KEPUTUSAN YANG MENGHAKIMI
Tagur_17
Belum cukup sebulan yang lalu, kunjungan ke tempat putri kami yang sedang menimba ilmu. Hari ini, terdengar suaranya melalui gawai asrama serak seperti menahan tangis. Mengapa dengan suara anakku? Ternyata sudah dua hari tenggorokannya sakit. Saat seperti ini, mestinya kami ada disampingnya. Tetapi inilah keputusan yang kami sepakati. Mengantarkan anak untuk dapat pendidikan yang terbaik. Kami iklas berpisah untuk suatu tujuan. Walau keputusan ini sangat berat, karena banyak pertimbangan.
Sebagai pendidik, ada perang batin diri ini dengan kenyataan. Ada kenginan, anak-anak bersekolah dekar dengan kita. Tapi satu sisi, mereka tidak akan mendapatkan pelayanan yang terbaik tentang ilmu yang mereka cari. Salah satu caranya, mereka disekolahkan di tempat yang terbaik. Mengapa? Di rumah ibunya sudah lelah dengan pekerjaan yang dipikulnya sebagai abdi masyarakat. Sementara, ayah sulit mendampingi anaknya belajar. Ini akibat streotipe yang melegenda, ayah urusan cari uang dan ibu mengurus anak.
Kenyataannya, si ibupun memiliki peran yang multi. Dengan peran ini, anak-anak tidak lagi mendapat asuhan yang maksimal. Hal yang terbaik, mengikhlaskan berpisah untuk sesaat. Itu menurut pikiran saat melepas mereka pergi. Padahal setelah menyelesaikan satu tingkat pendidikan, mereka akan meneruskan ke tingkat berikutnya. Kapan kebersamasn itu? Mungkin, di saat kita telah purna dari pekerjaan akan bisa bersama. Entahlah,! Helaan nafas panjangku mengakiri permasalan.
Semoga tindakan yang dilakukan tidak menghakimi kita yang telah membuat keputusan. Dengan suara yang berat, kata-kata penghibur dan penyemangat diucapkan dari kejauhan. Timpalan balas putriku dengan suara seraknya, "Bunda, jaga kesehatan. Jangan lupa doakan Kakak!"
"Doa Bunda sepanjang waktu untuk putri sholeha Bunda,"Dengan suara membatin, "Maafkan Bunda, Nak, tidak dapat mendekapmu, saat kerinduan akan dekapan Bunda."
(Dangauhanafa, 30122)
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Makasih Bu Dermi
Putri saya juga belajar di pondok, segala rasa berkecamuk. Semangat bunda, semoga putrinya selalu sehat & lulus mumtaz.
Iya Bu Retno ...Semoga ini suatu keputusan yg terbaik. Aam
Begitulah perasaan seorang ibu, selalu.dekat dengan anaknya. Saya juga merasakan seperti itu, Buk. Juga mengantarkan anak menempuh suatu pendidikan kw suatu tempat. Semangat Buk.