Ai Imas Mustikawati

A simple mother with a great dream...

Selengkapnya
Navigasi Web

MISTERI GEDUNG TUA

MISTERI GEDUNG TUA

Oleh: Ai Imas Mustikawati

Hujan mengguyur kampungku sejak semalam. Suasana kampung yang biasa ramai, apalagi dipagi hari, kini mendadak sepi. Tak terlihat aktifitas seperti biasanya. Tak terdengar sapu lidi yang beradu dengan tanah berdebu. Tak terdengar derungan suara motor yang sedang dipanaskan oleh sang empunya. Bahkan pedagang nasi uduk kelilingpun tak terdengar teriakannya tadi pagi. Udara begitu dingin hingga siang menjelang. Beberapa kali aku melongokan kepala lewat jendela kamar, untuk mengamati keadaan diluar. Aku berniat pergi ke rumah teman hari ini, mengantarkan kudapan pesanannya. Angin berhembus kencang, belum sempat kututup jendela itu, tiba – tiba terdengar suara dwwwakkkk..., daun jendela tertutup sendiri saking kuatnya hempasan angin. Sementara diluar pohon dan ranting serta dedaunan meliuk – liuk. Awan semakin menghitam menambah suasana kelam, seakan tak ada kehidupan, persis seperti kota mati dalam film house of wax atau mungkin juga seperti kota hantu di Sesena. Hihh…, benar – benar menyeramkan.

“Ojek bu ?” tanya seseorang dari balik jas hujan berwarna hitam panjang. Jas itu lebih pas disebut jubah, menurutku. “Eee..e.ii..iyaa ..iyaa.” Aku terlonjak kaget. Suara serak tukang ojek itu benar – benar mengagetkan dan membuatku takut, sebagian wajahnya tertutupi oleh jas hujan, aku hanya sekilas melihat tatapan matanya yang kosong. Segera kutepis rasa takut yang menyelimuti. Aku harus buru – buru pergi, sebelum hujan bertambah besar. Tadi hampir satu jam, melongo sendirian ditemani gemericik air hujan yang seakan tak ingin segera berhenti. Dengan segera ku hampiri tukang ojek itu, “Ayo mang antarkan saya ke perumahan De’Angel” Pintaku . Tukang ojek itu tidak berkata apa – apa, ia hanya mengangguk. Wajahnya dingin tanpa ekspresi. Lagi – lagi aku bergidik. “Ya Alloh, lindungi dan selamatkanlah hambamu ini, dari segala marabahaya. Amiin.” Ojek yang kutumpangi melaju perlahan.

Cuaca semakin gelap, kulirik jam yang melingkar di pergelangan tanganku, jarum jam menunjukan pukul empat kurang sepuluh menit. Kurang lebih satu meter lagi aku akan segera sampai ke perumahan yang dimaksud. Setelah melewati pohon kelapa yang berderet sepanjang jalan, lalu setelahnya pabrik es yang sudah lama tak beroperasi dan persis di sebelah kanannya terdapat sebuah bangunan tua yang berdiri kokoh. Banyak orang bilang sering ada kejadian – kejadian aneh di sekitar tempat itu. Contohnya ada anak hilang setelah bermain layangan di belakang gedung, atau cerita para pengemudi motor yang sering mendadak mogok, jika tidak membunyikan klakson ketika melewati tempat itu. Tapi aku tak percaya begitu saja, karena memang belum pernah mengalami kejadian apapun. Aku berpikir, itu hanya bualan yang ditambah bumbu sana – sini dan akhirnya jadi sebuah cerita yang dipakai untuk menakut – nakuti orang saja. Dan aku tak pernah takut.

Aku membetulkan letak jas hujan yang menjuntai kebawah, takutnya terkena jari – jari motor. Sementara itu ojek kian melambat, lalu berhenti tiba – tiba persis didepan pabrik es. “Kenapa mang ?.” Tanyaku penasaran. “ businya terendam.” Suaranya yang berat menjawab singkat. “Walah mang gimana ini, mana hujan tambah gede nih.” Rasa takut mulai menyergap, mungkin karena hujan yang terus mengguyur, jadi suasananya sangat mencekam. Mataku mengitari keadaan sekitar. “Maaf…” Suara serak tukang ojek itu lagi – lagi mengagetkanku. Ia menuntun motor dan berlalu begitu saja dari hadapanku. Berdiri dalam kebingungan, baru teringat ongkos ojeknya belum dibayar. “Maang … maang …, ini ongkosnya … .” Teriakku. Percuma saja, bahkan ia tak memperdulikan panggilanku.

