Agus Sumarno, S.Pd.,MM.,M.Pd.

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
CINTA ANDREAS YANG KANDAS  (64)

CINTA ANDREAS YANG KANDAS (64)

Cerpen:

CINTA ANDREAS YANG KANDAS

Oleh: Agus Sumarno 

Suhu udara Ibukota Jakarta sungguh tidak bersahabat. Daratan menyerap radiasi matahari pada siang hari. Lalu dipantulkan kembali ke udara pada malam hari. Pada siang hari terasa panas terik. Terkadang diselingi hujan sebentar, lalu panas lagi. Pada sore harinya hujan. Kemudian malam harinya suhu panas. Terasa gerah hingga berkeringat saat tidur. 

Kini Andreas tidak merasa gerah lagi. Justru sekarang merasa bosan. Dia membuka laptopnya. Lalu menyolokkan modem ke port usb. Sudah tiga bulan dia tidak membuka akun jejaring sosialnya. Mungkin ada hal terbaru yang tidak diketahui. Andreas mengerutkan jidat. Kedua bola matanya membelalak ketika membaca tulisan Tyas di beranda.

“Maafkan aku meninggalkanmu. Sekarang kau pasti membenciku. Tidak apa. Itu justru yang aku inginkan. Karena aku memang tidak pantas mendapatkan pria yang sangat baik sepertimu. Aku hanya wanita pengecut, I’m sorry Andreas...” 3 months ago.

Hal itulah yang pertama dilihat Andreas ketika membuka akun facebook-nya. Itu adalah status yang ditulis Tyas tiga bulan yang lalu. Karena penasaran dia pun membuka profile Tyas secara keseluruhan. Entah mengapa jantungnya berdetak lebih cepat dua kali lipat dari sebelumnya. Begitu tampilan facebook Tyas terpampang lengkap di depan kedua bola matanya. Ada foto seorang cowok merangkulnya. 

Andreas tidak dapat berkata sedikitpun. Perasaannya teraduk-aduk. Dia menghela napas panjang. Andreas merasa kecewa kepada pacarnya.  Dia tak menduga akan dikhianati Tyas seperti itu.  

“Sepertinya harapanku sudah sirna. Kalau memang dia sudah melupakan aku dan bahagia bersama dengan cowok lain. Aku pun akan berusaha untuk bahagia.” 15 minutes ago.

Andreas geram. Dia merasa dibohongi oleh cewek itu. Tyas mengajak patungan bisnis dan telah membawa dana miliknya puluhan juta. Kini ceweknya kabur dan telah mendapatkan cowok baru. Sungguh menyakitkan. 

“Sudahlah Andreas, lupakan saja cewek nggak bener itu. Jadi cowok jangan cengeng bro...Bukannya masih ada Selvi?” ucap Rendi, teman satu kos berusaha menghiburnya. 

“Bagaimana tidak kecewa, dia telah membawa uangku?” tukas Andreas.

“Makanya hati-hati punya cewek matre. Kau harus bangkit, tunjukkan Kau lebih hebat!” sahut Rendi cepat.

“Ya, kalau fisikku sudah sehat. Kini lambungku sering kambuh!” sergah Andreas.

Andreas tak menyangka Tyas akan setega itu. Dia mengenalnya empat bulan lalu. Ketika bersama-sama melamar kerja di perusahaan biro wisata. Sebenarnya Andreas sudah punya pacar bernama Selvi, namun ditinggalkan.  Dia terpengaruh oleh Tyas lantaran ada rencana membuat bisnis kuliner. Dia merasa berdosa telah meninggalkan Selvi yang lebih perhatian dan peduli. 

***

Saat malam menjelma, kelelawar beterbangan dari sarangnya. Rasa rindu bertiarap di dada Andreas. Bahkan rasa rindu itu makin membuncah kian membara. Sungguh berat didera asmara. Di kegelapan malam sunyi, angin sepoi merajuk dalam sepi. Angin berhembus sejuk seolah menawan mimpi. Andreas yang tiduran di sofa ingin bersua sang kekasih hati. Dia ingin bermanja dan mencurahkan isi hati.

Terlintas di benak pemuda itu wajah Selvi yang penuh simpati. Sang buah hati yang sekian lama diabaikan. Cewek itu selalu menemani Andreas di kala menderita. Dulu Selvi merawat Andreas selama opname di rumah sakit. Kini asam lambungnya masih sering kambuh. 

