Belajar dari Rumah
Tiga bulan lebih banyak orangtua merasa galau dengan nasib pendidikan anak-anaknya. Pembelajaran daring selama masa pandemik dikeluhkan tak memberi efek bagi peningkatan kemampuan kognitif anak. Awalnya saya juga berpikir, betapa nasib pendidikan, khususnya anak usia dini (TK-SD) menjadi yang paling terpukul mengingat pembelajaran tatap muka sangat diperlukan untuk penyampaian materi pelajaran yang tak cukup disampaikan secara daring.
Belum lagi ditambah dengan munculnya permasalahan baru, di mana banyak orangtua mulai cemas dengan perubahan perilaku anak selama ini yang semakin akrab, bahkan telah kecanduan dengan gajet yang menjadi teman mereka sehari-hari.
Dalam kecemasan itu, saya diam-diam mencoba bersikap tenang bila istri mengeluhkan kondisi belajar dan prestasi akademik anak-anak bila sekolah tak segera berjalan normal kembali.
"kamu tahu, apa itu yang disebut orang pintar itu?" tanya saya pada istri yang lagi galau dengan kondisi belajar anak-anak.
Tanpa menunggu jawabannya, saya jawab sendiri pertanyaan itu,
"Orang pintar itu berarti tahu. Dia sudah tahu sebelum orang lain tahu, dan masih tahu ketika orang lain sudah tidak ingat."
. "Saya tidak menuntut anak-anak kita untuk jadi orang pintar, tapi jadi orang baik dan berguna. Semua orang pintar tahu, sepuluh bagi lima itu dua. Tapi bukan sekadar itu yang harus diketahui anak kita. Kalau dia punya sepuluh potong roti dan lima teman, dia mesti tahu setiap orang harus dikasih berapa. Itu namanya berguna," kata saya melanjutkan.
“Kalau mereka bermimpi pingin kaya, berkecukupan dan hidup bahagia, tidak harus dituntut belajar secara berlebihan dengan dalih biar nilainya bagus, berprestasi, mudah cari sekolah favorit dan punya peluang besar mendapat pekerjaan. Itu teori orang kebanyakan yang bermental pesuruh. Beri pendidikan yang lebih visioner. Ajari tentang nikmatnya berbagi, bersedekah dan empati dengan lingkungan sekitar.”
Kami kemudian terdiam. Sambil menikmati suasana sepi karena kebetulan anak-anak sedang keluar bermain dengan teman-temannya.
Sesekali saya mengingat peristiwa-peristiwa kecil tentang apa yang sudah anak-anak biasakan dalam kesehariannya ; berinfak di masjid, berbagi pada pengemis di trafik light, mencegat simbah-simbah penjual apa saja dan membeli dagangannya, meski tidak membutuhkan atau sekadar membeli sesuatu agar punya alasan berbagi, njajakne kancane demi membangun solidaritas dan persaudaraan.
Akhirnya, saya tak perlu khawatir bila anak-anak terpaksa harus tetap belajar di rumah, karena kini mereka telah menemukan “sendiri” cara belajar terbaiknya.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Kereen
Bagus itu Pak. Anak-anak akhirnya menemukan cara terbaik mengisi hari di kala pandemi. Tetap senang dan ceria sampai Corona sirna. Salam literasi, sukses selalu Pak Ahmad.
Sangat menginspirasi Bun. Salam literasi Bu :)
Maaf, salam literasi Pak :)
Mantap. Saya setuju
Alhamdulillah. Smoga kt slalu bisa berbagi. Ilmu yg di bagi kn ini pun sangat bermanfaat. Semoga lebih banyak lagi orang tua yg dpt melaksanakn nya.
terimakasih utk semua atensinya