Ahmad A. Pahu

Gemar membaca, menulis, menggambar dan berdiskusi. Menyebut diri sebagai Penulis, Konsultan Pembangunan Desa dan Petani Berkacamata. Berdiam di Simpang Puncak P...

Selengkapnya
Navigasi Web
Wakaf Jambu Air Si Buyung

Wakaf Jambu Air Si Buyung

Nama aslinya Ibrahim Adha, tapi dia biasa dipanggil Si Buyung. Aku tak tau kenapa, tapi kuduga karena dia punya leluhur orang Minang yang memiliki kebiasaan memanggil anak laki-laki dengan "Buyung". Ternyata Si Buyung memang memiliki nenek yang berasal dari Muara Labuh, Sumatera Barat. Ayahnya sendiri berada dari Rokan, Riau, dan memiliki fam Tambusai, sedang ibunya Boru Sinaga. Kedua orangtuanya lahir di Tanjungbalai Asahan, Sumatera Utara, tapi setelah itu selalu bergerak.

Sejak awal keluarga mereka memang sudah berkelana ke mana-mana sebagai konsekwensi pegawai kantor pos. Sebagai gambaran saja, Buyung lahir di Banda Aceh pada tanggal 11 Nopember 1978, namun dia menghabiskan masa sekolahnya dengan berpindah-pindah. TK hingga SD kelas 1 di Meulaboh, Aceh, dan kelas 2 - 4 di Sungai Penuh, Jambi, lalu kelas 5 - 6 di Tebingtinggi, Sumatera Utara. SMP dilaluinya di Padang, sedang STM di Medan. Selanjutnya dia kuliah di Akademi Maritim Indonesia (AMI), juga di Medan.

Medan memang sudah menjadi tamadun Buyung sejak saat itu hingga kini, terutama sejak menikah dan memiliki buyungnya sendiri. Namun meski demikian Buyung masih juga terus berjalan dari satu daerah ke daerah lainnya, mengikuti laku ayahandanya. Hal itu karena pekerjaannya sebagai seorang teknisi di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang teknik pendinginan, seperti memproduksi es balok, pembekuan ikan, pabrik ayam bahkan gas dan minyak. Mereka sering menerima pesanan dari berbagai wilayah, utamanya di daerah yang berdekatan dengan perairan laut. Nah, Buyung acapkali mesti turun tangan (baca: turun daerah) untuk mengurusinya.

Sekali waktu Buyung bahkan sampai ke Duri sini, sebab mereka memiliki pekerjaan di Pulau Rupat. Dia kemudian mengontak aku dan kami lalu bertemu. Perbincangan pun mengalir dan kembali ke masa lalu, yaitu saat kami sama-sama menempuh pendidikan di Medan sana.

Adalah organisasi HMI yang mempertemukan kami, meski tetap saja itu terasa aneh. Seperti disebutkan di atas, Buyung kuliah di AMI sedang aku di UMA. Kampusku mengedepankan kebebasan akademik, sedang kampus dia berkurikulum semi militer. Dari sudut itu sulit baginya untuk berkecimpung di HMI, dan organisasi itu sendiri tak ada di situ. Toh, nyatanya Buyung adalah kader aktif HMI.

Adalah Muhammad Iqbal Nabil yang membawanya masuk HMI. Iqbal adalah kader HMI yang kuliah di FISIP UMA, keduanya berasal dari Asahan, serta yang paling penting: kamar kos mereka berdekatan. Saat itu aku menjadi Ketua Umum HMI Komisariat UMA, lalu kami kemudian menerima kehadirannya dan malah mengkadernya mengikuti MOP dan Basic Training sebagai syarat keanggotaan organisasi ini.

Saat itu aku punya harapan untuk mendirikan organisasi HMI di AMI, tentu melalui Buyung sebagai pintu masuknya. Berkebetulan sekali di internal kampusnya dia punya jabatan cukup penting. Melalui dia kami saat itu berhasil mengkader beberapa tarunanya. Seharusnya mendirikan sebuah komisariat HMI di sana adalah sebuah previlege, hal itu akan menambah jumlah komisariat di HMI Cabang Medan dan kita boleh berbangga hati memiliki andil atasnya.

Namun komisariat itu urung berdiri, bahkan hingga saat ini. Seperti kusebut di atas, kultur kampus AMI itu berbeda dengan kebanyakan kampus lainnya. Meski demikian Buyung terus saja beraktivitas di Komisariat UMA, bagi kami dirinya tak ada beda dengan kader lainnya. Baginya sendiri HMI dan UMA adalah bagian tak terpisahkan dari sejarah hidupnya, sebab sekalipun dia bukanlah alumni UMA tetapi dia adalah alumni HMI (Komisariat UMA). Itu belum termasuk hal strategis lainnya.

