Ahmad A. Pahu

Gemar membaca, menulis, menggambar dan berdiskusi. Menyebut diri sebagai Penulis, Konsultan Pembangunan Desa dan Petani Berkacamata. Berdiam di Simpang Puncak P...

Selengkapnya
Navigasi Web
Persembahan Musang King dari Beloved Lovita Sekotmen

Persembahan Musang King dari Beloved Lovita Sekotmen

Bagaimana harus kumulai tulisan ini? Jelasnya perempuan ini adalah salah satu anomali dalam kehidupan remajaku yang mengenangkan di Pekanbaru. Persisnya di STMN 01 alias SMKN 02 Kota Bertuah sekarang atau yang lebih mesra lagi suka kami singkat menjadi Sekotmen --Sekolah Teknologi Menengah.

Namanya Siti Lovita.. dan sesuai dengan namanya itu: dia pantas dicintai. Tentu "cinta" dalam makna yang seluas-luasnya. Terutama jika hal itu terjadi di lingkungan anak-anak remaja yang sebagian (sangat) banyak adalah laki-laki yang baru naik hormon. Maka dalam mainstream komunitas dominan unsur XX seperti itu kehadiran seorang gadis belia tentu saja sangat istimewa.

Sejujurnya saja dia memang pantas mendapatkan perhatian seperti itu, sebab Lovita cantik. Bahkan sekilas terlihat aura Kaukasoid dalam roman wajahnya, seolah dia bule berdarah blasteran. Nyatanya memang demikian, meski hanya indo-lokal. Kedua orangtuanya campuran Minang-Bukittinggi dan Batak-Tarutung. Itu akan membuatnya fasih berbahasa darek, pun juga totok Toba-nya masih tetap kentara.

Lovita adalah kakak kelasku, tapi secara kurang ajar aku tak pernah bertutur "kakak" kepadanya. Lalu dia dengan bijak bestari tak pernah pula mempersoalkannya. Bukan suatu hal besar baginya jika aku hanya memanggilnya namanya secara lugas, "Lovi.. Lovi..", hahaha..

Ah, aku tak tau apa panggilan namanya di rumah atau dalam komunitas yang lain, mungkin "Ti.. Siti..", tetapi "Lovi" menurutku kedengaran lebih intim.

Sepertiku dia mengambil jurusan Bangunan, lalu seperti Agustina (kawan sekelasku yang juga cewek) dia kemudian memilih subjurusan Survei dan Pemetaan begitu naik kelas 2. Tetapi itu frasa yang kurang tepat sebenarnya, sebab dia yang masuk Sekotmen duluan maka tentunya justru kamilah yang meniru dia di belakang hari. Dia lebih tua setahun.

Maka pada pertengahan tahun 1995 tepat di masa liburan panjang kami pun pergi naik gunung. Bersama rombongan tentu saja. Selain Lovi ada juga kawan-kawan yang lainnya. Sebagian besar adalah anak-anak Ospalindup -- Organisasi Siswa Pencinta Alam dan Lingkungan Hidup -- sebuah ekskul Sekotmen. Lovi aktif di situ, aku tidak. Sejak awal aku sudah memilih aktif di ekskul Passus, sahabat baikku Deviwal Endri-lah yang memilih ke situ. Jadi sebenarnya aku cuma ikut-ikutan, meski begitu Telaga Dewi di puncak Gunung Singgalang sukses juga kudaki. Setelahnya kami turun keliling Bukittinggi, bahkan melalak ke Pantai Padang hingga Lubuk Alung.

Bagi Lovi dan kawan-kawan seangkatannya sejatinya helat itu adalah inagurasi kelulusan mereka dari Sekotmen, sedang bagiku "hanya" menjadi pengalaman naik gunung. Namun tetap saja itu adalah kenangan yang sangat berkesan. Ada banyak foto-foto yang kami shoot pada waktu itu melalui kamera kepunyaanku. Aku bikin menjadi satu koleksi di sebuah album khusus versi besar. Namun aku tak bisa lagi membaginya di zona publik dunia maya. Kenapa? Karena Lovita tak menyetujuinya.

