Aida Fitria, S.Pd

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Penantian Tak Berujung (Part 4)

Penantian Tak Berujung (Part 4)

Penantian Tak Berujung (Part 4)

#Tantangan gurusiana hari ke 6

Tiga tahun sudah Rara sekeluarga tinggal di kota Malang. Rara merasa beruntung karena bisa kuliah di sebuah perguruan tinggi di kota ini. Ayah dan tante yang selama ini bersamanya selalu memperhatikan semua kebutuhan Rara. Apalagi usaha dagang mereka berkembang pesat. Mereka hidup berkecukupan di kota ini. Namun satu hal yang tidak disukai oleh Rara adalah sikap mereka yang selalu marah kalau Rara mulai mengingat atau membicarakan ibu dan kakaknya. Rara tahu dan sangat mengerti bagaimana sayangnya mereka. Tetapi Rara tetap tak bisa menerima kalau mereka selalu menjelek-jelekkan ibu, dan menghalang-halangi Rara untuk komunikasi apalagi bertemu dengan ibu.

Siang itu Rara iseng-iseng membuka facebook. Karena jadwal kuliah tidak ada hari ini, jadi dia bisa sedikit santai di kamar. Seperti biasa, hari ini Rara tinggal sendiri sedangkan ayah dan tante berada di tokonya. Rara menelusuri satu persatu nama yang mirip dengan ibunya. Akhirnya mata Rara tertuju pada satu nama, Melianti Asrini. Ibu… dada Rara berdegup kencang. Oh, betulkan ini ibuku? Tak sabar Rara segera membuka profil wanita itu, ditelitinya satu persatu. Oh, benar itu ibunya, wanita yang selama ini didambakannya. Rara segera meminta pertemanan kepada ibu di facebook.

Akhirnya Rara dapat berkomunikasi kembali dengan ibu dan dua kakaknya. Perasaan senang dan gembira manakala mereka bisa saling menyapa dan memandang lewat video call.

“Ibu apa kabar?,” kata Rara menyapa ibu sambil melambaikan tangannya. Perasaan rindu kembali mendera hati Rara.

“Ibu, Kak Rendi dan Kak Ilham di sini baik-baik saja,” jawab ibu sambil memandang lekat wajah Rara. Saat itu Rara bisa kembali melihat wajah ibunya. Wajah yang selama ini hanya ada dalam bayangannya. Terlihat guratan kesedihan di wajah itu. Banyak perubahan yang terjadi pada ibunya. Ibu tak lagi secantik dahulu, waktu mereka masih bersama.

“Rara kangen, Bu!,” kata Rara sambil terisak menahan kerinduan yang sangat. Terlihat di seberang sana ibu juga menangis. Binar-binar rindu terpancar jelas di mata tuanya.

“Ibu juga kangen, Nak!,” jawab ibu dengan suara bergetar. Demikianlah, saat itu mereka habiskan untuk saling melepas rindu meski dari jauh. Tapi cukup membuat hatinya terhibur. Rara bertekad, suatu saat dia harus bertemu ibu.

***

Pagi itu cuaca agak mendung. Awan hitam menyelimuti kota Malang. Ya, beberapa hari ini cuaca memang tidak bersahabat. Rara merasa ada sesuatu yang kurang nyaman di hatinya. Rara tak mengerti, apa sebenarnya yang menyebabkan hatinya gundah pagi ini. Padahal kemaren dia sudah mendapat ijin dari ayah untuk pulang ke kampung sesudah ujian tengah semester nanti. Ya, ayah sudah mulai menyadari kekeliruannya. Dan itu adalah berkat bantuan Tante Sely yang berusaha memberi masukan kepada ayah. Ya, tante Sely memang orangnya baik sekali.

Rara sudah memesan tiket untuk pulang minggu depan. Ya, seminggu lagi Rara akan bertemu ibu dan kakaknya. Rara membayangkan pertemuan mereka nanti. Waktu seminggu itu terasa lama sekali. Rara tidak sabar, dia merasa perputaran waktu begitu lambatnya.

Lamunan Rara terputus oleh bunyi panggilan di handpone. Rara melihat di layar handpone, Kak Rendi memanggil. Tidak biasanya kakaknya ini menelpon. Ada apa ya, kata Rara dalam hati sambil langsung menjawab, “Assalamualaikum, Kak Rendi.”

“Waalaikumsalam, Rara. Rara,….,” suara Kak Rendi terdengar tercekat. Ada sesuatu yang disembunyikannya.

“Ada apa, Kak?, Apa yang terjadi?,” tak sabar Rara memberondong kakaknya dengan pertanyaan bertubi-tubi. Perasaan Rara mulai tak enak.

“ Ibu kita sudah tiada, Dek,” kata kak Rendi dengan suara parau. Kali ini isak tangis Kak Rendi terdengar jelas di telinga Rara.

“Apa?, tak mungkin, Kak. Rara tidak percaya!,” jawab Rara setengah berteriak, dan menangis sesenggukan. Rara merasa langit seakan mau runtuh, berat sekali cobaan yang harus dipikulnya. Rara langsung menangis dan berlari mencari Tante Sely dan ayah.

“Ayah, Rara mau pulang hari ini juga. Rara mau mengantarkan ibu ke pemakaman,” kata Rara sambil menangis kepada ayah . Namun ayah tak mengijinkan Rara untuk pulang. Dengan sabar, ayah dan tante Sely menghibur Rara. Ya, ayah memang telah jauh berubah, beliau malah sudah memberi ijin kepada Rara untuk berhubungan kembali dengan ibu dan kakaknya. Namun, semua itu terlambat sudah, terlambat sudah restu yang diberikan ayah. Karena Rara tak akan pernah lagi bertemu dengan ibu.

Perlahan Rara mulai menyadari, di tengah situasi seperti sekarang ini tidak mungkin baginya melakukan perjalanan jauh. Wabah covid 19 menghalangi Rara untuk bertemu ibu meskipun untuk terakhir kali. Akhirnya Rara pasrah, dan patuh pada nasehat ayah. Demi keselamatan diri dan keluarga lainnya di kampung, Rara rela tidak pulang, rela menahan perasaan rindu yang disimpannya sekian lama. Disaat dia mendapat ijin dan restu dari ayah untuk bertemu ibu. Namun Allah berkehendak lain, ibu telah lebih dahulu dipanggil-Nya sebelum Rara merasakan hangat pelukan ibu. Rara hanya bisa menangis menyaksikan pemakaman ibu lewat video yang dikirim saudaranya dari kampung.

“Ibu, begitu cepatnya engkau pergi, disaat aku berharap bisa memelukmu dalam nyata,” batin Rara sambil berusaha menahan tangis. Habis sudah harapan Rara untuk bertemu ibu. Sia-sia rasa rindu yang disimpannya selama ini. Selamat jalan ibu, hanya doa yang bisa dipersembahkan untukmu. Semoga Allah menempatkanmu di sorga-Nya. Doa Rara tak putusnya untuk ibu. Rara berharap, kalau waktunya sudah tiba, dan wabah corona sudah reda, dia akan tetap pulang. Rara ingin bersimpuh dan berdoa di makam ibunya tercinta. Rara ingin memeluk, walaupun cuma batu nisan ibunya.

Selesai

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Sedih de... Jadi nanggis nih mantap kawan ceritanya

18 Apr
Balas

Trims kawan

18 Apr

Duhh.. endingnya bikin mewek Mantap sobatku...

18 Apr
Balas

Trims sobatku

19 Apr



search

New Post