Bukan karena hadiah
Puasa tanpa hadiah
Tumben sayangku Zea bangun sahur sendiri. Biasanya harus berkali-kali. Bahkan pernah hampir imsak baru bisa dibangunkan. Alhasil, sedikit sekali makanan yang masuk keperutnya.
Selanjutnya. Tahu sendiri. Puasanya nggak sampai penuh sehari. Tengah hari waktu dhuhur, dia minta buka. Di tempat kami namanya 'Puasa mbeduk'. Puasa tengah hari buat anak-anak.
Dua hari ini berbeda. Sejak kami berkunjung ke rumah mertua. Zea mulai berubah. Tidak hanya bangun sahurnya saja. Sholatnya pun dia tertib. Selalu ikut berjama'ah. Lima waktu pula.
Bahkan, mandinya yang biasanya sangat malaspun kini menjadi tak malas lagi. Padahal di rumah kakeknya ini airnya dingin banget. Bagaimana bisa dia mandi sebelum aku memerintahnya. Beda banget dengan saat di rumah. Harus berkali-kali ini mulut memerintahnya agar dia beranjak ke kamar mandi.
Zea berubah. Zea seperti bukan Zeaku. Entah apa yang membuatnya berubah. Tapi tak apa malah bagus berubah menjadi baik. Tapi apa yang membuatnya berubah. Penasaran aku.
Tiap habis ashar di daerah kami ada tadarus anak di masjid. Zeapun ikut. Padahal, saat di rumah malas dia tadarus di masjid. Paling hanya sehabis maghrib saja dia mau mengaji. Itupun di rumah.
Aku berencana menanyakan pada Zea langsung. Apa yang membuatnya berubah. Nanti sehabis terawih saja pikirku.
Saat berbuka Zea sangat senang. Dia hanya minum es. Nggak mau makan dulu. Mau sholat maghrib dulu katanya. Habis maghrib baru kami makan besar.
Saat makan bersama inilah kesempatanku buat bertanya pada Zea. Kenapa dia begitu berubah.
"Kakek menjanjikanku hadiah, Yah. Jika aku mau tidur dirumah kakek. Juga jika aku disiplin dalam ibadah. Iya kan kek?"
O. Ternyata Zea rajin ibadah karena dijanjikan hadiah. Pantas saja. Orang dewasa saja kalau ada hadiah juga semangat. Apalagi anak-anak.
Esok harinya, kakek dan nenek Zea mau ke rumah adiknya. Zea yang dipamiti agak sedih. Entah kenapa.
"Kakek harus nengok adik kakek Ze. Dia juga kakekmu. Sepertinya dia sedang sakit." Kata kekek.
"Iya, Kek." Jawab Zea dengan kurang semangat.
Setelah kepergian kakek menjenguk adeknya Zea kembali seperti semula. Males mandi, sholat terlambat dan bangun sahurpun hampir telat. Saat ditanya jawabnya karena nggak ada kakek. Nasihat apapun dari kami orang tuanya tak dihiraukan.
"Kakek." teriak Zea saat kakeknya keluar tiba di rumah.
Zea menyambut kedatangan kakeknya dengan senang. Seperti lama baru jumpa.
"Kakek, kenapa lama sekali. Mana hadiahnya kek." ucap Zea.
"Zea."
"Iya kek."
"Kakek sudah tahu.Kakek telah ditelpon Ayahmu. Sejak kepergian kakek kamu nggak disiplin lagi. Malas mandi, bangun sahur harus dibangunin Lama, salat juga sering telat. Kakek kecewa. Hadiah dari kakek batalin."
"Maafin Zea kek. Zea nggak akan mengulanginya lagi."
"Zea, Ibadah itu harus Ikhlas. Harus karena mencari ridho Alloh. Bukan karena ada kakek atau karena ada hadiah."
"Iya kek. Zea akan disiplin. Semangat Ibadah lagi. Bukan karena hadiah, Kek."
"Nah, begitu bagus."
"Tapi, hadiahnya jadi ya kek."
"haha... Zea-Zea"
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Hehe.. Oke..
pak Agus, ikutan dong dalam antologi ramadhan bersama anak. ini kan bisa dikirim sama pak Mahfud