PUTRI BUTA DAN PEMUDA JUJUR
Tidak seperti biasanya. Halaman istana kerajaan penuh dengan orang yang berkerumun. Riuh rendah penduduk berteriak terdengar bersahut-sahutan. Seperti ada sebuah pertunjukan.
Ternyata di halaman istana sedang diadakan sayembara.
Dan hadiah bagi siapa saja yang dapat melalui ketiga ujian tersebut, maka ia akan menjadi pewaris takhta kerajaan sekaligus menikah dengan tuan putri yang cantik jelita. Bernama putri Nara.
Walaupun semua orang sudah tahu jika sang putri tidaklah normal seperti gadis yang lainnya. Putri cantik jelita, tetapi ia buta.
Tak ada yang disembunyikan tentang kebutaannya. Semua orang tahu. Tetapi, di balik kekurangannya itu, tuan putri bukanlah gadis yang hanya mampu bermanja dan berdiam diri. Ia gadis yang sangat pintar.
Karena itulah, semua putra mahkota rela datang dari jauh hanya untuk mengikuti sayembara agar kelak dapat menjadi suaminya.
Sang Raja tidak membatasi hanya putra mahkota saja yang dapat ikut serta, rakyat jelatapun boleh ikut sayembara. Asal mereka mampu melewati syarat-syarat yang telah di tentukan oleh sang Putri. Syaratnya yaitu pandai berkuda, jago memanah dan pandai memahat kayu menjadi ukiran yang cantik.
Dari tiga peserta yang ada ternyata ada satu peserta dari golongan rakyat biasa. Dia adalah pemuda bernama Sundana.
Sundana tidak kalah tampan dengan putra mahkota lainnya. Tetapi karena dia dari kalangan rakyat biasa dengan pakaian dan penampilan yang sederhana, maka ia tampak biasa-biasa saja. Tidak ada kesan mewah sama sekali. Sangat jauh bila dibandingakan dengan penampilan para putra mahkota.
Sundana pemuda yang gagah berani. Sangat dikenal sebagai pemuda yang suka menolong dan juga pekerja keras. Tak sedikitpun kesan sombong tergambar di wajahnya.
Sayembara yang pertama adalah uji ketangkasan menunggang kuda. Tiga peserta telah siap di lintasannya masing-masing.
“Baiklah, semua peserta siap-siap” kata ponggawa kerajaan yang menjaga garis awal perlombaan.
“Satu ... dua ... tiga ...”
Ketiga peserta memacu kuda dengan kekuatan penuh. Tak ada yang mau mengalah. Semua saling kejar dan saling adu kekuatan. Ajaibnya, ketiganya sampai di garis finis yang sama. Semua penonton bersorak gembira.
“Benar-benar pemuda yang sangat hebat. Mereka sangat cocok memimpin dan menggantikannku sebagai penguasa kerajaan” guman sang Raja.
“Siapa yang menang ayahanda” tanya sang putri.
Dia tidak dapat melihat jalannya perlombaan. Hanya dapat mendengar sorak-sorai para penonton saja.
“Semuanya menang, tak ada yang mau mengalah. Aku bingung dengan kehebatan mereka putriku.
Tak mungkin aku memilih di antara mereka” kata sang Raja.
“Bukankah masih ada ujian selanjutnya?” tanya putri Nara
“Ya, masih ada dua lagi” jawab sang raja. wajahnya tersenyum bangga.
Selanjutnya para peserta akan melaksanakan lomba memanah. Mereka akan di biarkan pergi berburu kedalam hutan dengan waktu hanya satu jam. Siapa saja yang membawa hasil buruan yang paling besar, maka dialah yang akan memenangkan perlombaan.
Setelah aba-aba diucapkan oleh ponggawa, berlarilah para peserta kedalam hutan. Mereka berpencar. Mencari tempat yang mempunyai hewan buruan paling besar. Tak ada yang dapat dipungkiri tentang kehebatan para peserta. Mereka adalah orang-orang yang paling hebat dan jago berburu.
Hampir satu jam.
