Agus Salim

Anak pertama dari sepasang suami istri yang hidup di desa terpencil, desa Gunung Malang Kec. Suboh Kab. Situbondo, Jawa Timur. Menjadi guru sejak tahun 1989. Da...

Selengkapnya
Navigasi Web
MENGINTIP EMPAT GENRE PUISI INDONESIA KONTEMPORER - Tantangan hari ke-78
Sumber gambar: https://lektur.id/

MENGINTIP EMPAT GENRE PUISI INDONESIA KONTEMPORER - Tantangan hari ke-78

Poetry is a kind of multidimensional language. Ordinary language - the kind that we use to communicate information - is one dimension. It is directed only part of listener, his understanding. Its one dimension is intellectual. Poetry, which is language used to communicate experience has at least four dimension (1) intellectual dimension; (2) sensuous dimension; (3) emotional dimension; (4) imaginative dimension ( Perrine, 1974 : 560)

Ketika berhadapan dengan sebuah karya sastra, orang akan dengan sebegitu mudah menyebut, itu puisi, prosa, atau drama. Bahkan penyebutan itu dilakukan hanya dengan sekali pandang. Orang bisa menyebut genre tertentu dari sebuah karya sastra secara mudah karena memang terdapat pembeda yang mecolok pada ketiga genre tersebut, yakni tipografi.

Pada puisi, tipografi terkait dengan tata bentuk dan tata kebahasaan. Tata bentuk, biasanya dirupakan secara visual baik keseluruhan maupun sebagian. Perwujudan bentuk/visualisasi puisi ini sangat berpotensi terjadi penyimpangan terhadap sistem norma kebahasaaan pada umumnya. Karena pemui-si akan lebih mengutamakan perwujudan bentuk puisi sesuai dengan yang dikehendaki ketimbang kebenaran struktur frase, kalimat maupun makna dalam menggunakan peranti bahasa. Pada puisi Tragedi Winka & Sihka, terlihat bagaimana Sutardji Calzoum Bachri memporakporandakan kata Kasih dan Kawin demi membentuk sudut-sudut yang tajam pada puisinya tersebut. Demikian halnya dengan puisi-puisinya yang lain seperti Kucing dan Bayangkan.

Sedangkan pada tataran tata kebahasaan, tipografi bersinggungan dengan masalah perlakuan pemuisi terhadap berbagai peranti bahasa sebagai media kreasi, seperti bunyi, suku kata, kata, frase, kalimat atau baris, dan penggunaan tanda baca. Dalam hal ini pemuisi akan memikirkan efek (terutama efek makna dan nuansa) dari pilihan kata, atau susunan frase, dan struktur kalimat yang dia buat. Sehingga sering kita temui peanggabungan atau perangkaian imbuhan, kata, frase-frase, ataupun kalimat yang tidak lazim. Kita lihat beberapa penggalan puisi-

puisi berikut.

Ini muka penuh luka (Berkaca, Chairil Anwar)

Biar susah sungguh

(Doa, Chairil Anwar)

Pandangnya dilayangkan arah ke barat

(Bergundah Hati, STA)

Ketidakumuman penempatan kata atau struktur kalimat seperti di atas dilakukakn untuk memberikan aksentuasi tertentu atau untuk memberikan nuansa makna tertentu ataupun hanya untuk menghasilkan rima tertentu pada puisi tersebut. Ketidakumuman inilah yang kemudian menjadikan bahasa puisi terasa khas, unik, dan aneh. Keberbedaan tipografi, di samping merupakan dasar pembeda antar genre juga bisa menjadi pembeda atau kekhasan bagi masing-masing pemuisi itu sendiri.

Penciptaan tata kebahasaan tertentu dalam mencipta puisi, bahkan bisa jadi dilakukan dengan membatasi jumlah penggunaan kata. Kita sama-sama tahu bagaimana persyaratan pantun, kan? Hal yang sama bisa saja terjadi pada puisi-puisi selain pantun. Sebagaimana akhir-akhir ini telah muncul fenomena baru dalam perpuisian kita, yakni pembuatan puisi yang tipografinya berbasis jumlah kata seperti puisi-puisi patidusa, pusai, sonai, dan patarist.

