OPTIMALISASI MENGUNTUNGKAN SIAPA?
Kisruh PPDB jalur zonasi ternyata belum dapat diredam. Masalah ini tidak seperti api dalam sekam lagi, akan tetapi sudah begejolak, bahkan sampai menggandeng ombudsman suatu lembaga negara yang mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik. Berawal dari protes masyarakat karena yang anaknya ditolak di sekolah zonanya. Sementara calon peserta didik yang diterima berasal dari luar zona tetapi memiliki surat sakti yang bernama keterangan domisili. Solusi yang diberikan oleh Gubernur Sumatera Barat adalah mengajukan optimalisasi kepada Meteri Pendidikan dan Kebudayaan RI. Surat ini diiringi oleh lampiran daftar sekolah yang akan dioptimalkan jumlah siswa per-rombel. Terdapat 46 sekolah di Sumatera Barat yang mengajukan penambahan daya tampung menjadi 40 orang per rombel.
Sepintas solusi yang diberikan ini memang menyejukkan hati para pemohon. Walaupun masih dengan seabrek persyaratan yang belum tentu dapat dipenuhi calon peserta didik. Namun apakah solusi ini benar-benar memberikan jalan keluar, atau sebaiknya menimbulkan masalah baru? Mari kita analisa beberapa hal:
1. Kenyamanan Belajar
Sesuai dengan permendikbud pasa 24 nomor 17 tahun 2017, bahwa jumlah peserta didik jenjang SMA paling sedikit 20 dan paling banyak 36 peserta didik. Ketentuan jumlah ini bukan tanpa alasan dibuat. Tentu saja sangat erat kaitannya dengan kapasitas kelas, kenyamanan belajar, daya tangkkap siswa dan penguasaan kelas satu orang guru. Bandingkanlah kenyamanan ruang kelas antara 20 orang dengan 40 orang peserta didik.
2. Data Dapodik
Semua data data sekolah harus dientrikan ke dapodik. Saat ini apapun layanan yang akan diberikan harus sesuai dengan dapodik. Apakah itu beasiswa untuk peserta didik, bantuan untuk sekolah dan tunjangan guru. Dapodik tentu saja merujuk kepada permendikbud. Jika data yang diberikan tidak sesuai tentu saja tidak akan valid. Hal ini akan menimbulkan gejolak yang tidak kalah dahsyatnya, karena berkaitan dengan tunjangan guru. Atau guru pada sekolah-sekolah yang diajukan bersedia hanya cukup menerima gaji saja dengan beban kerja yang semakin berat?
3. Sekolah Kecil
Pengklasivikasian sekolah kecil ini karena tidak terpenuhinya jumlah minimal peserta didik per rombel. Ada sekolah yang jumlah peserta didiknya hanya 10 orang bahkan ada yang kurang. Jika sekolah besar mengadakan optimalisasi bisa jadi sekolah kecil siswanya akan berkurang lagi, bahkan ada yang tidak mendapatkan siswa.
Ini adalah lagu yang setiap tahun terdengar di sekolah-sekolah kecil. Setelah peserta didik tidak punya harapan lagi untuk bersekolah disekolah favoritnya, dengan banyak lagu datang ke sekolah yang masih memiliki kuota. Sekolah yang sudah hafal lagu tersebut, menerima dengan harap cemas sebab siswa ini akan hilang kembali ketika sekolah besar melakukan optimalisasi. Jumlah berkurangnya siswa tidak dapat dihitung dengan jari, sering terjadi penggabungan rombel yang tentu saja memberikan dampak pada jam mengajar guru.
Bagaimana dengan sekolah swasta? Jika sekolah swasta tidak memiliki keunggulan, bisa saja sekolah tersebut ditutup karena tidak ada siswa. Bagaimana nasib gurunya yang bukan PNS? kita tunggu pula kebijakan berikutnya.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Rancak bana uni,,, sukses selalu
Makasih, salam kenal pulo sanak
Segeeeh sob!
Mokasih, sob
Mokasih, sob
Ondeh Mandeh Tusde rancak bana Uni. Salam kenal dan salam Literasi dari Pasisia.
Salam lierasi Bukittinggi..
Iyo uni, dilematis situasi nya sekarang