Para penonton mulai terlihat tegang. Siapakah kira-kira yang akan keluar dari dalam hutan dengan membawa hasil buruan yang paling besar.
Sebenarnya para penonton berharap Sundana-lah yang akan memenangkan sayembara ini. Karena mereka tahu jika Sundana adalah orang yang sangat mereka kenal kesehariannya.
Ada semak yang bergerak. Ternyata para peserta mulai keluar hutan dengan hasil buruan yang disimpan dipundaknya. Ada anak panah tepat menancap di tempat yang sama dihasil buruan mereka.
Ajaibnya mereka hampir keluar dengan bersamaan. Dan dengan hasil buruan yang juga sama besarnya.
Ini membuat penonton semakin bersorak. Karena mereka membayangkan akan dipimpin oleh raja yang gagah berani dan juga jago memanah.
“Siapa yang memenangkan lomba Ayahanda?” tanya putri Nara. Ia sangat penasaran.
“Hebat! Tidak ada yang kalah dan tidak ada yang menang dalam uijan memanah anakku. Mereka sama-sama pandai memanah dan berburu. Aku kagum pada mereka.” Kata sang Raja penuh takjub.
“Berarti mereka harus melewati ujian terakhir ayahanda. Yaitu ujian kejujuran. Aku ingin kelak kerajaan ini akan dipimpin oleh orang yang jujur. Karena kejujuran adalah penopang kehebatan dan kekuatan. Kehebatan dan kekuatan tidak akan abadi jika tidak di barengi dengan kejujuran. Ayahanda, ijinkan aku yang akan menguji kejujuran mereka” pinta sang putri.
“Silahkan anakku. Ayah mengijinkan engkau yang menguji. Karena kelak engkaulah yang akan mendampingi raja dalam memimpin kerajaan ini,” kata sang Raja dengan sangat bijaksana.
“Wahai calon pemimpin kerajaan. Aku minta kalian membawa hasil ukiran yang menjadi persyaratan terakhir yang aku ajukan untuk menggenapi tiga syarat” putri Nara berkata dengan lantang diatas panggung kehormatan.
Ketiga peserta naik ke atas panggung dengan membawa hasil ukiran. Ukiran yang sangat indah dan halus. Tapi sayang putri Nara tidak dapat menikmati keindahan hasil ukiran dari ketiga peserta. Karena putri Nara memang buta.
Ketiga peserta berjajar di atas panggung. Para penonton yang dengan setia menunggu hasil lomba berkerumun di bawah panggung.
Sundana berdiri di deretan paling terakhir.
“Sebelum aku menilai, ijinkan aku bertanya. Dan aku ingin kalian menjawab dengan jujur.” Kata sang putri. Bibirnya tersenyum.
Hening. Semua terdiam.
“Ya aku akan berkat jujur. Aku adalah anak Raja dari kerajaan Daruga yang terkenal dengan kesuburan tanahnya,” jawab peserta yang pertama.
“Akupun demikian. Tak mungkin anak Raja Kumara yang gagah berani pandai bersilat lidah.” Kata peserta yang kedua.
“Dan selanjutnya? Siapa namamu?” tanya putri Nara. Wajahnya menoleh kesebelah kiri setelah peserta yang kedua.
“Aku Sundana. Anak petani sederhana yang hanya mempunyai kesetiaan pada sang Raja” jawab Sundana.
Putri Nara hanya tersenyum. Senyum yang penuh dengan kecerdasan seorang putri yang sudah sangat teruji.
“Baiklah, aku akan memegang hasil karya ukiran kalian satu persatu. Dan apakah ini ukiran yang kalian buat sendiri tanpa bantuan orang lain?” tanya putri Nara.
“Tentu saja tuan putri. Mana mungkin aku berani berbohong. Ini aku buat dengan tangan aku sendiri dengan kayu yang aku tebang dan aku potong hingga akhirnya menjadi ukiran indah. Dan ukiran inilah yang akan aku berikan kepada putri sebagai hadiah jika nanti aku terpilih menjadi pemenang,” kata pemuda dari kerajaan Daruga.
“Ya, aku pun demikaian tuan putri. Akulah yang membuat sendiri dari awal ukiran ini,” kata anak Raja Kumara.
“Lalu yang satunya lagi bagaimana?” tanya sang putri.
“Aku tidak pandai berkata-kata tuan putri. Tapi yakinlah jika akupun sama dengan mereka. Membuat ukiran ini dengan sepenuh hati dan sekuat raga” jawab Sundana.
“Baiklah. Semua dengan jawabannya masing-masing. Tapi aku mempunyai cara lain untuk menilai. Ucapan tidak dapat diukur, tapi hati tidaklah dapat dibohongi. Bolehkah aku memegang telapak tangan kalian?” tanya sang putri.
“Tentu saja boleh,” jawab mereka serempak
Tuan putri berjalan mendekati para peserta. Tangan halusnya memegang telapak tangan para peserta. Setelah selesai memegang telapak ketiga peserta, tuan putri kembali ketempat semula.
“Baiklah, aku sudah menemukan siapa pemenangnya. Aku harap tidak ada yang kecewa dngan keputusanku. Perlu kalian ketahui, mataku memang buta. Tak dapat menkmati indahnya warna. Tapi aku dapat merasakan kata-kata hati. Ada dua diantara kalian yang berbohong. Dan aku tahu siapa saja mereka,” kata tuan putri.
Suasana menjadi hening.
“Mana mungkin seorang yang menebang kayu, memotongnya, membuatnya menjadi balok serta mengukirnya seindah itu, tetapi memiliki telapak tanagn sehalus sutra? Sungguh hal yang sangat tidak masuk di akal!” kata sang putri.
Putra Raja Kumara dan putra mahkota Duraga tersentak kaget. Ia tidak menyangka jika putri Nara akan secerdas itu dalam menilai ujian yang ketiga.
Memang mereka berdua tidaklah membuat ukiran dengan tangannya sendiri. Ada orang yang membuatkannya. Wajah mereka berdua pucat pasi. Ada rasa malu yang tergambar di wajah mereka. Mereka sudah tidak jujur dengan perbuatannya.
“Maapkan aku tuan putri. Aku memang telah berbohong tentang ukiran ini. Untuk itu aku undur diri” putra raja Kumara meninggalkan panggung kehormatan.
“Aku juga demikian. Aku sungguh sangat tidak ksatria. Mampu berdusta dihadapan sang raja yang amat bijaksana. Ukiran ini bukan aku pembuatnya. Aku pamit undur diri.” Ucap putra raja Daruga.
Mereka berdua pergi meninggalkan arena sayembara. Pergi dengan membawa rasa malu karena ketidakjujurannya.
Tinggal satu orang peserta lagi. Dia adalah pemuda sederhana yang bukan dari keturunan Raja manapun. Sundana.
“Bagaiman dengan Dia wahai Putriku? Apakah dia pemenangnya?” tanya sang Raja.
“Aku tidak meragukan Dia sebagai pemenangnya ayahanda. Dia jujur dengan perbuatannya. Dan aku mau menjadi pendampingnya jika kelak ayahanda memberikan takhta kerajaan padanya.” Tuan putri tersenyum.
Seluruh rakyat bersorak. Mereka merayakan kemenangan Sundana. Sekaligus menyambut calon pemimpin mereka.
Terlihat senyum bahagia di bibir Sundana. Kejujuran telah membawanya kedalam kebahagiaan. Dan berkat kecerdasan sang Putri dalam menentukan kemenangan peserta lomba, membuat kagum ayahanda tercinta.
Rakyat terus bersorak dan berpesta. Pemuda sederhana nan gagah berani, kuat dan jujur akan di dampingi oleh putri buta yang cerdas dan pandai dalam memeimpin kerajaan.
=SELESAI=
Rdk-25-02-15
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Senang bisa membaca tulisan Pak Agus Suryadi kembali. Barangkali bisa untuk menjawab tantangan membuat fiksi anak yang kemarin di acara kita, ya?
ahlhamdulillah, pa. saya masih belajar menulis ... iya, belajar membuat fiksi anak lebih menyenangkan ya ..
Cerita yang menarik dan mengandung hikmah