DALAM HATI CINTA SELALU BERSEMI#Tantangan Menulis Gurusiana Hari Ke-3
Aku terkejut mendengar pengakuan Via, tidak mengira sedikit pun ceritanya akan seperti ini. Aku mulai menduga, jangan-jangan Via sudah cerita banyak tentang diriku pada Lion. Dan pantas saja Via mau mendukung Lion untuk mendekati aku.
Menduga seperti itu aku menjadi tersinggung. Sebab Via yang kuanggap sebagai sahabat dekatku, ternyata tidak pernah sedikit pun menceritakan hal ini kepadaku sebelumnya.
Tanpa pikir panjang lagi, aku berdiri dan berlalu pada Bude kantin untuk membayar dua mangkuk bakso dan es kopyor. Via menatapku heran, aku tidak mengacuhkannya dan terus berjalan keluar dari kantin.
“Ky, tunggu!”
Aku pura-pura tidak mendengar, dan langkahku pun tidak kuhentikan.
“Kamu marah, ya, punya teman yang ternyata masih ada hubungan sodara sama Lion?”
Aku tetap membisu dan tidak berniat sama sekali untuk bicara. “Ky, ngomong dong, aku kan jadi nggak enak hati.”
Aku menghela napas dan menghentikan langkahku, aku berusaha meredakan amarahku pada Via.
“Via, bukan lantaran kamu masih ada hubungan sodara sama Lion.”
“Terus?”
“Kamu nggak pernah cerita ke aku tentang hal ini.”
“Wah, nanti nggak seru dong,” ucapnya dengan senyum dikulum.
“Bukan masalah seru atau nggak, tapi ini masalah rasa saling percaya.”
“Rasa saling percaya?”
“Iya, saling percaya,” ucapku melemah, “Kayaknya kamu nggak mempercayai aku sebagai sahabat kamu.”
“Aku belum mengerti, Ky.”
“Seharusnya kamu sudah cerita tentang Lion sejak dulu. Tapi ini apa? Seakan-akan kamu sengaja menjerumuskan aku sama Lion.”
“Aku nggak bermaksud begitu.”
“Ah, pokoknya aku nggak suka.”
Aku mempercepat langkahku, sementara Via berusaha menjejeri langkahku itu.
“Ky, kamu marah sama aku?”
Aku menoleh padanya sesaat, lalu kembali tatapanku mengarah ke depan. Sementara langkahku semakin kupercepat. Bel tanda istirahat selesai telah berbunyi. Aku benar-benar tidak mengacuhkan Via kali ini, rasa kesalku sudah memuncak. Aku merasa tidak dihargai sebagai sahabatnya.
Dalam kelas, konsentrasiku buyar. Semua pelajaran sejarah yang diberikan Bu Ranti tidak ada yang menyangkut sedikit pun pada otakku, semua ucapannya serasa masuk kuping kanan, lalu terpental lagi. Aku sempat memperhatikan Via yang bersikap serba salah, duduknya terlihat gelisah. Sesekali wajahnya mengarah kepadaku, tapi aku tetap tidak menghiraukan tingkahnya itu. Aku pura-pura serius mengikuti pelajaran, padahal hatiku masih terasa pedih dan tidak karuan.
©©©
“Rizky.”
Suara Mama mengusik tidur siangku, aku pun cepat-cepat bangun. Lalu membukakan pintu untuk Mama.
“Ada apa, Ma?”
“Ada Via di ruang tamu tuh.”
Via? Aku mengerutkan keningku, ada apa siang-siang seperti ini datang ke rumah? Aku melirik jam di dinding, ah, ternyata sudah tidak siang lagi. Jam kini sudah menunjukkan pukul setengah empat sore.
Tanpa menunggu Mama bicara lagi, aku berjalan ke washtafel. Aku pikir, kalau mandi nanti Via akan terlalu lama menungguku. Sementara itu juga, Mama sudah pergi meninggalkan aku yang sedang menyisir.
Dengan keraguan aku melangkah ke ruang tamu. Uh, mengapa aku harus ragu, ini kan masih rumahku juga. Aku harus bersikap biasa saja di depan Via, tidak usah ragu-ragu, karena sebenarnya aku sudah tahu apa tujuan Via datang ke rumah. Dia pasti ingin membicarakan tentang masalah tadi siang.
“Hai…,” ucapku sewajar mungkin dengan senyuman.
“Eh, hai,“ jawab Via gugup.
Saat itu juga aku langsung mempunyai pikiran, sepertinya aku tidak mempunyai perasaan memperlakukan Via seperti tadi siang di sekolah. Karena bagaimanapun juga Via sudah berterus terang kepadaku tentang Lion.
“Ada apa, Vi?”
“Emh.., kamu nggak marah lagi kalau aku ingin ngomongin masalah tadi siang?”
Aku menggeleng, “Nggak.”
“Benar?” aku mengangguk, sementara Via tersenyum kaku. “Begini, Ky, aku minta maaf kalau aku nggak pernah cerita tentang Lion ke kamu selama ini. Tapi itu bukan berarti aku nggak mempercayai kamu, atau nggak menghargai kamu sebagai sahabatku. Tapi karena aku nggak ingin mencampuri urusan Lion sama kamu.
Asal kamu tahu aja, Ky, selama ini Lion selalu berharap kalau aku mau menjadi penghubung antara kamu dan Lion. Tapi aku nggak mau waktu itu, sampai akhirnya aku merasa kasihan juga sama Lion. Apalagi melihat keadaannya seperti itu, kurang perhatian. Yah, terpaksa aku sampein juga salam-salam Lion ke kamu, juga jadi sumber informasi tentang kamu ke Lion,” Jelas Via dengan lirih.
“Aku ngerti itu, dan aku juga tahu kedudukan kamu yang serba sulit. Di satu sisi Lion adalah saudara kamu, sedangkan di lain sisi, aku nggak menyukai dia!”
“Jadi kamu tetap nggak suka dia, Ky?”
Aku mengangguk mantap.
“Kenapa?”
“Aku udah bilang ke kamu, orang kayak dia nggak layak disukai. Terlalu banyak yang udah dia lakukan itu ngerugiin dirinya dan orang lain.”
“Tapi, Ky, itu nggak sepenuhnya benar. Aku tahu pasti sikap Lion yang sesungguhnya.”
“Via, kamu mulai lagi ingin….”
“Nggak, Ky,” potong Via cepat, aku terdiam mendengar intonasi suara Via yang meninggi, “Aku nggak ingin menjerumuskan seseorang pada hal yang buruk, apalagi kamu, sahabatku sendiri. Kamu harus menyadari, Ky, nggak selamanya orang akan kayak begitu, pasti suatu saat nanti akan berubah. Mungkin saat ini Lion bertingkah buruk, tapi mungkin suatu saat nanti tingkah-tingkahnya yang dinilai orang minus itu, akan berubah.”
Aku semakin terdiam, rasanya ada yang mengunci bibirku kuat-kuat.
(BERSAMBUNG)

Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Membaca cerpen bkin ingatan kembali ke masa 30th silam
trims bu arief....