Seorang kakek tua masuk sebuah kantor notaris membawa map lusuh ditangan kirinya. Seorang karyawati menghampirinya menanyakan maksud kedatangannya. Setelah berbincang-bincang beberapa saat karyawati tadi itu meninggalkan kakek tua itu sendirian. Sendirian dalam ruangan

Kakek tua itu terisak. Lalu beberapa detik kemudian pergi. Meninggalkan kantor berbentuk lorong seperti gerbong kereta api.

“Ada apa mbak Dwi?” tanya Rudi kepada karyawati yang tak lain adalah teman sekantornya yang duduk dekat dengan mejanya.

“Mau mencari Bapak,” jawab karyawati tadi yang memiliki nama Dwi.

“Memang ada urusan apa? saya sering lihat kakek itu ke kantor ini,” tanya Rudi

“Itu si Kakek sudah menghibahkan seluruh hartanya kepada anak angkatnya. Kini dia sudah tidak punya apa-apa lagi,” Jawab Dwi.

“Terus kenapa si kakek tadi seperti menangis, mbak?” tanya Rudi belum tahu akar permasalahan sebenarnya.

“Anak angkatnya itu kini mengusir sang kakek. Kini, kakek itu tak punya tempat tinggal lagi.”

“o... tega sekali anak angkatnya itu ya” ucap Rudi.

“Sekarang si kakek minta hibahnya kepada anak angkatnya tersebut dicabut.” Dwi menjelaskan lagi.

“Memang bisa mbak?” tanya Rudi.

“Ya nggak bisa. Kan sudah jadi sertifikat. Itu dapat kita ambil pelajaran buat kita, agar kalau menghibahkan/memberikan harta kita kepada keluarga apalagi anak angkat, jangan semua. Sisakan sedikit buat tempat tinggal kita. Iya kalau mereka baik pada kita sampai mati. Jika seperti kakek itu? ” jelas Dwi karyawati seniaor pada Rudi temannya yang termasuk karyawan baru di kantor itu.

“Iya, mbak. Semoga kita diberi keturunan yang sholeh dan sholehah,” jawab Rudi

“amin. sudah, lanjutkan ngetikmu,” perintah Dwi

“Baik, mbak” jawab Rudi