DALAM HATI CINTA SELALU BERSEMI 2 bagian 1
Kantin sekolah ramai, sampai Bude kantin tidak kelihatan. Udara memang sedang panas-panasnya, membuat aku dan Via segera ke kantin begitu bel istirahat berbunyi. Setelah berjuang berebutan mengantri, akhirnya segelas es campur dapat kami peroleh. Setelah itu, aku dan Via segera keluar dari kantin yang gerah. Menuju deretan bangku kayu panjang di seberang kantin untuk menikmati es campurnya.
Belum lama kami asyik mengobrol, tiba-tiba Lion muncul.
“Eh, kok ke sini?” tanya Via
“Lah…, emang nggak boleh.”
“Kan gedung atas ada kantinnya juga.”
“Biarin lah, aku maunya ke sini kok.”
“Alasan.”
“Emang aku mau ketemu Rizky kok.”
Lion tersenyum sambil mengerling ke arahku. Aku membalasnya dengan senyuman. Membiarkan mereka membuat keributan kecil. Kalau dahulu aku takut dan selalu menghindari Lion saat dia mendekat di jam istirahat. Kali ini aku malah senang bila Lion muncul dengan senyum gagahnya itu.
Memang tidak mudah untuk langsung menerima kehadiran Lion di lingkungan teman-temanku. Ada ledekan dan bisik-bisik yang membuat aku risih. Tetapi semenjak aku dekat, dan Lion juga berubah sifat dan sikapnya, aku mulai memasabodohkan semua itu. Yang memahami keadaan Lion dahulu dan sekarang adalah aku, jadi apa pun omongan teman-temanku yang lain, tetap tidak mengusikku.
“Oh…, begitu,” angguk Via. “Jadi sekalian aja kamu traktir kita berdua ya.”
“Beres,” ujar Lion sambil berlalu ke kantin.
Aku dan Via saling berpandangan, tapi Via memberi kode kalau hal ini oke-oke saja. Aku hanya mengangkat bahu saja. Tidak berapa lama, Lion sudah kembali ke dekat kami. Lalu dengan santainya duduk di sebelahku.
“Hari ini kamu langsung pulang atau gimana?” tanyanya kepadaku.
“Iya, aku langsung pulang.”
“Kalau begitu, pulang bateng ya?”
Aku hanya menganggu
“Oh….aku nggak diajak?” tanya Via.
“Nggak-lah, nanti ganggu,” Jawab Lion. “Lagian nanti kamu iri liat kita.”
“Huh,” sungut Via, lalu dia berdiri. “Ky, udahan yuk.”
“Eh, tapi esnya belum habis nih.”
“Ya udah, kalau kamu masih mau berduaan sama Lion.”
Saat itu aku menjadi gamang. Bingung sendiri, mau ikutan Via atau tetap bersama Lion menghabiskan es campur yang masih ada setengah. Tapi belum juga aku memutuskan apa-apa, via sudah melangkahkan kakinya ke koridor kelas. Meninggalkan es campurnya yang masih tersisa.
“Udah, biarin aja,” celetuk Lion sambil terus menyeruput es campurnya.
“Tapi….”
“Jadi kamu gak mau nih, berduaan sama aku?”
Aku menoleh pada Lion, senyum konyolnya mengembang.
“Lagian, es campurnya belum kamu abisin. Mubazir, lho.”
Aku menghembuskan napas. Ada benarnya juga kata Lion, sayang kalau tidak dihabiskan. Apalagi tadi Lion yang mentraktir, nanti dikira aku tidak bersyukur dan berterima kasih kalau masih menyisakan minuman ini. Jadinya aku dan Lion masih duduk di bangku panjang.
“Aku dengar klub basket kamu mau tanding lagi ya?”
“Wah, pasti Via nih yang bocorin.”
“Iya.”
“Padahal aku mau kasih tahu kamu nanti.”
“Jadi bener kamu mau tanding ke Bandung?”
“Iya,” angguk Lion, sambil menyuapkan sendok terakhir es campurnya. Setelah itu dia menaruh gelas tinggi itu di samping gelas Via yang masih ada isinya setengah. “Kenapa?”
“Waktunya di saat sekolah berlangsung ya?”
“Iya sih, tapi aku sudah dibuatkan surat izin dari klubku.”
“Oh.”
“Eh…, kayaknya kamu nggak suka gitu.”
Aku menggeleng kuat-kuat, “Nggak-nggak gitu. Aku dukung kamu kok.”
“Tapi, Ky, kamu keliatan kayak kecewa gitu.”
Aku membisu, menoleh pada Lion sebentar. Aku bingung mau mengatakan apa, yang ada di benakku saat ini hanya praduga akan tidak melihat Lion beberapa hari.