Saat hidup di Ibukota dan jauh dari orangtua, kehadiran cewek itu sangat berarti bagi Andreas. Dia pintar bercerita tentang pengalamannya bekerja sebagai sekretaris developer. Cewek itulah yang menemukan Andreas dalam keterasingan, ketakberdayaan, dan kesendirian.

“Makasih ya, Selvi. Kamu sudah menyempatkan waktu buat menemaniku,” suara Andreas lemah, sambil menahan sakit nyeri di perutnya yang belum pulih benar.

“Ah, nggak usah sentimentil begitu. Aku ikhlas kok. Bukan saja karena aku sayang kamu, tapi karena aku hanya ingin menjadi orang yang kamu butuhkan di saat apapun,” suara Selvi serak karena tertahan oleh air mata yang membasahi pipinya.

“Maafkan aku Selvi, aku tak mempedulikan kamu selama ini?” kata Andreas sambil menyeka air mata Selvi dengan telapak tangannya. Andreas merasa bersalah telah meninggalkan Selvi. Dia terpengaruh oleh Tyas, teman bisnis yang telah membohonginya. Wanita itu kabur setelah membawa uang miliknya puluhan juta rupiah. 

Pada hari Minggu yang cerah, Andreas mengajak jalan-jalan Selvi ke pantai Pangandaran. Panorama pantai itu sangat indah. Ombak selalu bertempur menghantam bebatuan. Angin berhembus tanpa henti. Di sepanjang pantai, pohon kelapa berdiri menyambut kehadiran dua sejoli. Andreas dan Selvi memang pasangan serasi. Kedua insan saling bercerita tentang kehidupannya selama ini. 

“Maafkan aku Andreas, seminggu lalu ayahku menelfon agar aku pulang ke Solo. Ada kabar, keluarga teman ayah akan datang. Aku akan diperkenalkan dengan mereka,” jelas Selvi dengan nada berat. Ada proyek pekerjaan developer di Semarang yang harus diselesaikan dalam waktu yang cukup lama. 

Dalam diam, hati Andreas bergolak. Dia tak ingin Selvi pergi dari kehidupannya. Jika Selvi pulang, dia akan merasa kesepian. Apalagi kalau Selvi harus mengikuti keinginan orangtuanya.  Dia akan terpisahkan dalam kesibukan masing-masing. Hal itu tentu sangat menyakitkan. Andreas akan kesulitan untuk menemui Selvi sesuai kehendaknya. Selama ini cewek itu telah banyak berkorban untuk dirinya. Suatu pengorbanan yang sia-sia.

Andreas kembali menoleh ke arah Selvi. Dipandangnya lekat wajah cewek di sampingnya itu. Gurat-gurat senyum hambar hinggap di wajahnya, memperlihatkan kesedihan yang teramat sangat. 

“Selvi, tegakah kau meninggalkan aku dalam kondisi seperti ini?” ujar Andreas sambil berusaha tersenyum kecut.

Dipeluknya Selvi yang masih menyembunyikan senyum hambar di balik dekapan Andreas. Sebuah senyum dari keduanya yang teramat syahdu. Sebuah penegasan bahagia dalam definisi paling sederhana. Ada ikatan batin yang sulit terungkapkan dengan kata-kata.

Siang itu, hujan kembali jatuh. Di akhir bulan ke sebelas hujan kembali turun disertai langkah gontai Andreas dengan mata berkaca, juga Selvi di sebelahnya. Keduanya memendam kerisauan dan kegalauan. Andreas yang hidupnya terpuruk, tentu masih membutuhkan bantuannya. Sementara Selvi merasa sulit membantah keinginan ayahnya. 

“Sebenarnya aku senang bisa membantumu. Tapi apalah daya, ayah telah memutuskan yang terbaik bagi hidupku,” jelasnya.  

“Kau bebas memilih, Selvi. Kau bebas menentukan jalan hidupmu sekarang. Maafkan aku telah merepotkan kamu selama ini,” ujar Andreas sambil melangkah, tangan kanannya memegangi tangan cewek itu. 

Cuaca ekstrem datang. Hujan turun semakin deras. Langit tampak gelap. Angin laut mendesau dan bertiup kencang. Pepohonan bergerak meliuk-liuk diikuti suara bergemuruh. Dada Andreas dan Selvi ikut bergemuruh. Pakaian mereka basah kuyup.

Pertemuan itu rupanya hari terakhir bagi Andreas dan Selvi. Setelah Selvi pulang ke Solo, ayahnya menjodohkan dengan pengusaha muda pemilik developer di Semarang. Setelah ada kesepakatan keluarga, lalu berlangsung pesta pernikahan di sebuah hotel mewah di Kota Bengawan.  

***

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post