Aku memutuskan untuk melanjutkan perjalanan, dengan terseok berusaha menghindari jalanan yang berlubang. Kutengok lagi kebelakang tidak ada tanda – tanda tukang ojek itu kembali lagi ketempat ini. Aku mempercepat jalanku, sekilas kulirik pabrik es yang menyatu dengan gedung usang itu, keduanya berdiri kokoh. Aku bergidik, karena saat – saat begini, teringat semua cerita yang menakutkan. Gedung tua itu kelihatan angkuh, hitam legam, laksana raksasa yang tengah memperhatikan langkahku. Aku tak bisa berkonsentrasi, dan akibatnya, “Aduhh aauwww.. .” pekikku. Kakiku menginjak lubang jalan yang nyaris tak kelihatan. Bruukkk…aku terjatuh karena tak dapat menjaga keseimbangan. Ketika berusaha bangkit, sekelebat, kulihat seorang perempuan memasuki gedung tua. Saat aku menoleh, tak kulihat apapun, selain pohon pisang yang berbaris disekitar bangunan, daunnya seakan melambai – lambai kearahku. Dalam hati bertanya – tanya siapa wanita yang sekilas aku lihat tadi, mengapa dia memasuki gedung tua itu?. Apakah dia pemilik pabrik itu?. Ah rasanya tidak mungkin, karena setahu aku pabrik itu sudah lama sekali tidak digunakan.

Aku mengambil kantong kresek berisi kue yang ikut terjatuh, lalu dengan susah payah bangkit kembali. “Huuuuhuuuhuuu…huuuhuuuu…tolooong…tolooong…hhuuuhuu.” Sayup – sayup suara tangisan beradu dengan suara gemericik hujan. Kupasang telinga baik - baik, untuk memastikan apakah yang kudengar ini suara hujan atau suara perempuan menangis? . Dan memang tidak salah lagi, suara tangisan itu semakin terdengar jelas. Rasa takutku hilang, naluriku sebagai orang yang berjiwa sosial tinggi menggiring langkahku menuju arah suara. Dengan basah kuyup, kuseret langkah perlahan, suara tangisan itu persis dari arah bangunan tua. Tapi, pintu bangunan itu kelihatannya terkunci kuat. Sementara suara tangisan semakin jelas terdengar. Aku memberanikan diri menggedor – gedor pintu sekuat tenaga. “Siapa didalam … .? Tak ada jawaban. Suara tangisan masih terdengar walau suaranya tidak sekeras tadi. Aku berpikir, mungkin saja telah terjadi kejahatan didalam sana yang tak boleh kubiarkan. Kuulangi lagi menggedor pintu, lalu dengan sekuat tenaga mendorongnya. “Halooo …, siapa di dalam.?”. “Kraakk…” pintu itu akhirnya dapat dibuka paksa. Suasana didalam gedung sangat gelap. Aku berusaha memanggil – manggil orang yang berada didalam. Mungkin saja telah terjadi penganiayaan didalam sini. Dan aku harus menolongnya, tapi masalahnya aku tak dapat memasuki gedung dalam keadaan gelap begini. Ketika aku mematung dalam kebingungan tiba – tiba suara rintihan meleburkan lamunanku. Dengan keberanian tingkat tinggi aku masuk menerobos kegelapan. Dan “Bbukk…” aku menubruk benda keras, lalu terguling dilantai. “Aduuhh… .” Jeritku kesakitan. Dengan susah payah aku bangkit. Meraba – raba benda yang aku tubruk tadi, ternyata sebuah kursi goyang. “Degghh…, apa ini, yang tak sengaja kuraba seperti benang menjuntai panjang?.” Setelah agak lama aku memegangnya, aku yakin itu adalah rambut, ya… rambut. “Kalau rambut berarti ada kepalanya, tapi sebelah mana?.” Aku terus meraba rambut yang menjuntai itu hingga keatas. “Aaaaaww…tidaaaak.” Mulutku tercekat. Aku berhasil meraba bagian kepalanya tapi itu bukan kepala, lebih persisnya tengkorak. Jantungku berdegup kencang. “Aku harus segera keluar dari tempat ini, ini bahaya.” Baru saja aku bangkit dan menyiapkan tenaga untuk keluar dari situ, tiba – tiba sekelebat bayangan menuju kearahku. Dalam ketakutan aku memberanikan diri bertanya “siapa itu?”. Tak ada jawaban. Aku berdiri, mengarahkan pandangan kesetiap penjuru, tapi tetap saja seperti tadi, semuanya gelap. Tiba – tiba “Aawwkkk… .” Dari arah belakang seseorang mencekikku. Dengan sekuat tenaga aku berontak, tapi sia – sia saja, tenaganya begitu kuat. Orang itu mendorongku dengan keras hingga aku jatuh tersungkur. Dengan kedua tangannya dia membalikan badanku, sekuat tenaga aku menjuruskan tendanganku kearah selangkangannya. “Aduh… .” Dia mengaduh dengan suara serak. Jantungku seakan berhenti berdegup. “Hah…? Suara serak itu, sepertinya aku mengenal suara itu. “Hei siapa kamu, awas saja berani macam – macam, suamiku akan menembak kepalamu hingga pecah.” Aku mengancamnya. “Aargh… .” Suara seraknya terdengar lagi, rupanya ia berusaha berdiri dalam kesakitan. Aku benar – benar dalam bahaya. Aku harus secepatnya keluar dari sini, kalau tidak, aku akan mati dan menjadi tengkorak seperti yang kutemukan tadi. Aku dengan cepat berdiri, kaki kiriku berhasil diraih oleh orang itu, dengan spontan kaki kananku kuayunkan dan “adaww… .” Teriaknya. Aku tak melewatkan kesempatan, ketika ia sedang kesakitan, aku berlari sekuatnya. Untungnya aku masih hapal jalan masuk tadi, dan aku berhasil menemukan pintu keluar, aku mendorongnya dengan segenap tenaga yang tersisa dan Alhamdulillah aku bisa keluar dari bangunan yang menyeramkan itu. Aku tertatih – tatih menembus kegelapan menjauh.

