Ahmad samsi

Mencerdaskan anak bangsa...

Selengkapnya
Navigasi Web
Koneksi materi modul 3.1.a.8. Koneksi Antarmateri

Koneksi materi modul 3.1.a.8. Koneksi Antarmateri

Nama : Ahmad Samsi

Sekolah : SDN Sambir Jong, Kabupaten Manggarai Barat-NTT

Calon Guru Penggerak Angkatan 5

Pembelajaran 6: Koneksi Antarmateri

Waktu: 2 JP (Asinkronous)

Tujuan Pembelajaran Khusus:

a) CGP membuat kesimpulan (sintesis) dari keseluruhan materi yang didapat, dengan beraneka cara dan media.

b) CGP dapat melakukan refleksi bersama fasilitator untuk mengambil makna dari pengalaman belajar dan mengadakan metakognisi terhadap proses pengambilan keputusan yang telah mereka lalui dan menggunakan pemahaman barunya untuk memperbaiki proses pengambilan keputusan yang dilakukannya.

Pemantik

“Mengajarkan anak menghitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa yang berharga/utama adalah yang terbaik” (Teaching kids to count is fine but teaching them what counts is best). Bob Talbert. (sumber Modul 3.1)

Dari kutipan di atas, apa kaitannya dengan proses pembelajaran yang sedang Anda pelajari saat ini?

“menurut saya, dengan memahami kutipan diatas, bila dikaitkan dengan proses pembelajaran yang sedang saya pelajari saat ini, menunjukan bahwa proses pembelajaran yang selama ini hanya berorientasi pada kompetensi (penguasaan materi) siswa namun mengabaikan dengan penanaman sikap, moral serta inovasi pembelajaran dalam diri siswa. Peran Calon guru penggerak tentunya, menjadi pemimpin pembelajaran dengan menjiwai nilai dan peran guru penggerak sehingga terbentuk profil pelajar pancasila. Kemudian, dalam hal mendidik guru kadang dilema dalam mengambil suatu keputusan yang berkaitan dengan tujuan pendidikan, apakah orientasi pembelajaran antara pengajaran yang hanya mengejar ketercapaian kurikulum (pengetahuan) dan orientasi pada pembentukan moral murid. Ini merupakan tantangan sangat dilema oleh guru di sekolah saat ini”.

Sesuai dengan filosofi KHD, bahwa tujuan pendidikan adalah menuntun segala kodrat pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat, maka kutipan diatas sangat terkait dengan proses pembelajaran yang sedang saya pelajari saat ini yaitu anak tidak hanya diajarkan tentang calistung (baca, tulis dan hitung), namun ada hal yang lebih penting dan terbaik untuk diajarkan kepada mereka. Yakni sesuatu yang sangat berharga bagi mereka seperti budi pekerti yang meliputi olah cipta rasa karsa dan raga. Selain itu anak juga perlu diajarkan apa yang berharga menurut mereka, sesuai minat dan bakat yang ada. Kita hanya perlu menebalkan tulisan yang sudah ada, dan menuntun anak-anak menuju kodrat mereka.

Bagaimana nilai-nilai atau prinsip-prinsip yang kita anut dalam suatu pengambilan keputusan dapat memberikan dampak pada lingkungan kita?

“peran guru sebagai pemimpin pembelajaran, dengan memahami peran guru tersebut tentunya peran dapat menginisiasi dalam mengambil keputusan yang bertanggung jawab dan berpihak pada murid”.

Bagaimana Anda sebagai seorang pemimpin pembelajaran dapat berkontribusi pada proses pembelajaran murid, dalam pengambilan keputusan Anda?

“Guru sebagai pemimpin pembelajaran berperan menuntun murid agar dapat bertumbuh dan berkembang sesuai kodratnya sehingga murid merasa merdeka dalam belajar. Dengan demikian peran guru dapat mengakomodasi sesuai tingkat kebutuhan, minat belajar siswa. Guru sebagai pemimpin pembelajaran dapat mengambil keputusan yang berpihak pada murid”.

