Pagi, udara masih terasa wangi. Kubuka jendela dan kuhirup bebasnya udara yang masih suci dan perawan. Tak ada polusi dan tak ada debu beterbangan. Kupersiapkan sepeda ku berbahan pertamax. Walau butut aku suka duduk dan mengukur jalan dengan gembira bersama dia.

Hari ini aku berangkat pagi, bahkan mungkin teramat pagi. Aku ingin bertemu kamu. Sudah tiga hari aku tak bersua dengan ceritamu. Seperti biasa aku akan berbagi cerita dengan banyak orang yang kita temui. Tapi tidak dengan kamu. Sudah tiga hari ini tak terlihat wajahmu yang biasa kunikmati. Senyummu yang biasa tersungging. Tak ada suara gemeriak bila kau tertawa. Tak ada gebrakan meja bila kau gembira.

Aku tanya mereka, kau dimana. Tidak ada yang menjawab sempurna. Aku celingukan badan, nanar mataku melihat bangkumu kosong. Ada getar sunyi di sana. Ada rindu yang tak terkatakan. Penasaran aku tanya ke teman sebelahmu. Ah, kau pergi ? Dengan siapa? Bukankah kau selalu berkabar denganku ? Bukankah kau selalu memberiku waktu untuk mendengarmu ? Kenapa ? Ada apa denganmu ?

Bertubi pertanyaan tak terjawab. Beribu asa tak ada harap. Di hari ketiga kau datang. Namun cantikmu sudah hilang.Wajahmu lesu, matamu sayu. Kamu coba bertahan dalam senyum , tapi aku tahu ada yang kau sembunyikan. Sampai kau datang ke padaku. Namun tak ada yang kau katakan. Dimanakah rangkain kata yang biasa kau sebarkan ke telingaku? Dimanakah ulasan berita yang biasa kau paksa aku mendengarnya.

Pasti ada sesuatu yang terjadi. Tetapi aku tak tahu pasti. Maka sejak itu tak ada lagi kutemuai wajah cantikmu. Tak ada lagi senyum dikulummu. Kamu bagai patung tak bernyawa. Atau lebih tepat manusia tak ber ekspresi. Aku tak berani bertanya lagi. Saat semua sudah tersembunyi maka hak ku sebagai teman sudah tak berarti lagi.