ainul mizan

Seorang guru di SDIT Insantama Malang. Suka mencoret - coret untuk sekedar menumpahkan uneg uneg, perasaan dan pikiran. Walau tertatih berusaha menjadi guru, ay...

Selengkapnya
Navigasi Web

Akhirnya Kebahagiaan itu Datang Juga...

Akhirnya Keindahan Itu Datang…

Oleh Ainul Mizan

Mataku terasa berkunang-kunang. Pikiranku kalut. Bergulirlah air mata kesedihan di pipiku. Dunia bagiku seolah sudah kiamat. Aku bergumam dalam bibir yang terkatup,

“ Aku sudah gagal….”.

Seolah tidak percaya, kulihat lagi sebuah Koran Jawa Pos di tanganku. Ya…tadi pagi aku pergi ke kota hanya untuk membeli sebuah Koran. Koran Jawa Pos hari ini begitu berharganya buat masa depanku. Kulihat dengan teliti satu per satu nama peserta ujiam yang lulus dalam UMPTN. UMPTN itu Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri. Kuulang-ulang. Kutunjuk nama demi nama. Benar, tidak ada namaku. Aku tidak lulus. Aku tidak bisa kuliah.

Aku yang dikenal sebagai juara kelas di kampong. SMP dan SMA tempatku belajar adalah sekolah favorit di kotaku. Akan tetapi, hari ini aku harus menelan pil pahit. Rasanya aku nggak bisa terima. Aku malu. Pasti orang tuaku kecewa. Itu pikirku.

Saat itu dunia serasa gelap bagiku. Masa depan kurasakan begitu suram. Aku tidak bisa berpikir dengan jernih. Aku terduduk lemas di kursi ruang tamu rumahku. Seolah sirna sudah semua asa yang kurajut dalam mimpi – mimpi indahku.

“ Amir…sudah, nggak usah jadi pikiran”, nasehat Ayah padaku.

“Gimana nggak sedih yah…aku teranacam nggak bisa kuliah”, jawabku, dengan harapan Ayah mengerti akan hal yang kurasakan.

Ayah menghampiriku, lalu memegang pundakku.

“Sudah…, besok kita ke Surabaya, ke ITS”.

“Hah.., ke ITS…ngapain Ayah? Tanyaku heran.

“ Coba kamu baca pengumuman ini”. Ayah menunjukkan Koran Jawa Pos yang kubeli kemarin.

“Lho ada pendaftaran D3 di ITS”. Aku terpana membacanya.

Pada hari yang ditentukan, kami berangkat ke Surabaya dengan naik bus. Selama di perjalanan, aku sudah membayangkan rasanya kuliah di ITS.

Tumpukan LKS hasil kerja murid-muridku masih menumpuk di mejaku. Mataku hanya memandanginya. Aku belum menyentuhnya untuk mengoreksi. Aku masih asyik dengan lamunanku. Di pelupuk mataku, gambaran masa lalu seolah menari-nari tak mau untuk dilupakan sejenak.

Sekali lagi aku harus merasakan kecewa. Mataku menyelidik papan pengumuman di depan gedung D3 ITS. Perasaanku mulai gelisah. Masya Alloh…., ternyata namaku tidak ada. Hatiku berteriak, aku tidak bisa kuliah.

“ Gimana Amir, ada…?”, Tanya ayah mengagetkanku. Ayah menepuk pundakku.

“ Tidak ada ayah……”

“ Itu kok banyak orang berkerumun. Ada pengumuman apa ya?”, aku pun menyerbu ke kerumunan orang yang kulihat di seberang dari tempatku berdiri bersama Ayah. Ternyata ada pendaftaran program D3 Ekstensi Jurusan Perkapalan.

“ Ayah…aku pingin coba daftar ya”, saat itu aku belum tahu apa itu program ekstensi. Aku sangat ingin kuliah. Itu saja yang ada di benakku saat itu.

“ Coba saja Amir. Siapa tahu kamu bisa masuk’, Ayah meyakinkan.

Segera aku pun mendatangi kantor administrasi di gedung program D3 ITS.

“ Besok seleksinya Ayah”, sambil aku menunjukkan kartu peserta ujian.

“ Oh ya..sekarang kita pulang saja. Kamu kan harus persiapan juga untuk ujian besok”, kata Ayah.

Keesokan harinya aku sudah duduk manis di dalam ruang ujian di gedung perkapalan. Aku duduk di barisan terdepan tepat di depan papan tulis. Kucoba melihat di sekelilingku.

“ Wow, rupanya banyak orang – orang bermata sipit”, gumamku di dalam hati. Saat itu aku berpikir, sainganku cukup berat juga.