Pendidikan adalah sebuah seni untuk membuat manusia menjadi berperilaku etis. ~ Georg Wilhelm Friedrich Hegel ~

“ kutipan diatas menyadarkan kita bahwa pendidikan memiliki peran besar dalam mengembangkan keterampilan diri murid. Murid yang memiliki kecakapan sosial serta memiliki prilaku sikap baik”.

Panduan Pertanyaan untuk membuat Rangkuman Kesimpulan Pembelajaran (Koneksi Antarmateri):

1. Bagaimana filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki kaitan dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin?

“ kutipan diatas menyadarkan kita bahwa pendidikan memiliki peran besar dalam mengembangkan keterampilan diri murid. Dalam mengembang keterampilan murid guru diperhadapkan dengan situasi dilema etika dalam mengambil suatu keputusan sebagai pemimpin pembelajaran. Hal ini, tentunya guru merefleksi kembali filosofi Ki Hajar Dewantara dengan pratap Triloka yaitu ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. Ketiga pratap Triloka tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

- Ing Ngarsa Sung Tuladha artinya di depan. Filosofi ini memberikan suatu pemahaman kepada guru sebagai pemimpin pembelajaran yang mampu memberikan suatu keteladanan, dapat menunjukan budaya positif, berinovasi dalam pembelajaran yang mengahantarkan murid memiliki keterampilan , serta dapat menunjukan sikap dalam mengambil keputusan yang bertanggung jawab. Dalam pikiran murid memandang guru adalah sosok yang panutan yang perlu ditiru prilakunya, sehingga dengan segenap nilai dan peran guru sebagai pemimpin pembelajaran adalah memiliki etika dan kompetensi pedagogik,sikap, sosial, dan religius. Guru sebagai pemimpin pembelajaran dalam mengambil suatu keputusan hendaknya bertanggung jawab serta memperhatikan segala aspek serta merefleksikan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh sekolah tersebut, sehingga bisa dijadikan rujukan atau teladan bagi seluruh warga sekolah. Keteladan diri seorang guru dengan memandang murid memiliki kodratnya masing-masing adalah upaya pengidentifikasian guru untuk mengakomodasi kebutuhan belajar murid, hal ini dengan sikap keteladan Ing ngarsa sung tuladha dalam mengambil keputusan yang bertanggung jawab dengan segala kompetensi kesadaran diri(self awareness), pengelolaan diri (self management), kesadaran sosial (social awareness) dan keterampilan berhubungan sosial (relationship skill). Ini menunjukan bahwa keteladan guru (depan) mampu menunjukan sikap sosial yang berdampak pada lingkungan pembelajaran yang nyaman menciptakan pembelajaran yag berpihak pada murid. Guru tidak hanya sekedar berdiri di depan menyampaikan materi, namun mengabaikan potensi diri murid.

- ing madya mangun karsa. yaitu "di tengah. Dalam artian guru memberi atau membangun semangat,". Guru dengan memiliki peran sebagai pemimpin pembelajaran memandang murid sebagai orang yang terdekat yang sangat dibutuhkan perhatian. Perhatian dalam mengarah murid untuk menentukan cara minat belajar murid, mendampingi bentuk eksplorasi ide dan kreatifitas murid. Dalam praktik pembelajaran di kelas, peran guru mengunjungi kelompok belajar murid adalah cara sikap guru menjadi teman dalam belajar, sehingga murid tidak merasa ditekan, namun murid merasa adanya perasaan nyaman dalam belajar. Semboyan ing madya mangun karsa memiliki makna bahwa ketika guru atau pengajar berada di tengah-tengah orang lain maupun muridnya, guru harus bisa membangkitkan atau membangun niat, kemauan, dan semangat dalam diri orang lain di sekitarnya.

