Antara Daring dan Garing
Bagi teman-teman yang berasal dari Jawa, tentu saja tidak asing dengan kata garing. Sebuah kata yang mempunyai arti kering, dalam bahasa Indonesia. Penggambaran akan sesuatu yang benar-benar tidak nyaman untuk dipandang dan dirasakan. Tak ubahnya musim kemarau panjang yang tengah melanda di suatu wilayah.
Gambaran semacam ini layak disematkan untuk situasi pembelajaran saat ini. Pembelajaran saat ini yang mengandalkan kekuatan sinyal internet, atau lazim dikenal dengan nama daring (dalam jaringan) adalah penyebabnya. Keharusan untuk menjaga jarak demi meredam penyebaran Virus Corona menjadi pertimbangan utama. Ketakutan pengumpulan massa yang akan berakibat dengan penyebaran, memang suatu realita yang harus kita hadapi.
Pembelajaran daring, seperti yang kita ketahui banyak menawarkan berbagai cara. Berbagai aplikasi yang ditawarkan para produsen tehnologi, membuat segalanya terasa luar biasa. Harus kita akui, kenyataan semacam ini tidak kita terpikirkan sama sekali beberapa waktu yang lalu. Jika pun ada yang menggunakan, paling hanya 5 – 10 % dari guru-guru di negeri ini. Pengajaran konvensional dengan mengedepankan tatap muka tetap menjadi pilihan utama.
Seiring dengan waktu, pembelajaran daring pun berjalan dengan segala keterbatasnnya. Namun dibalik kesuksesan tersebut, ternyata ada sisi lain yang tidak bisa tergantikan. Sisi yang selama ini selalu kita temukan di kelas-kelas kita. Interaksi antara siswa dan guru dalam kelas, suasana inilah yang kita rindukan. Pemberian materi melalui jaringan internet, walaupun menggunakan model video conference tetap tidak bisa menggantikan semuanya. Komunikasi yang terjadi terkesan kaku dan tidak alami. Jauh berbeda saat di kelas. Celoteh anak, walaupun terkadang menjengjkelkan ternyata menjadi bagian indah dalam kegiatan pembelajaran. Demikian pula ketika sang guru harus memarahi atau menegur siswa. Ternyata ini juga mereka rindukan.
Hal lain yang tak kalah penting adalah, penanaman konsep dalam pelajaran yang kita ajarkan. Fakta berbicara bahwa komunikasi melalui dunia maya, tidak sepenuhnya mampu memberikan pemahaman yang komplit tentang suatu materi pada para siswa. Apalagi jika pembelajaran yang digunakan hanya bersifat satu arah. Guru memberikan tugas melalui aplikasi yang ada, kemudian siswa mengirimkan hasil pekerjaan pada guru. Ternyata hasilnya justru lebih runyam lagi.
Terlepas dari semua itu, satu fakta yang harus kita terima bahwa tehnologi tidak bisa menggantikan semuanya. Termasuk menggantikan peran guru dalam proses pembelajaran. Sehebat apapun Mbah Google, dia tetap adalah mesin. Dia tidak mempunyai sentuhan kemanusiaan seperti yang dimiliki oleh para guru. Teman-teman guru, tidak perlu khawatir peran kita direbut oleh Mbah Google.
Magelang, 14 Juli 2020
#edisiberbagi
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Mantap pak. Semoga kita bisa merangkul dengan hati.
tugas kita bersama Bu.
Mbah Google adalah mesin yang tidak mempunyai sentuhan rasa seperti yang dimiliki oleh para guru. Keren, Pk . Semangat selalu.
Mas Irwanto, terima kasih sudah mampir.
makin inspiratif, semoga makin sukses teman gurusianer
Aaminn.
Betul pak Agus ..sentuhan kemanusiaan tidak tergantikan .Sungguh tulisan yang menginspirasi
Lha, ketemu disini. Makasih dah mampir di gubuk saya.
Keren, pak...
Sudah aku follow ya...pak
Betul pak..smoga smua yg hlang cpat kembali..
Doa kita bersama
Setuju pak. Mbah Google tidak bisa memberikan sentuhan kemanusiaan kepada anak-anak kita. Saya kalah dalam sumber informasi tapi saya menang dalam merangkul anak menjadi lebih berkarakter.
Thanks Mom.