Ahmad Amin Udin

Lahir di Banyuwangi, 24 April 1972 sekolah mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Belajar menulis puisi dan cerpen secara otodidak dan karya di tempe...

Selengkapnya
Navigasi Web
Membangun Empati dengan Keyakinan Kelas

Membangun Empati dengan Keyakinan Kelas

Keyakinan kelas merupakan salah satu disiplin positif yang bisa di terapkan dalam membangun budaya positif di sekolah. Adanya keyakinan kelas di setiap kelas diharapkan dapat mewujudkan tujuan pendidikan yang berorientasi kepada Profil Pelajar Pancasila (https://ayoguruberbagi.kemdikbud.go.id). Seperti sudah di fahami dalam tulisan sebelumnya, budaya positif adalah nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan kebiasaan-kebiasaan yang berpihak pada murid agar murid dapat berkembang menjadi pribadi yang kritis, penuh hormat, dan bertanggung jawab. Salah satu unsur utama dari budaya positif adalah disiplin yang berhubungan erat dengan tercapainya tujuan pendidikan sesuai dengan filosofi Ki Hajar Dewantara.

Kita sadari disiplin positif tentunya berpengaruh erat dengan disiplin, jika kita mendengar kata disiplin sangat identic dengan sebuah kompensasi hukuman karena ada kesalahan yang diperbuat dari murid. Untuk saat ini dan seterusnya, disiplin dengan hukuman sudah harus ditinggalkan dan kita memulai babak baru disiplin positif dengan keyakinan kelas.

Di latarbelakangi dengan disiplin positif tersebut, sangatlah tepat jika kita memulai disiplin positif dari bagaian terkecil terdepan di sebuah sekolah yaitu kelas. Keyakinan kelas paling tidak menggambarkan pembiasaan-pembiasaan baik di sekolah untuk meraih karakter profil pelajar Pancasila yaitu menjadi insan Beriman, Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Berakhlak Mulia, Berkebhinekaan Global, Gotong Royong, Mandiri, Bernalar Kritis, dan Kreatif.

Keyakinan kelas diterapkan sebagai salah satu cara dalam membangun Budaya Positif. Keyakinan kelas harus berpihak pada murid dan dirumuskan bersama murid untuk membangun kemandirian mereka. Guru hanya sebagai fasilitator dalam hal ini. Keyakinan kelas dibuat secara universal yang mencakup berbagai aspek kesepakat atau aturan yang sudah berlaku di dalam kelas tersebut. Budaya positif sekolah disusun secara terstruktur dan sistematis dengan melibatkan seluruh stakeholder sekolah. Budaya positif sekolah ini dibuat untuk meningkatkan karakter sumber daya manusia yang ada di sekolah tersebut.

Keyakinan kelas yang dibuat hendaknya benar-benar bersumber dari kebutuhan siswa dalam membentuk budaya positif. Menggali segala hal potensi positif untuk dijadikan landasan keyakinan kelas dan benar-benar dengan sadar diyakini bersama. Kalimat yang digunakan juga berupa kalimat universal dan positif yang bisa mudah diingat oleh para siswa.

Tujuan dari keyakinan kelas adalah untuk menambah rasa empati teman sebaya, mampu menyadari perasaan yang sama di antara teman sejawat di kelas, mampu merasakan kesusahan yang dirasakan teman lain, dan mampu berfikir kritis dalam menyelesaikan masalah. Mengapa empati menjadi pokok dalam pemikiran keyakinan kelas? Hal ini karena empati bagaian dari upaya kemampuan diri untuk memahami perasaan orang lain secara mendalam. Dengan mewujudkan keyakinan kelas harapannya selain tumbuh budaya positif juga beriringan munculnya empati diri di dalam kelas itu sendiri.

Dengan demikian untuk mengawali penguatan tentang aksi nyata keyakinan kelas, marilah kita mencoba merancang keyakinan kelas mulai dari perencanaan, dan pelaksanaannya. Secara sederhana dalam perencanaan kita perlu melakukan sosialisasi/mengenalkan keyakinan kelas di komunitas guru dan walikelas termasuk kepala sekolah sebagai manajer tertinggi di sekolah. Selanjutnya sasaran berikutnya adalah membuat strategi dan melaksanakan aksi nyata di kelas yang bisa dimotori oleh walikelas. Dalam pelaksanaannya walikelas menyampaikan maksud dan tujuan keyakinan kelas pada murid. Walikelas membuat keyakinan kelas, menetapkan serta memberikan informasi pada walimurid bahwa di kelas telah ada keyakinan kelas.

Secara tidak langsung keyakinan kelas yang telah disepakati harus mendapatkan dukungan mulai dari kepala sekolah, guru, walikelas, walimurid termasuk guru konseling. Karena dalam keyakinan kelas natinya saat guru melakukan konseling pada siswa dengan segitiga restitusi akan bermuara dan mengerucut pada keyakinan kelas yang disepakati bersama.

Bersama, jika keluarga besar di sekolah kita mendukung dan memiliki kepekaan pada keyakinan kelas seperti halnya saat kita sekolah ada 5K tentunya akan menjadi tumbuhnya Budaya Positif di sekolah. Kita perlu ingat, guru tidak dapat merubah perilaku murid.

Sedikit saya memberikan ilustrasi dari psikiater dan pendidik, Dr. William Glasser dalam Control Theory yang kemudian hari berkembang dan dinamakan Choce Theaory yang meluruskan beberapa miskonsepsi tentang makna "kontrol" (dalam Modul 1.4 Budaya Positif):

Ilusi guru mengontrol murid, pada adasarnya kita tidak dapat memaksa murid untuk berbuat sesuatu jikalau murid tersebut memilih untuk tidak melakukanya. Ilusi bahwa semua penguatan positif efektif dan bermanfaat, dalam jangka waktu tertentu kemungkinan murid tersebut akan menyadari dan mencoba untuk menolak bujukan kita atau bisa jadi murid menjadi tergantung pada pendapat guru untuk berusaha. Ilusi bahwa kritik dan membuat orang merasa bersalah dapat menguatkan karakter, kenyataannya menggunakan kritik dan rasa bersalah untuk mengkontrol murid ternyata menuju pada identitas kegagalan pada pribadi murid. Ilusi bahwa orang dewasa memiliki hak untuk memaksa, banyak orang dewasa percaya bahwa orangtua memiliki tanggungjawab untuk membuat murid berbuat hal-hal tertetu namun pada akhirnya orang dewasa akan menyadari bahwa preilaku memaksa tidak akan efektif untuk jangka waktu panjang dan memunculkan permusuhan di kemudian hari.

Marilah kita berharap membentuk sebuah keyakinan kelas dengan harapan terwujudnya empati sehingga Budaya Positif menjadi suatu kebutuhan terwujudnya Karakter Profil Pelajar Pancasila.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post