Dahulu dia tak berjilbab, termasuk ketika kami mendaki Singgalang itu. Sebaliknya kini dia sudah berhijab rapat dan agaknya semakin khusyuk dalam penghayatan keagamaannya. Dia tak mau pose off-aurat lamanya dikonsumsi yang bukan mahram, dan dalam hal itu aku menghargainya. Sebelumnya aku sudah sempat memposkan gambar-gambar itu di akun FB-ku, lalu belakangan kuhapus lagi.

Meski demikian pengalaman dan kecintaannya terhadap alam dan lingkungan hidup tidaklah berubah. Malah semakin kualitatif. Misalnya adalah ketika meminta izin kepadaku untuk ikut berwakaf bibit pohon buah-buahan di areal lahan Taman Buah Baca (TBB) "Puan Xima" yang sedang kurintis. Jujur saja aku agak surprised.

Aku sama sekali tak meng-endorse ke dia perihal itu. Sepenuhnya hal demikian adalah inisiatif dirinya sendiri setelah (mungkin) melihat-lihat postinganku di Facebook. Aku tak punya alasan apapun untuk menolaknya, malahan aku bersyukur karena dibantu. Bagaimanapun planning perpustakaan outdoor tersebut memerlukan banyak partisipasi pihak lain agar segera terwujud.

Kata Lovi sumbangan bibit tersebut sekaligus adalah sebuah tanda mata dari usia pernikahan mereka yang tepat ke-17 tahun hari ini, Jumat mubarak 03 September 2021. Sebuah durian musang king dipilihkannya untuk kubumikan, hal itu akan menambahkan koleksi aneka durian muda yang sudah kusemai sejak semula.

Oya, Lovi menemukan jodohnya tepat hari ini di tahun 2004 yang lalu. Tak lain adalah kawan sesama Sekotmen juga, namanya (Bang) Hendra Eka Putra Koto dari Jurusan Elektronika. Mereka melangsungkan ijab kabul (ternyata) ialah di Duri sini, tepatnya di rumah kakak Lovi yang mereka sebut sebagai basecamp Jalan Manggis C68 (Manggosteen Homestay). Dalam hal ini masuk akal belaka jika Lovi ingin mengenangkan detik-detik bahagia mereka itu dengan meninggalkan pertanda abadi di Kota Duri --yakni persembahan bibit pohon di areal lahanku di kota ini.

Mereka sendiri sudah jauh merantau ke Kalimantan Tengah, tepatnya di Batu Ampar, Seruyan. Si Abang sekarang adalah staff IT di kantor RCEO KTB PT TSA. Mereka juga sudah memiliki buah hati belahan jantung, seorang anak laki-laki satu-satunya bernama Muhammad Ridhwan Ayyasy Vidra, sekarang sedang menjadi santri SMPIT Insan Cendekia Boarding School, Harau, Kabupaten 50 Kota Sumatera Barat. Gara-gara si anak tunggal Lovi sekarang jadi lebih sering flycity dari Borneo ke Andalas hanya untuk menjenguk.

Sempat kutanyakan apa makna persembahan Durian MK dan kenapa bukan bibit manggis misalnya --sebagai kenang-kenangan kepada Manggis C68 Duri dulu? Maka jawaban Lovita adalah khas seorang pencinta lingkungan, dia bilang, "Karena kami berdua suka durian.. Durian itu juga pohon hutan, dia besar dan tahan hidup. Artinya dia akan lebih banyak memberi bumi oksigen.."

Happy anniversary 17th Sis Lovi. Semoga sa-ma-wa-da.

...

Epilog: Sebagai tanda ikut bersukacita kepada pasangan itu, akhirnya aku juga menanamkan bibit muda manggis. Kemarin kubelikan di floris dekat rumah. Harganya? Rp 68 ribu!

Yup, itu adalah simbolis dari Jalan Manggis C68 Duri, tempat Lovi-Hendra mengijab-kabul..

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post