Ketika membuka mata, bau kolonye merebak penciumanku. Disamping kiri dan kanan suami dan anak – anakku menatap dengan penuh khawatir. “Alhamdulillah mama sudah siuman.” Semua serempak mengucap hamdallah. Ternyata, menurut suamiku, aku ditemukan warga dalam keadaan pingsan tak jauh daru gedung tua itu. Aku memejamkan mata, mengucap syukur kepada yang maha kuasa. “Terima kasih ya Alloh, Engkau telah menyelamatkanku”. Ucapku lirih

Suatu sore, ditemani gemericik hujan. Kunikmati secangkir teh manis, dan sepiring ulen goreng (kudapan berbahan ketan). Ketika sebuah televisi swasta menayangkan penangkapan seorang laki – laki yang menjadi tersangka pembunuhan beberapa perempuan disebuah gedung tua, ditempat aku ditemukan pingsan. Beberapa mayat dikeluarkan dari banguan itu, dan beberapa diantaranya sudah menjadi tengkorak. Dengan seksama aku melihat berita itu tanpa berkedip. Seorang laki – laki membelakangi layar, dengan tangan diborgol. “Sakit jiwa.” Desisku geram, sambil mengepalkan tangan. Saat penyiar membalikan tubuh sang tersangka untuk sesi wawancara “Degghh… .” Jantungku serasa mau copot. Aku kenal orang itu, ya…tidak salah lagi. Dia si tukang ojek berjubah hitam.

Hujan masih terus mengguyur kampungku dan suasana kian mencekam. Selesai.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

mantabs.... lanjut Bu...

27 Sep
Balas

Terima kasih ibu ..

27 Sep

Bagus sekali cerita nya

27 Sep
Balas

Iya, tapi saat saya membacanya, kok masih ada yg kurang

27 Sep



search

New Post