Sesaat kemudian bel pun berbunyi. Tanda ujian akan segera dimulai. Lembar soal bagianku sudah kupegang. Dalam sehari ada dua macam ujian yang harus kuselesaikan. Mata ujian Matematika dan Bahasa Inggris. Kubolak-balik lembar soal Matematika yang sudah kuterima.

“ Aduh…..cukup sulit nih soalnya”, aku berkata sendiri.

Begitu pula saat kumelihat Lembar Soal Bahasa Inggris. Lumayan sulit juga, kataku dalam hati.

Menjelang waktu Dhuhur, bel tanda usai ujian berbunyi. Aku beranjak keluar ruangan. Sebersit asa di dalam hati menjadi bekalku tuk optimis bisa lulus ujian.

“ Gimana Amir….hasil ujianmu…..?, tanya Ibu di rumah.

“ Diterima bu…..”, kataku lesu.

“ Lho…seharusnya kamu senang dong…bisa kuliah”, sahut Ibu.

“ Emangnya langsung daftar ulang ta?”

“ Iya sih bu, daftar ulangnya diberi waktu seminggu”.

“ Terus kenapa kamu kurang semangat begitu?” sahut Ayah yang sedari tadi memperhatikanku.

“ Anu….di rincian biayanya tertulis besaran SPP per semester adalah Rp 1.250.000,-“.

“ Kalo segitu, memang kami tidak mampu, Mir”, kata Ayah seolah mengharapkanku maklum.

“ Nggak apa-apa ya. Kamu nggak kuliah tahun ini. Coba lagi tahun depan ikut UMPTN”, kata Ayah menenangkanku.

Aku mengangguk kecil. Dalam hati kecilku berusaha ridho dengan kondisi ini. Sudahlah, ini sudah menjadi takdir Allah SWT.

Lagi-lagi ingatanku masih melayang ke masa itu, di era tahun 2000-an. Tumpukan LKS anak-anak masih tidak kusentuh sama sekali. Terdengar keramaian anak-anak di kelas. Aku tidak peduli.

Era baru kehidupanku dimulai. Aku tidak kuliah. Inilah kenyataan yang harus kujalani. Tapi di alam bawah sadarku, keinginan kuliah, cita-cita menjadi guru, masih tetap menyala. Aku tidak tinggal diam. Buku-buku soal persiapan UMPTN kulahap dengan nikmatnya. Senin dan Kamis tidak kulewatkan tanpa berpuasa.

“ Aku harus kuat untuk puasa sunnah”, walau jujur terasa berat. Letih, lapar, dahaga dan lemas badan menjadi tantangan tersendiri. Tidak jarang pula aku tertidur tanpa sengaja tatkala belajar soal-soal persiapan UMPTN.

“ Bu, aku ke tambak dulu ya….”, sambil aku membawa alat pancing.

“ Lho….kamu kuat toh, Amir. Nggak istirahat aja di rumah?”, cegah Ibu.

“ Aduh bu. Aku bete dirumah terus”, aku pun ngeloyor begitu saja keluar rumah.

Hampir genap setahun, kujalani hari demi hari dalam penantian terwujudnya asa, serta dibarengi kesusahan demi kesusahan yang mendera. Kesusahan yang memang kurencanakan sendiri. Olah fisik, mental, pikiran, dan jiwa menempaku. Hingga di suatu waktu, Alloh masih menghendaki agar aku tetap bisa mengikuti UMPTN.

Kukayuh sepeda ontelku menuju kota. Hatiku begitu terbuka dan riang. Pikiranku begitu tenang. Kubuka lembar demi lembar Koran yang kubeli. Mataku tertuju pada sebuah halaman dengan judul besar “Pengumuman Kelulusan UMPTN”. Alhamdulillah, aku diterima. Akhirnya, aku bisa kuliah di Malang.

Mengenang demikian, aku tersenyum sendiri. Tumpukan LKS anak-anak masih tetap belum kusentuh. Masih tetap berada di atas mejaku dengan rapinya.

“ Ustadz….., waktunya istirahat lho…persiapan untuk Sholat Dhuhur”, ucapan salah satu siswa yang sempat mendekat ke arahku.

Sontak saja, lamunanku pun menjadi buyar.

“ Oh…ya”, ucapku singkat setelah menyadarinya.

Sontak aku berdiri. Tanganku cekatan meraikan lembar kerja siswa, buku dan hal – hal yang bertebaran di mejaku. Dengan mantap kaki ini melangkah menuju pintu kelas. Sekilas mataku masih melirik ke dalam kelas.

‘siapa tahu masih ada siswa yang berada di dalam kelas’, pikirku. Setelah kupastikan kelas dalam keadaan kosong. Begitu sigapnya tanganku mengunci pintu kelas.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post