Agus Salim Batubara

Guru Sejarah Indonesia di SMA DHARMA PATRA Pangkalan Berandan. Alumnus Sagusabu Langkat 2019. Dilahirkan pada 17 Agustus 1976. Mewujudkan mimpi mendokumentasika...

Selengkapnya
Navigasi Web

Benarkah Cintamu, Saudaraku? (Hari ke-116 dari 365 Hari)

Sungguh beruntung para sahabat yang hidup bersama Rasulullah SAW. Sebagian besar waktu mereka dihabiskan untuk menggapai keridaan Allah SWT karena kecintaan terhadap Rasulullah SAW. Bertatap muka dengan Rasulullah SAW mendatangkan ketenangan di hati. Mendengar suara Rasulullah SAW ketika bicara sudah memberikan kesejukan tiada tara ketika kegundahan menyelimuti. Berlomba-lomba dalam kebaikan menjadi nafas kehidupan yang mengalir tanpa ada paksaan. Menjadikan diri semakin ikhlas dan sabar dalam menjalani kehidupan. Inilah yang tergambar dalam sebuah hadis berikut ini :

“Dari Ubay bin Ka’b ra., dia berkata,”Ketika dua pertiga malam telah berlalu, biasanya Rasulullah SAW berdiri lalu bersabda,”Wahai manusia! Ingatlah Allah, ingatlah Allah. Tiupan sangkakala yang pertama akan segera datang dan diikuti oleh tiupan kedua. Akan segera datang kematian beserta kengerian yang ada di dalamnya. Akan segera datang kematian beserta kengerian yang ada di dalamnya.” Ubay berkata,”Aku berkata,”Wahai Rasulullah! Sesungguhnya aku banyak berselawat kepadamu. Berapa bagian dari waktu doaku yang sebaiknya digunakan untuk berselawat kepadamu?” Rasulullah SAW menjawab,”Terserah engkau.” Aku bertanya,”Seperempatnya?” Rasulullah SAW menjawab,”Terserah engkau, namun jika menambahnya, itu lebih baik bagimu.” Aku berkata,”Separuhnya?” Rasulullah SAW menjawab,”Terserah engkau, namun jika menambahnya, itu lebih baik bagimu.” Aku berkata,”Kalau begitu, aku gunakan seluruh waktu doaku untuk berselawat kepadamu.” Rasulullah SAW bersabda,”Jika demikian, keinginanmu akan dipenuhi dan dosamu akan diampuni.” (HR. Tirmidzi, Terjemah Muntakhab Ahadits : 339-340)

Hadis di atas merupakan gambaran sesungguhnya rasa cinta Ubay bin Ka’b terhadap Rasulullah SAW. Dia ikhlas menggunakan seluruh kesempatan berdoa yang dimiliki hanya digunakan untuk berselawat kepada Rasulullah SAW. Demikian juga yang terjadi pada diri sahabat lainnya. Mereka melakukannya tanpa pamrih. Keterpaksaan teramat jauh dari kesungguhan beribadah yang dilaksanakan. Mencari ketenaran sudah tersingkir sejak cahaya Islam menyelimuti segenap diri dan jiwa. Yang ada hanya tunduk patuh penuh keridaan dalam menjalankan agama. Berlomba dalam kebaikan untuk meraih kebahagiaan dunia dan akhirat. Wajarlah jika Rasulullah SAW memberikan jaminan surga sebagai hadiah tertinggi.

Bagaimana dengan kita yang hidup jauh dari masa tersebut? Kita yang tidak pernah bertatap muka dan bicara dengan Rasulullah SAW. Benarkah perjalanan waktu yang dijalani selama ini telah menggambarkan kecintaan sesungguhnya kepada Rasulullah SAW? Atau kita hanyalah sekadar penggembira semata? Wallahu a’lam!

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Cakep pak

30 May
Balas

Alhamdulillah. Barakallah. Terima kasih, Mbak. Salam dari Pangkalan Berandan.

31 May



search

New Post