- Tut wuri handayani; yakni dorongan dari belakang. Guru sebagai pemimpinan pembelajaran menjadi seorang motivator dalam mengembangkan kompetensi diri siswa, melalui karya dan eksplorasi pengetahuan. Dorongan dari belakang ini mendorong inovasi inovasi pembelajaran, memberikan seluas luasnya kepada murid,memberikan dukungan sebagai murid pemimpin pembelajaran. bahwa seorang pemimpin ketika berada pada posisi mengikuti/dibelakang dari yang dipimpinnya, hendaknya memberikan kekuatan bagi yang dipimpin untuk terus berjuang.

2. Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsipprinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?

Guru sebagai pemimpin pembalajaran tertanam nilai nilai kebajikan serta memiliki etika yang luhur. Hal ini sebagaimana tersirat dalam modul Guru penggerak, bahwa Etika terkait dengan karsa karena manusia memiliki kesadaran moral. Akal dan moral dua dimensi manusia yang saling berkaitan. Etika terkait dengan karsa karena manusia memiliki kesadaran moral. (Rukiyanti, L. Andriyani, Haryatmoko, Etika Pendidikan, hal. 43). Dengan kutipan ini, dapat kita petik intisari bahwa kesadaran moral yang tertanam dalam diri seorang guru menjunjung tinggi nilai nilai kebajikan dalam diri seseorang. Nilai nilai kebajikan ini tentunya memiliki kaitan erat dengan prinsip pengambilan keputusan yang dapat dipertanggung jawabkan serta mengutamakan pengambilan keputusan yang berpihak pada murid. Nilai-nilai kebajikan tersebut diantaranya adalah nilai keadilan, tanggung Jawab, kejujuran, bersyukur, lurus hati, berprinsip, integritas, kasih Sayang, rajin, komitmen, percaya Diri, kesabaran, dan masih banyak lagi. Dengan nilai-nilai kebajika yang ada dalam diri seorang guru ini maka akan berpengaruh dalam pengambilan suatu keputusan. Dalam pengambilan keputusan tentunya ada tantangan yang dihadapi seorang guru. Tantangan tersebut diperhadapkan dengan pilihan-pilihan yang memiliki nilai kebenaran saling bertentangan. Sebagai guru penggera memiliki nilai yang membantu terhadap pilihan pilihan kebenaran tersebut. Hal ini dapat kita mengingat kembali prinsip dalam pengambilan keputusan tersebut, yaitu

Ø Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking)

Ø Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking)

Ø Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking)

Ketiga prinsip tersebut memiliki konsekuensi, dan tentunya dapat dipertanggungjawab serta berpihak pada murid. Hal ini tentunya kita merefleksi kembali tentang fungsi sekolah sebagai tempat produksi institusi moral yang memiliki visi dan budaya positif serta dipersiapkan murid menjadi pelajar yang memiliki moral yang terpatri dalam kepribadianya.

3. 3. Bagaimana materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan ‘coaching’ (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil? Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut? Halhal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi ‘coaching’ yang telah dibahas pada sebelumnya

Coaching menjadi bagian terpenting dipahami oleh calon guru penggerak, karena coaching dapat membantu dalam memecahkan suatu masalah. Sebagai kutipan pemantik, Ki hajar dewantara memberikan wejangan bahwa tujuan pendidikan ‘menuntun’ tumbuhnya atau hidupnya kekuatan kodrat anak sehingga dapat memperbaiki lakunya. Guru sebagai pemimpin pembelajaran dalam proses interaksi dengan siswa di kelas, memperbaiki lakunya dan menuntun menjadi tujuan utama terciptanya suatu pembelajaran di kelas. Dalam proses interaksi tersebut, peranan coaching dapat membantu coachee untuk mandiri dalam mengambil keputusan yang dilandasi dengan mengembangkan pada potensi. Penerapan coaching ini tentunya diawali dengan tahapan alur TIRTA. Konsep coaching TIRTA sangat ideal apabila dikombinasikan dengan sembilan langkah konsep pengambilan dan pengujian keputusan sebagai evaluasi terhadap keputusan yang kita ambil.

4. Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan suatu keputusan khususnya masalah dilema etika?

Guru sebagai pemimpin pembelajaran tentunya menyadari peranan kompetensi sosial dan emosialnya dalam interaksi pembelajaran. Sebagai refleksi bahwa guru sebagai among, tentunya dibekali dengan cara cara pengambilan keputusan yang bertanggung jawab serta membutuhkan keterampilan sosial-emosional seperti kepercayaan diri, kesadaran diri (self awarness), kesadaran sosial, dan keterampilan sosial. Namun dalam pengujian pengambilan keputusan ini terkadang diperhadapkan kebenaran yang berkedudukan yang sama namun yang saling bertentangan.

5. Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik?

guru sebagai pemimpin pembelajaran tentunya memiliki masalah yang dihadapi, namun dengan memahami 9 langkah pengambilan keputusan tentunya dapat mengidentifikasi langkah penyelesaian masalah. Masalah yang dihadapi oleh guru kadang diperhadapkan dengan dilema etika dan bujukan moral. Studi kasus tersebut dengan merefleksi kembali nilai kebajikan universial dalam berperan sebagai among, maka tujaun pendidikan adalah kolaboratif, gotong royong, mandiri, inovatif. Dengan memahami tujuan pendidikan tersebut peran guru sebagai pemimpin pembelajaran dapat mengambil keputusan untuk mengenali potensi diri untuk mengatasi tantangan serta konsekuensi yang diterima. Sekolah sebagai intitusi pembentukan moral murid tentunya dapat mengambil keputusan yang bertanggungjawab dan berpihak pada murid.

6. Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.

Guru sebagi pemimpin pembelajaran dapat memutuskan suatu keputusan yang tepat tidak bergantung pada pemikiran secara subjektif, namun mempertimbangkan dari sisi aturan. Lingkungan pembelajaran yang nyaman karena telah menjiwai nilai kebajikan universal sehingga semua warga sekolah merasa nyaman. Pengambilan keputusan oleh guru (among) sebagai bentuk tanggungjawab yang berpihak pada murid, dengan berprinsip bahwa semua aktifitas untuk melakukan demi kebaikan orang banyak.

7. Apakah tantangan-tantangan di lingkungan Anda untuk dapat menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Adakah kaitannya dengan perubahan paradigma di lingkungan Anda.

Dalam menjalankan peran saya sebagai guru (among) tentunya memiliki hambatan dan tantangan dalam mengambil suatu keputusan. Selama ini saya diperhadapkan dengan pandangan yang beragam dari rekan sejawat guru sekolah terhadap memandang satu kasus. Keragaman cara pandang tersebut merupakan tantantang yang justru saya menjadi bagian terpenting untuk saya mendalami. Hal ini ketika saya refleksikan bahwa masih ada kelemahan yang nampak dalam kepribadian saya dalam keterlibatan semua rekan guru bersama-sama mengambil keputusan (kolaboras-gotong royong). Sebagai contoh, penerapan budaya positif yang menjadi salah satu kampanye di sekolah saat ini memiliki tantangan yang luar biasa, kadang tingkat respon terhadap ide tersebut disambut baik oleh semua warga sekolah namun dalam pengimplementasiannya selalu memiliki dalil yang menghambat terwujudnya budaya positif di sekolah. Seperti disipilin dalam waktu pembelajaran, namun pengujian terhadap budaya positif tersebut berlaku hanya beberapa orang saja, sehingga menyebabkan adanya suatu putus interaksi. Untuk menepis cara pandang tersebut, kita bisa refleksi kembali tentang 3 prinsip yang perlu dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan. prinsip berpikir berbasis hasil akhir (end based thinking), kita juga harus melihat peraturan yang mendasari keputusan yang kita ambil (berpikir berbasis peraturan-rule based thinking), prinsip berpikir berbasis rasa peduli (care based thinking).

8. Apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita? Bagaimana kita memutuskan pembelajaran yang tepat untuk potensi murid kita yang berbeda-beda?

Dalam merancang pembelajaran yang memuat RPP berdiferensiasi tentunya sangat menampatkan murid dengan kodratnya masing-masing, keunikan, gaya belajar. Dari unsur yang telah diidentifikasi ini tentunya peran guru sebagai among dapat mengakomodasi semua kebutuhan cara belajar murid di kelas. Dengan cara pandang diatas, saya menyadari selama ini bahwa selama mempelajari modul materi pengambilan keputusan pada modul 3.1 ini. Tujuan dari belajar adalah memerdekakan siswa, agar ia mencapai kodratnya sesuai dengan potensi yang ia miliki. Upaya memerdekan murid dengan mengahargai kodratnya dan memperbaiki lakuknya akan membentuk suatu kepribadi yang memiliki karakter (profil pelajar pancasila).

9. Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya?

Kita bisa mencermati kembali tujuan pendidikan yang disampaian oleh Ki Hajar Dewanara bahwa mendidik dan mengajar adalah proses memanusiakan manusia, sehingga harus memerdekakan manusia dan segala aspek kehidupan baik secara fisik, mental , jasmani dan rohani. Dari kutipan ini, guru sebagai pemimpin pembelajaran tidak hanya membentuk moralnya saja, atau pengetahuannya semata namun mengabaikan aspek lain dalam kodrat diri murid tersebut tentuya peran sekolah sebagai intitusi pengembangan keterampilan kompetensi murid tidak akan berdampak pada murid. Ki Hadjar Dewantara menjelaskan bahwa tujuan pendidikan yaitu: menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Oleh sebab itu, pendidik itu hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar dapat memperbaiki hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak.

Guru sebagai among dapat memperbaiki lakunya pada diri murid agar mereka dapat menjadi warga masyarakat yang memiliki akhlak yang baik .

10. Apakah kesimpulan akhir yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya?

Setalah saya mempelajari dari modul 1.1 paradigma dan visi guru penggerak, praktik pembelajaran yang berpihak pada murid serta modul 3.1 tentang pengambilan keputusan yang berbasis nilai-nilai kebajikan sebagai pemimpin. Tentunya sebagai pemahaman atas modul yang telah saya pelajari ini maka kesimpulan akhir yang tentang keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya yaitu Guru penggerak dengan sebagai pemimpin pembelajaran yang berpihak pada murid dengan berpedoman pada filosofi Ki Hajar Dewantara, dimana guru menjadi teladan, fasilitator, motivator maupun pembangkit semangat untuk murid-murid kita. Keteladanan seorang guru ini tentunya mengandung nilai-nilai dan prinsip-prinsip sebagai guru penggerak dalam pengambilan keputusan harus dilandasi dengan nilai kebajikan universal, seperti mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, dan berpihak pada murid. Guru sebagai pemimpin pembelajaran memiliki kecakapan dan dan keterampilan menjadi coach bagi guru lain juga sangat mempengaruhi dalam pengambilan suatu keputusan. Di mana kita harus banyak mendengar, kemudian menuntun murid maupun rekan sejawat menemukan solusinya sendiri. Keputusan yang sudah diambil harus dapat dipertanggungjawabkan. Aspek sosial emosional tak kalah pentingnya dalam suatu pengambilan keputusan, dimana dengan keadaan yang tenang, kita bisa berpikir lambat. Dengan demikian, keputusan yang diambil pastilah sudah dipertimbangkan dan dipikirkan dengan matang.

11. Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: dilema etika dan bujukan moral, 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan keputusan, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Adakah hal-hal yang menurut Anda di luar dugaan?