Tiba-tiba Lion tertawa, “Eh, jangan-jangan kamu kecewa gak bisa lihat aku di keseharian sekolah ya?”
Aku terbeliak, kok bisa baca pikiran sih, “Ih, jangan ge-er”
“Haha…., tapi bener kan? Mukanya merah gitu.”
Aku cemberut, “Udah ah, aku mau ke kelas nyusul Via. Terima kasihn ya.”
Lion makin tertawa, “Jangan lupa nanti siang, kita pulang bareng.”
©©©
Jam terakhir pelajaran Sejarah Budaya. Uh tumben, kali ini Bu Purba mengajarnya terasa membosankan. Membuat aku berkali-kali melirik jam dinding di belakang kelas. berharap jarum panjangnya cepat-cepat ada di angka dua belas. Entah mengapa aku jadi salah tingkah, mungkin kepikiran kalau nanti aku akan pulang berang Lion.
Aku melirik Via yang duduk di sampingku, yang serius mendengarkan pelajaran dari Bu Purba. Sori ya, Vi, kali ini aku nggak pulang sama kamu, batinku. Tapi aku sih yakin kalau Via juga akan kecewa, karena yang selama ini mendukung Lion dekat dengan aku kan dia.
Tiba-tiba aku tersentak ketika bel pertanda pulang berbunyi dengan nyaring sebanyak tiga kali. Teman-teman sekelasku langsung ramai, kelas layaknya pasar. Lalu setelah Bu Purba menutup pembelajaran, ketua kelas pun memberi komando mengucap salam.
“Jadi nih, kamu pulang bareng Lion?” tanya Via sambil memasukkan buku dan peralatan tulisnya.
“He-eh,” anggukku.
“Aku pulang sendiri deh akhirnya.”
“Sori ya, Vi.”
“Oke, nggak masalah. Aku senang kok.”
“Trims…”
Kemudian aku dan Via keluar bersamaan. Menuju jalan setapak yang menanjak ke arah gerbang gedung bawah.
“Janjian ketemu di mana?”
Aku menoleh “Eh iya, tadi nggak janjian nunggu di mana,”
Via tersenyum, “Lah bisa begitu.”
“Ish…, kan baru pertama kali.”
“Jangan-jangan Lion nunggu di gerbang utama lagi.”
“Iya ya, kan kelasnya dekat gerbang itu.”
“Udah kamu ke sana gih.”
Aku mengangguk. Setelah saling dadah-dadah, aku pun melangkahkan kaki ke arah gerbang utama sekolah. Melewati bagian belakang laboratorium bahasa dan bak sampah besar. Turun sedikit, masuk koridor yang ada ruang guru, UKS, ruang kepala sekolah, terus ruang TU. Kemudian belok kanan ke gerbang utama.
Aku berjalan mendekati gerbang utama sekolah sambil memperhatikan di sekitarnya. Tapi aku belum melihat Lion. Sehingga aku memutuskan untuk menunggu Lion di sini. Sesekali aku memandang jauh ke area kelas-kelas, tapi aku tidak melihat Lion juga.
Kumpulan siswa yang keluar dari kelas dan melalui gerbang utama mulai sedikit. Aku membatin untuk tetap sabar menunggu. Tapi sampai jumlah siswa yang keluar gerbang seorang-seorang, dan sekolah mulai sepi, Lion belum muncul juga.
Apa iya Lion lupa dengan janjinya tadi. Rasanya tidak mungkin, Lion orang yang keras kemauannya. Jadi kalau sudah janji pasti ditepatinya. Ketika situasi sekolah mulai benar-benar sepi, akhirnya aku memutuskan untuk mencoba mencri Lion di deretan kelas-kelas. Namun sampai kelas di gedung atas semua aku sambangi, Lion tidak nampak juga.
Aku kecewa, sedih, sekaligus merasa bodoh. Kenapa tidak terpikirkam untuk janjian ketemu dimana. Padahal banyak tempat untuk janjian ketemu, gerbang utama, gerbang gedung atas, perpustakaan, musholla, atau yang paling simple Lion datang kelasku.
Mempunyai pemikiran seperti itu, aku pun bergegas kembali ke kelasku. Melewati musholla sekolah dan green house, lalu menuruni tangga batu. Lewat sanggar pramuka dan ruang BK, setelah itu sampai deh di kelasku.
Huft… akhirnya aku bisa merasa lega. Mencoba mengatur napasku yang berpacu cepat. Aku melihat satu sosok tinggi membelakangiku di depan kelasku dengan tas selempang berbahan terpal abu-abu dan berambut gondrong.
(BERSAMBUNG)
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar