kepala sekolah. Lengkap sudah alasan untuk tidak tergiur dengan jabatan ini.
"Jika semua orang baik tidak mau berkuasa, lantas apa yang akan terjadi?". Pertanyaan ini seakan mampu melawan berbagai pemikiran buruk tentang kesempatan menjadi kepala sekolah. Tentu saja kepemimpinan di sekolah adalah kemestian. Tak bisa kita pungkiri. Maka, menjadi tantangan tersendiri bagi para guru berprestasi untuk mengambil kesempatan itu. Anda siap dengan tantangan itu?
Wonogiri, 8 September 2017
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
sekolah sebuah satuan sistem buncit, sebaik apapin kepala sekolahnya tdk akan pernah bisa merubah kebijakkan sistem pendidikan, yang akan terjadi malah kasek menjadi pelaksana sistem rusak lembaga diatasnya. saran untuk masa sekarang hindari jadi kepsek, jadilah guru biasa untuk mengurangi tindak dosa
Tidak tergiur menjadi KS? Tengoklah di Sampang. KS (SMP) menjadi rebutan sehingga menjadi "bahan" tarik ulur yang seksi. Apalagi sekolah-sekolah yang gemuk. Yang kurus saja diminati...
Wah...berarti tiap daerah berbeda2 ya...di daerah kami sepi peminat...
Nyoba ah... siapa tahu njur jadi wargo wonogiri
Ternyata berani jg dg tawaran sang Master
He he...siapa takut?
Ini Tulisan lezat dan ori
Tak sebooming tulisan master Edi...
yang penting penyajiannya... aku perlu mencontoh
Aku, disuruh tes ga mau, cuma ga mau repot aja, menurut aku jadi ks ga bebas, dalam ruangan sendirian. Aku diceramahi macm2 gara-gara ga mau dikirim tes ks ya tak dengerin aja.Menurut pemikiranku kalo aku jadi anak buah tu mo ada keg apa kek apa di sekolh, ga mikir tanggungjwb.Tapi sy mendukung secara aktif loh, dengan segala kegiatan di sekolah.
atau barangkali takut disuruh mundur. hehe
Apakah ada data yg mdukung judul saudara?
Aja.wis.kadung.ngene.ki....untunge masih ada rasa pengabdian