Setalah mempelajari modul 3.1. tentang pengambilan keputusan tentang pengambilan keputusan yang berbasis nilai-nilai kebajikan sebagai pemimpin dapat menjadi pemahaman yang utuh saya sebagai calon guru penggerak yang dapat menjiwai guru sebagai among, menghantarkan murid dalam suatu tindakan untuk menambil keputusan yang bertanggung jawab serta berpihak pada murid. Dalam pengambilan keputusan tersebut tentunya harus berpedoman dengan 3 unsur yang berpihak pada murid, berdasarkan nilai-nilai kebajikan universal, dan bertanggung jawab terhadap segala konsekuensi dari keputusan yang diambil. Sementara dilema etika sendiri merupakan dua keputusan yang sama-sama benar sedangkan bujukan moral adalah dua keputusan dimasa salah satunya adalah keputusan yang salah.

Secara umum ada pola, model, atau paradigma yang terjadi pada situasi dilema etika yang

bisa dikategorikan seperti di bawah ini:

1. Individu lawan kelompok (individual vs community)

2. Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)

3. Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)

4. Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)

prinsip-prinsip ini mempengaruhi pengambilan suatu keputusan yang mengandung etika dengan menelaah 3 prinsip utama yaitu:

Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking)

Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking)

Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking)

Sebagai seorang pemimpin pembelajaran, guru juga harus memastikan bahwa keputusan yang diambil adalah keputusan yang tepat. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian untuk mengetahui apakah keputusan tersebut telah sesuai dengan prinsip-prinsip dasar pengambilan keputusan berdasarkan nilai-nilai kebajikan.

Ada 9 tahapaan pengambilan dan pengujian keputusan

1. Mengenali bahwa ada nilai-nilai yang salingbertentangan

2. Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini

3. Mengumpulkan fakta-fakta yang relevan dalam situasi ini

4. Pengujian benar atau salah (uji legal, uji regulias, uji instuisi, uji publikasi, uji panutan/idola)

5. Pengujian paradigma benar atau salah

6. Prinsip pengambilan keputusan

7. Investigasi tri lema

8. Buat keputusan

9. Meninjau kembali keputusan dan refleksikan

12. Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan pengambilan keputusan sebagai pemimpin dalam situasi moral dilema? Bilamana pernah, apa bedanya dengan apa yang Anda pelajari di modul ini?

Saya menyadari bahwa, sebelum mempelajari modul ini keputusan yang saya ambil selau tidak memperhatikan aspek kepentingan orang banyak, dan yang sangat fatal lagi adalah tidak adanya suatu tahapan pengujian hasil keputusan tersebut. Disisi lain tantangan yang saya hadapi dala pengambilan keputusan tersebut tidak bisa membedakan dilema etika dan bujukan moral. Faktor inilah yang memicu pengambilan keputusan hanya sebatas diri saya sendiri.

13. Bagaimana dampak mempelajari konsep ini buat Anda, perubahan apa yang terjadi pada cara Anda dalam mengambil keputusan sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran modul ini?

Dengan mempelajari modul ini, perubahan saya rasakan adalah cara terbaru dalam mengidentifkasi untuk mengambil suatu keputusan yang bisa bertanggungjawab dan berpihak pada murid. Hal ini kedepannya, bahwa dengan memahami modul ini proses penggalian dalam pengambilan keputusan ini harus benar-benar teruji asas paradigma dalam pengambilan keputusan.

14. Seberapa penting mempelajari topik modul ini bagi Anda sebagai seorang individu dan Anda sebagai seorang pemimpin?

Untuk meminimalisir keraguan dalam mengambil keputusan yang berpihak pada murid, tentunya saya sebagai pemimpin pembelajaran dapat memahami tujuan keputusan yang buat dapat berdampak pada orang banyak, serta mampu melakukan tahapan-tahapan pengambilan keputusan yang tepat dengan melibatkan oraang-orang atau pihak-pihak yang berwewenang dalam pengambilan keputusan.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post