Ai Imas Mustikawati

A simple mother with a great dream...

Selengkapnya
Navigasi Web
KASIH IBU TAK PERNAH PADAM

KASIH IBU TAK PERNAH PADAM

KASIH IBU TAK PERNAH PADAM

Oleh : Ai Imas Mustikawati

Mobil yang ditumpangi Andrew melesat menyisakan debu - debu yang beterbangan disepanjang jalan. Ia membetulkan letak kaca mata hitam yang bertengger dihidungnya yang mancung. Terdengar lagu "akad" dari "payung teduh" begitu romantis ditelinganya. Ia mengeraskan volume radionya.

Betapa bahagianya hatiku saat kududuk berdua denganmu...

Berjalan bersamamu...

Menarilah denganku...

Ia membayangkan wajah calon istrinya Aleesa yang cantik rupawan. Tadi sepulang dari kantor, Andrew mampir sebentar ke sebuah toko perhiasan untuk mengambil cincin pernikahan yang sudah Ia pesan jauh - jauh hari. Lelaki itu senyum - senyum sendiri, membayangkan duduk dipelaminan dengan wanita pujaannya. Ia benar - benar sangat bersyukur sekali karena hubungannya dengan Aleesa, direstui oleh kedua orangtua. Tidak seperti temannya, Heru atau Adam, yang sampai saat ini belum mengantongi izin untuk menikahi kekasih hati mereka. Kriteria calon istri belum sesuai dengan yang diinginkan orangtua keduanya. Berbeda dengan mamanya, yang sudah tak sabar ingin melihat Andrew menikah. Mamanya percaya bahwa lelaki baik akan mendapatkan wanita baik dan juga sebaliknya. Makanya mama selalu mengingatkan anak kesayangannya itu, agar menjadi pribadi yang baik, dan taat akan perintah agama.

Tiba - tiba, Andrew teringat mamanya. Wanita yang sangat Ia sayangi. Ia tidak tahu, apa yang akan terjadi, jika hidup tanpa sosok wanita hebat itu. Mama adalah satu - satunya orang yang selalu peduli. Saat dulu dia terpuruk, karena tak kunjung mendapatkan pekerjaan. Mama lah yang terus memotivasinya sampai sukses hingga sekarang. Jabatannya sebagai manager HRD disebuah perusahaan yang memproduksi obat - obatan, membuat Ia menjadi lelaki yang mapan. Tapiii, tak lama lagi Ia akan segera berpisah dengan mamanya itu. Wajah Andrew terlihat begitu sedih. Ada bulir bening dikedua sudut matanya. Ia menjadi lelaki paling cengeng kalau sudah memikirkan wanita hebat yang selama ini selalu bersamanya itu. Tak heran jika teman - temannya sering mengejeknya dengan sebutan anak mami. Ia tak peduli, jika julukan itu disematkan kepadanya, memang kenyataannya seperti itu, dia tidak bisa dipisahkan dengan mamanya.

Disuatu sore yang cerah, diteras sebuah rumah, dikawasan perumahan elit. Andrew tengah duduk dengan wajah gelisah

"Ma....", mamanya menoleh sebentar lalu asyik lagi memotong daun - daun bunga yang kering.

"Ada apa drew...?", ujarnya lagi, wanita itu menyimpan gunting lalu duduk disamping anaknya. Andrew belum meneruskan kata - katanya, Ia hanya memandang wajah mamanya itu.

"Eh, malah bengong, ada apa...?, apakah uang untuk persiapan pernikahanmu kurang?, nanti biar mama bicara sama papa kamu, mungkin besok papa baru pulang dari luar kota."

"Bu...bukan itu ma...", mulutnya tercekat, Andrew tidak melanjutkan ucapannya.

"Lalu...?, Aleesa baik -.baik aja kan, apa ada masalah lain?".

"Aleesa baik - baik saja ma, ada yang ingin Andrew katakan sama mama. Kalau nanti Andrew menikah, mama gimana?"

"Ya enggak gimana - gimana, kalau kamu menikah, mama sangat bahagia, kamu tahu itu kan, mama udah pernah cerita" mamanya nampak keheranan.

"Iya ma, Andrew tahu itu, tapi nanti mama sendirian, kesepian disini, dirumah ini." Mama nampak berkaca - kaca, tapi Ia bisa menguasai diri, untuk tidak terlihat cengeng didepan anaknya.

"Ah kamu ini, kan ada papa. Papa bisa menjaga mama kok, kamu tenang aja." Baru kali ini Andrew mendengar mamanya berbohong. Kesedihan diwajah mamanya yang sudah mulai menua itu, nampak jelas sekali, tak dapat disembunyikan. Papa enggak mungkin selalu berada di rumah, tugas pekerjaan seringkali mengharuskan papa berada diluar kota, seperti sekarang ini, papa tidak ada ditengah - tengah mereka. Andrew menarik nafas dalam - dalam, Ia berusaha menahan, agar air matanya tidak keluar. Begitulah percakapan terakhirnya dengan mama, setelah itu Ia disibukan dengan pekerjaan dikantornya dan juga persiapan pernikahannya.

Ia menjalankan mobilnya kian cepat, tak sabar ingin segera sampai rumah, untuk menemui mamanya. Sore - sore begini mama pasti sedang sibuk mengurus bunga - bunganya. Tangan Andrew memindahkan chanel radio yang berada disebelah kiri stir. Terdengar mengalun indah suara judika, dengan lagu "mama"

Mengapa kau menangis mamaku....

