Soal Fisika itu Mudah, kecuali yang Sulit
1.
Mengapa sebagian besar menganggap soal fisika itu sulit? Mengapa sudah hapal rumus tetap tidak bisa mengerjakan soal fisika? Terus bagaimana cara belajar fisika yang betul? Pertanyaan-pertanyaan klasik seperti itu masih saja muncul diseputar siswa sekolah menengah di Indonesia atau mungkin di dunia. Perlu pengkajian secara mendalam untuk menyikapi pertanyaan-pertanyaan tersebut yang bertalian dengan kompetensi guru fisika, metode pembelajaran fisika, kemampuan matematika siswa, cara belajar fisika sampai pada modal yang dipunyai siswa untuk belajar fisika.
Ilmu Fisika yang merupakan anak cabang dari ilmu sains memiliki hakikat yang sama dengan dua anak cabang lain biologi dan kimia. Namun dalam perjalanannya, pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa fisika memiliki tingkat kesulitan lebih tinggi dibanding dengan biologi dan kimia.. Sains berasal dari bahasa Latin yaitu Scientia yang berarti “saya tahu”. Dalam bahasa Inggris, kata sains berasal dari kata Science yang berarti “pengetahuan”. Science kemudian berkembang menjadi sosial science yang dalam Bahasa Indonesia dikenal dengan ilmu pengetahuan sosial (IPS) dan natural science yang dalam Bahasa Indonesia dikenal dengan ilmu pengetahuan alam (IPA). Dalam kamus Fowler (1951), natural science didefinisikan sebagai : systematic and formulated knowledge dealing with material phenomena and based mainly on observation and induction (yang diartikan bahwa IPA didefinisikan sebagai: pengetahuan yang sistematis dan disusun dengan menghubungkan gejala-gejala alam yang bersifat kebendaan dab didasarkan pada hasil pengamatan dan induksi)
Sains merupakan sekumpulan pengetahuan tentang objek dan fenomena alam yang diperoleh dari hasil pemikiran dan penyelidikan ilmuwan yang dilakukan dengan keterampilan bereksperimen dengan menggunakan metode ilmiah. Definisi ini memberi pengertian bahwa sains merupakan cabang pengetahuan yang dibangun berdasarkan pengamatan dan klasifikasi data, dan biasanya disusun dan diverifikasi dalam hukum-hukum yang bersifat kuantitatif, yang melibatkan aplikasi penalaran aplikasi penalaran matematis dan analisis data terhadap gejala-gejala alam. Pengertian sains menurut Trowbridge and Bybee (1990) sains merupakan representasi dari hubungan dinamis yang mencangkup tiga faktor utama yaitu : The extant body of sicientific knowledge, the values of science and the methods and processes of science, yang artinya sains merupakan produk, dan proses serta mengandung nilai-nilai. Oleh karena itu sain juga harus di pandang sebagai cara berfikir untuk memahami alam, sebagai cara untuk melakukan penyelidikan dan sebagai kumpulan pengetahuan.
Hal yang salah kaprah dan sudah kadung membudaya tentang cara belajar fisika adalah dengan menghafal rumus-rumus fisika. Sebagian besar siswa selalu beranggapan dengan hafal semua rumus, semua soal fisika akan dapat di selesaikan dengan mudah. Dan nyatanya anggapan tersebut tidak seluruhnya benar. Ada sebagian kecil soal-soal fisika yang dapat dikerjakan dengan mudah jika rumus dalam genggaman. Namun ternyata jauh lebih banyak soal-soal fisika yang bermuatan HOTS (High Order Thinking Skill) yang tidak bisa dikerjakan hanya mengandalkan hafalan rumus saja. Soal-soal berbasis HOTS merupakan soal kompleks yang membutuhkan pemahaman konsep yang matang.
Yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah dengan membuang jauh anggapan bahwa fisika itu sama seperti matematika, fakta , gejala, konsep, prinsip, teori ataupun hukum fisika harus dipahami sebagai suatu pengetahuan yang bernalar yang bisa diurai secara logis dan ilmiah. Fisika tidak sekedar rumus, rumus atau formula matematis yang ada di dalam fisika hanyalah alat bantu untuk mempermudah dan mempersingkat pemahaman. Rumus seperti bentuk ringkasan dari sebuah konsep, yang tetap menuntut siswa untuk mengetahui arti dari masing masing lambang yang berkaitan.
Sebagai contoh mungkin semua siswa hafal rumus untuk menghitung Gaya Archimedes, bahwa FA = Vrg ,namun hanya segelintir siswa yang faham apa yang ada di balik rumus yang di maksud. Kadang untuk menyebutkan bahwa FA itu gaya, V itu volume, r massa jenis, dan g adalah percepatan gravitasi saja siswa sudah kerepotan, apalagi sampai pada pengertian bahwa sebenarnya V yang dimaksud adalah volume benda yang tercelup, kemudian r adalah massa jenis zat cair. Belum lagi siswa harus faham satuan dari masing-masing besaran tersebut.
Celoteh siswa sehabis ulangan harian fisika yang biasa saya dengar selalu saja mengusik keprihatinanku. “Waduh pak ulangan susah-susah rumusnya lupa semua”, pernyataan itu memberi kesan bahwa yang diperhatikan siswa ketika belajar hanya rumus saja, bukan konsep, dan kondisi semacam ini seolah menjadi sebuah “kesalahan” berjamaah yang terjadi di negeri ini.
Cara belajar fisika siswa pada saat ini dapat diandaikan seperti orang menebak teka-teki, kalau orang tersebut pernah mengerti jawaban dari sebuah teka-teki, maka jika pada suatu kesempatan orang itu ditanya teka-teki itu tentu dia bisa menjawab. Begitu juga cara belajar fisika yang terjadi pada sebagian besar siswa, kalau dia pernah mengerjakan soal yang sejenis, tentu dia bisa mengerjakan soal yang dimaksud. Yang diandalkan adalah ingatannya, tentu saja dia akan merasa kesulitan jika soal tersebut dimodifikasi sedikit saja. Kelemahan semacam ini dimanfaatkan dengan baik oleh bimbingan belajar di luar sekolah dengan sistem drill soal dengan cara yang mereka namakan smart solution, cara singkat yang semakin membodohi siswa.
Kondisi semacam ini diperparah oleh bentuk-bentuk soal evaluasi yang disodorkan ke siswa. Sebagian besar guru fisika jarang memberikan soal yang menguji pemahaman membumi tentang materi fisika yang diajarkan. Diakui atau tidak guru lebih sering memberikan soal-soal yang hanya bersifat hafalan rumus, ketimbang soal-soal yang menggali pemahaman konsep fisika.
Tentu bukan perkara mudah untuk mengubah mindset siswa tentang bagaimana cara belajar fisika yang benar, yang sama sulitnya mengubah mindset guru fisika tentanag bagaimana cara pembelajaran fisika. Dibutuhkan tahapan-tahapan matang yang melibatkan tidak hanya siswa itu sendiri, melainkan peran guru, kepala sekolah sampai penentu kebijakan di tingkat pusatpun harus ikut bahu-membahu mengobati “penyakit kronis ” yang sudah menahun ini.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Mantap....