Agus Dwi Basuki

Guru Fisika SMA Negeri 2 Kendal...

Selengkapnya
Navigasi Web

Antara UN , USBN dan US

Tahun ini adalah kali keempat ujian nasional tidak menentukan kelulusan seorang siswa. Tidak ada ketegangan saat mau menghadapi ujian nasional dan tidak ada harap-harap cemas menanti pengumuman hasil kelulusan ataupun pengumuman nilai ujian nasional. Semua datar-datar saja. Bahkan sekarang euforia menghadapi ujian nasional tidak seheboh tiga atau empat tahun lalu saat ujian nasional dipakai sebagai penentu kelulusan. Seakan ada greget yang terenggut, ada semangat yang terpuruk dan ada gairah yang terpangkas.

Sebanding dengan kebijakan pemerintah yang seolah memanjakan siswa, siswapun jadi enggan belajar lebih untuk mempersiapkan ujian nasional. Persiapan siswa dalam menghadapi ujian nasional terkesan biasa-biasa saja. Hanya sebagian kecil siswa yang mempersiapkan ujian nasional dengan serius. Yaitu siswa yang ingin melanjutkan ke perguruan tinggi kedinasan. Beruntung masih ada perguruan tinggi kedinasan semacam AKPOL atau AKMIL yang masih menuntut syarat nilai rata-rata minimal Ujian Nasional agar dapat diterima di perguruan tinggi tersebut. Sehingga setidaknya masih ada segelintir siswa yang masih peduli terhadap eksistensi ujian nasional.

Kelulusan siswa pasca ketidakterlibatan ujian nasional sebagai penentu kelulusan, mutlak menjadi hak prerogatif sekolah. Sekolah diberi kemerdekaan penuh untuk meluluskan atau tidak meluluskan siswa berdasarkan kriteria kelulusan yang ditentukan oleh pihak sekolah. Perangkat penilaian final yang digunakan untuk keperluan ini semula bernama Ujian Sekolah (US), yang biasanya disusun bersama di tingkat Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP).

Ujian nasional walaupun bukan lagi sebagai penentu kelulusan, tetapi tetap harus ditempuh oleh siswa. Dalam hal ini ujian nasional berfungsi utama sebagai alat pemetaan mutu pendidikan di Indonesia. Sehingga praktis siswa harus menempuh dua macam ujian yaitu ; ujian sekolah sekaligus ujian nasional.

Dari perbandingan nilai hasil ujian sekolah dan nilai ujian nasional yang sudah terlaksana, ternyata terjadi ketimpangan yang sangat menyolok, dimana nilai ujian sekolah umumnya bagus, sementara nilai ujian nasional kebanyakan jeblok. Logika berpikir di hadapkan pada pertanyaan, ini soal ujian nasional yang terlalu sulit atau soal ujian sekolah yang kelewat mudah? Pemerintahpun terpaksa harus menjatuhkan vonis bahwa kualitas soal ujian sekolah rendah. Wajar saja, sekolah mana sih yang ingin siswanya tidak lulus? Mumpung penentu kelulusan di tangan sekolah , maka konsensus antar pejabat sekolah tentu akan melahirkan kebijakan yang menguntungkan sekolah.

Kemudian karena disinyalir mutu soal ujian sekolah yang disusun MGMP dianggap rendah, tahun lalu pemerintah kembali “campur tangan” menyisipkan 25 % soal anchor kedalam soal ujian sekolah dengan maksud meningkatkan standarisasi soal. Maka berubahlah nama Ujian Sekolah (US) menjadi Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN). Padahal kalau kita mau jujur standar nasional seperti apa yang bisa diharapkan dengan hanya menyisipkan 25% soal anchor?

Penyisipan soal 25% soal anchor hingga soal sebutan US berubah menjadi USBN sebenarnya tidak akan berdampak apapun. Fakta tak terbantahkan mencatat bahwa tingginya hasil nilai ujian sekolah yang diperoleh, bukan sebagai akibat karena terlalu gampangnya soal US atau USBN. Dengan sistem koreksi lokal, nilai ujian sekolah bisa dibuat “merah”, “kuning”, atau “biru” dengan tujuan agar semua siswa di suatu sekolah dapat “selamat”. Kadang korektor menjadi pesakitan tak berdaya yang harus memenuhi pesanan tertentu. Dan hal semacam ini sudah menjadi rahasia umum, yang diketahui oleh pihak-pihak terkait. Di sinilah terjadi benturan hebat bagi insan pendidik sejati yang selalu memegang teguh idealisme. Bagaimanapun juga idealisme tersebut harus direlakan tercabik-cabik tenggelam bersama dosa massal yang tak terhindarkan. Ya… harus diakui ini adalah coreng-moreng ketidakwajaran dan ketidakjujuran yang ditorehkan di wajah pendidikan kita.

Tahun ini dengan kebijakan merdeka belajar, USBN kembali menjadi US, siswa betul-betul makin “merdeka”. Bahkan dipenghujung waktu belajar, mereka tidak peduli lagi pada ujian. Mungkin jika ditanya ujian nanti sorepun mereka bersedia. Bukan karena mereka sudah siap, melainkan mereka yakin dan pasti akan lulus.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post