Adakah yang mengganggu pikiranmu...

Ceritakan padaku...

Apa dihatimu...

Jangan pernah kau ragu...

Aku untukmu....

Mobilnya melesat semakin menggila, dari kejauhan Andrew melihat seorang perempuan muda berbaju kuning, rambutnya yang ikal dan panjang tergerai melewati bahu. Perempuan itu berdiri ditengah jalan, berusaha menghentikan mobil Andrew. Dengan kecepatan yang sangat tinggi Andrew mengerem mobil sekaligus hingga suara berderit serupa jeritan perempuan yang sedang kesakitan. Setelah mobil berhenti pemuda itu segera turun, pasti wanita tadi sudah terkapar dijalanan. Tapi, Ia tak menemukan wanita tadi. Ia memandang ke segala arah, mungkin saja wanita itu telah terpelenting jauh. Baru saja kakinya akan melangkah, untuk mencari keberadaan wanita tadi, tiba - tiba dari arah belakang punggungnya ditepuk seseorang. Wanita itu tengah berdiri sambil menangis sesegukan. Dia menangkupkan kedua tangannya.

"Tuan, aku mohon, tolonglah aku, tolong selamatkan anakku!". Andrew mengangguk lalu mengikuti wanita itu. Tibalah mereka ditempat yang dimaksud. Andrew melihat sebuah mobil yang tersangkut dipohon, hanya tinggal beberapa centi lagi mobil itu hampir jatuh kedalam jurang. Wanita itu menunjuk kearah mobil.

"Anakku didalam mobil itu, tolong dia tuan", ujarnya sambil terus menangis. Andrew berlari kearah mobil itu. Dari kaca depan, Ia melihat seorang anak, berusia kurang lebih empat tahun. Dia sedang menangis sambil menggedor - gedor kaca mobil.

"Tenang ya de, saya akan menolong kamu", kata Andrew dengan bahasa isyarat.

Andrew berhasil menjebol pintu mobil. Dengan cepat Ia menarik anak itu dan memeluknya. Ia berusaha menenangkannya, tapi anak itu masih saja menangis sambil menunjuk kearah mobil. Andrew melongokan kepalanya, dia terkesiap, seorang wanita dengan dahi penuh darah tertunduk kaku memegangi stir.

"Innalillahi Wainnailaihi Roojiiuuun", ucapnya perlahan. Tiba - tiba jidatnya mengkerut, seolah sedang memikirkan sesuatu.

"Wanita didalam mobil itu kan, yang tadi bersamaku, yang aku tabrak, ya ... tidak salah lagi". Andrew membatin. Dengan cepat Ia berbalik, dengan maksud ingin menyerahkan anak itu pada wanita tadi, tapi wanita itu sudah tidak berada ditempatnya. Kini hanya tinggal Andrew bersama seorang anak yang tak henti - henti menangis dan memanggil - manggil ibunya.

Seorang wanita muda, dengan gaun putih bersih dan rambut yang tergerai, melambaikan - lambaikan tangan kearah anaknya yang tengah dipangku oleh seorang pemuda dan berlalu dari tempat itu. Sementara perempuan berpakaian putih itupun pergi menjauh, jauuuh...sekali menuju kealamnya.

Sebulan kemudian.....

Perempuan nan anggun itu menaruh secangkir teh disebuah meja kecil, disamping suaminya.

"Tehnya mas, mumpung masih panas", ujar perempuan itu sambil meletakan sepiring pancake bertabur keju.

"Iya terimakasih Aleesa sayang", ujar lelaki itu sambil melipat koran yang sedang dibacanya, lalu Ia menyeruput teh panas buatan istri tercintanya.

"Hari ini, kita jadi kan menengok mamamu, aku sudah kangen banget ni, pengen ketemu mama."

"Jadi dong sayang...mama juga pasti kangen sama kamu", Andrew tersenyum menatap istrinya

Sementara Rio tengah berlari - larian mengitari kolam renang. Dia sedang asyik dengan kapal - kapalannya.

"Riooo, awas jatuh sayang", Andrew berteriak

"Enggak bakalan om, Rio kan pilot yang hebat", ujar anak itu sambil terus berlari.

Tiba - tiba dari arah dapur, Bi Inah datang dengan tergopoh - gopoh.

"Pa Andrew, tamu yang akan menjemput Rio sudah datang, mereka menunggu didepan", ujar pembantu itu

"Iya, suruh tunggu sebentar ya bi!"

"Baik pa...," ujarnya sambil berlalu

"Rio, ayo sayang, papa kamu sudah datang" Aleesa menuntun Rio untuk bertemu papanya.

Papa Rio mengucapkan terimakasih kepada Andrew, yang telah menyelamatkan anaknya dan melaporkan juga mengumumkan penemuan anaknya itu. Setelah ngobrol - ngobrol sebentar, mereka pamit pulang. Rio masuk kedalam mobil yang terparkir didepan. Ia melambaikan tangannya dan tertawa bahagia.

"Sering - sering main kesini yaa", Andrew dan Aleesa membalas lambaian tangan anak itu.

Seorang perempuan berbaju putih yang duduk dibelakang Rio pun turut melambaikan tangan, Ia tersenyum manis sekali walaupun wajahnya nampak pucat.

Dengan cepat Andrew mengapit tangan istrinya, lalu mereka masuk kedalam rumah dan segera menutup pintunya.

Cerita ini terinspirasi dari sebuah film pendek (India) yang berjudul MOTHER'S LOVE NEVER DIES

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post