Kenapa? Karena di sini dia kemudian menemukan jodohnya. Namanya Nur Azizah, kader HMI yang kuliah di Fakultas Hukum UMA. Mereka bahkan berani menikah muda di tahun 2001, saat itu Zizah sudah wisuda namun Buyung justru belum. Zizah sebenarnya mengidolakan seorang coverboy top zaman itu di Jakarta. Aku lupa siapa namanya, tapi yang pasti sang idola itu kemudian mati muda. Dan Zizah entah karena patah hati atau gimana kemudian menerima lamaran "nekad" dari Buyung dan mereka berlanjut ke pelaminan. Tiga tahun setelahnya si buyung kecilnya lahir, dia diberi nama Muhammad Sakti, sudah tamat SMA dan berencana kuliah. Adiknya Nabila Salsabila sedang duduk di tahun pertama SMA.

Jadi sekalipun pasangan itu masih berusia 40-an tahun, tapi mereka sudah punya dua orang anak-anak remaja. Berdasarkan akronim kedua anak kesayangannya itu Buyung kemudian sering menyebut namanya sebagai Ibrahim "Sakila" Adha.

Adapun pertautan sejarahnya dengan Iqbal tetap tidak putus, hingga sekarang. Maka ketika tempo hari Iqbal berwakaf bibit di lahan Taman Buah Baca (TBB) "Puan Xima", Buyung pun berminat melakukan hal yang sama. Persis seperti dulu ketika Iqbal memperkenalkan Buyung kepadaku untuk dikader masuk HMI, kini dia sekali lagi menginspirasi Buyung untuk berpartisipasi di areal perpustakaan outdoor yang sedang kubangun itu.

Dia kemudian memilih bibit Syzigium aqueum alias jambu air sebagai wakafnya. Tanggal tanamnya tentu di hari ini (11/11/2021) saat usianya genap 43 tahun dan angka "satu" bertebaran di hari baiknya itu. "Tapi kenapa harus jambu air Yung?" tanyaku. "Jambu air semua pasti suka. Segar menyegarkan dan diterima oleh semua pihak yang sakit apapun, hehehehe.." jawabnya sambil cengengesan (oya, itu ciri khas dirinya sejak dulu: suka cengengesan).

Maka sesuai dengan prinsip dan kode etik yang kutetapkan sejak awal, bibit jambu air dari kultivar Jambu Madu sumbangannya kemudian kubumikan. Intinya, sepanjang bibit pohonnya berbuah dan bisa dimakan maka dia "berhak" masuk arealku. Selain itu satu orang wakif hanya "berhak" meletakkan wakafnya satu bibit saja (kalau buku bebas seberapa banyak). Buyung memenuhi semua kriteria itu.

Tapi kenapa harus jambu air? Kalau kupikir-pikir lagi, hal itu karena Buyung memiliki "avatar" berunsur air. Perhatikan saja sejarah hidup dan pendidikan hingga pekerjaannya sekarang yang tak pernah jauh dari air. Nah, dari semua jenis buah-buahan hanya jambu air yang benar-benar memiliki deposit air yang demikian banyak.

Karena alasan itu pula jambu air itu kutanam tepat di sisi kolam air lahanku ini. Dari air dan kembali ke air, karena asal kehidupan memang dari air. Begitulah kira-kira filosofinya. Seperti kata Buyung, tak ada orang yang menolak mencicipi jambu air, sekalipun orang sakit. Dia berfaedah buat siapa saja, menyembuhkan dan memberi hidup energi yang diperlukan.

Oya, bersama istriku pagi ini kami menanamkan si jambu air multi filsafat tadi tepat di dekat pohon nona wakafnya Vimala Mitra. Srikaya itu kubumikan tanggal 8 Nopember kemarin, hanya berjarak tiga hari dari hari ini. Dan hal itu tentu saja ada juga alasannya.

Mereka berdua sama-sama terkader di HMI Komisariat UMA pada periode yang sama. Meski mungkin tidak terlalu akrab. Namun yang pastinya keduanya memiliki latar belakang keluarga yang sering berpindah-pindah karena pekerjaan orang tua. Bahkan di satu waktu di masa bocahnya dahulu mereka seharusnya pernah bersua muka. Paling tidak secara teori.

Sebab Buyung mengenyam pendidikan SD di kelas satu itu di SDN 02 Meulaboh, sedang Vimala di SDN 03-nya. Mereka anak-anak Aceh Barat yang pernah "berdekatan" meski tak saling tau keberadaan satu sama lain. Hal itu perlu diulangi dalam bentuk tanaman wakaf masing-masing yang berdekatan dan bersama-sama.

...

Oya, kami dengan sengaja menanam bibit tersebut lengkap dengan polibeg-nya. Hal itu mengikuti saran penjual bibitnya sendiri, adapun maksudnya adalah supaya rasa jambunya tetap manis (tidak hambar). Perihal ini sengaja dicatatkan di catatan ini agar menjadi pertinggal di sini.

Begitulah..

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post