Puisi Patidusa ditemukan oleh sastra-wan bernama Agung Wibowo atau Agung Wig asal Semarang. Patidusa merupakan genre puisi yang tipografinya berformat 4321. Ada empat larik yang secara berurutan, masing-masing larik ditulis dengan empat kata, tiga kata, dua kata, dan satu kata. Keunikan lain pada puisi patidusa adalah larik-lariknya bisa dibaca terbalik dari bawah ke atas.

Fenomena lain yang terjadi saat ini pada telatah perpuisian Indonesia adalah lahirnya Puisi Bonsai atau yang lebih polpuler di sebut Pusai. Berikut contoh Pusai.

BUSUR WAKTU

denting angin lubang jarum bentang cakrawala

Sugiono MP, 11-11-2018

Pencetus Pusai ini adalah Sugiono MP (Bogor). Menurutnya, inti Pusai adalah pesan masa depan (futur). Pada grup FB-nya, PURI PUSAI, secara lebih detail Sugiono MP memperkenalkan tiga dasar pusai yang meliputi bentuk, isi, dan jiwa. Bentuk pusai adalah hemat kata, sarat makna. Isinya bervisi kehidupan masa depan. Dan, jiwa pusai adalah spirit bonsai.

Genre lain yang menggejala di altar perpuisian saat ini adalah puisi Sonian yang dikreasi oleh Soni Farid Maulana. Sastrawan yang lahir di Tasikmalaya, pada 19 Februari 1962 ini, mengenalkan puisi Sonian ke publik sejak medio Januari 2015

Puisi Sonian adalah puisi terdiri dari empat baris dengan pola 6-5-4-3 suku kata perlarik. Puisi Sonian memiliki typografi yang mengerucut. Seorang pemuisi Sonian dituntut berkemampuan mengelola kata yang sedikit untuk mengungkapkan isi hati, pikiran dan emosi yang tumpah ruah. Serta, harus memiliki kecermatan dan peka dalam pemilihan kata agar puisi yang ditulisnya lebih fokus dan bermakna. Berikut contoh puisi Sonian.

CIBALONG

bunyi katak sawah gerimis malam kaligrafi Illahi

Soni Farid Maulana, 2015

BUNDA

Kasihmu abadi Seperti Tuhan Dalam jiwa Anakmu

Moh. Saroni, 22-12-2018

Hal menarik dari puisi Sonian ini adalah di samping karena bentuk fisiknya yang berformat 6-5-4-3, puisi ini ternyata juga telah dikenal di berbagai negara. Terbukti dengan adanya karya-karya puisi Sonian yang ditulis dalam berbagai bahasa Asing.

Terakhir adalah puisi Patarisit. Puisi ini merupakan puisi yang tipografinya dibuat dengan format 444. Contoh puisi Patarisit ini dapat dilihat dalam buku Antologi Puisi : Ketika Kapal Nuh karya Agus Salim.

Puisi Patarisit terdiri atas empat kata, empat baris, dan empat bait. Penyusunan puisi patarisit dilatarbelakangi oleh pemi-kiran sederhana bahwa penyusunan puisi senantiasa diliputi oleh empat dimensi. Yakni dimensi itelektual, dimensi indra, dimensi rasa, dan dimensi imaji. Penyusunan puisi patarisit memerlukan konsistensi yang serba empat.

Sejumlah genre puisi Indonesia yang tersaji pada tulisan ini mungkin baru sebagian dari sekian genre yang sudah ada saat ini. Tapi setidaknya, pengenalan terhadap keempat genre puisi ini, semoga bisa menjadi pijakan awal untuk pemahaman bahwa perpuisian Indonesia terus menggeliat secara dinamis.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren Pak Agus.. Sangat manfaat uraiannya

16 Jul
Balas

Alhamdulillah. Terima kasih Bunda... Salam sehat dan salam literasi

17 Jul

Keren Pak Agus.. Sangat manfaat uraiannya

16 Jul
Balas

Mantap Pak, sebuah kreasi puisi yg tidak asal, tapi penuh makna dalam. Salam puisi Pak

28 Nov
Balas



search

New Post